BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

POSKO PENGADUAN PENGUNGSI MERAPI DIY-JATENG

Written By gusdurian on Sabtu, 30 Oktober 2010 | 10.15


WALHI YOGYAKARTA 2010


Secara spesifik di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan kawasan rawan bencana yaitu meliputi Wonokerto dan Girikerto di Kecamatan Turi, kemudian Desa Purwobinangun dan Hargobinangun di Kecamatan Pakem serta Desa Umbulharjo, Kepuharjo dan Glagaharjo di Kecamatan Cangkringan yang ada di Kabupaten Sleman.


Sedangkan di kabupaten Magelang, Jawa Tengah terdapat dua desa yaitu Desa Kemiren dan Desa Kaliurang. Di Kabupaten Klaten meliputi Desa Balerante, Desa Sidorejo dan Desa Tegal Mulyo, dan di Kabupaten Boyolali terdapat di Desa Tlogolele, Klakah, dan Jrakah yang masuk ‘ring satu’ rawan bencana Merapi. Sedangkan sungai-sungai atau kali yang berpotensi terlanda aliran lahar diantaranya Kali Pabelan, Blongkeng, Puih, Krasak, Boyong, Kuning, Gendol dan kali Woro yang terletak di dua propinsi tersebut.


Status Gunung Merapi dinaikkan dari setatus ‘Siaga’ menjadi ‘Awas’ sejak Senin, 25 Oktober 2010 puku 06.00 WIB. Berdasarkan Pengumuman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sedangkan informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Status ‘Awas Merapi’ merupakan level tertinggi atas aktivitas vukanik gunung Merapi. Adapun status Merapi selama ini dibagi dalam beberapa level yaitu ‘aktif normal’, ‘waspada’, ‘siaga’, dan ‘awas’.


Sebagaimana pernyataan resmi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta bahwa masyarakat yang berada di kawasan rawan erupsi harus mengungsi saat status gunung sudah mencapai level IV atau Awas. Lebih dari 40.000 jiwa penduduk yang tersebar di Kabupatan Sleman, Kabupatan Klaten, Kabupatan Magelang dan Kabupatan Boyolali yang harus segera diungsikan.


Persoalan berikutnya adalah kesiapan seluruh elemen masyarakat khususnya pemerintah dalam upaya menangani pengungsi secara baik dan benar. Berdasarkan data base WALHI Yogyakata dalam advokasi dan monitoring penanganan pengungsi teridentifikasi beberapa permasalahan yang cukup serius di antaranya:


  1. Hunian dan Bantuan Non Pangan

Beberapa persoalan yang kerap kali muncul saat penanganan di barak pengungsian antara lain; Terbatasnya daya tampung barak, pembagian bantuan yang tidak teratur atau diwarnai kericuhan, alas tidur kurang, MCK yang kurang memadai, jatah makan terlambat, menu makanan monoton, air bersih terbatas, banyak-aset-aset warga yang tidak terdata dengan baik dan tidak di evakuasi. tidak ada alat penerangan untuk ke sungai sebagai ganti MCK, keamanan belum maksimal dll. Permasalahan yang tidak boleh diabaikan juga adalah kondisi kebersihan dan kenyamanan barak pengungsian, yang melingkupi kebersihan barak secara umum, terpenuhinya alas tidur yang nyaman, ketersediaan selimut, pengelompokan ruangan mulai dari lansia, ibu hamil, anak-anak, penyandang cacat dan orang yang sakit

  1. Bantuan Pangan dan Ketahanan Pangan

Standar gizi juga menjadi persoalan yang serius akibat lemahnya koordinasi, sehingga berdampak buruk pada lemahnya sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan mudahnya para pengungsi terserang berbagai penyakit.

  1. Ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang rawan dan kerap tidak terpenuhi dengan baik dalam pengungsian. Hal ini diakibatkan kurangnya ketersediaan air, dan MCK yang kurang memenuhi standar, idealnya 1 MCK maksimal untuk 20 – 25 Orang. Kenyataan dilapangan adalah MCK tidak sesuai dengan jumlah pengungsi.

  1. Pelayanan Kesehatan

Masalah lain yang juga sering dijumpai di lapangan adalah minimnya pelayanan kesehatan, diantaranya terbatasnya paramedis dan persediaan obat-obatan. Akses kesehatan hanya terfokus pada barak pengungsian, rumitnya mekanisme pengobatan dan kurang proaktifnya tim kesehatan..

Pencegahan dini harus menjadi penting, untuk mengantisipasi timbulnya gejala stress bagi para pengungsi, dan mudahnya terserang berbagai penyakit dan virus.


Sedangkan isu lintas sektor yang terkait dengan penanganan pengungsi, seperti :

  1. Ketersediaan Sarana Transportasi Dan Komunikasi Kurangnya jumlah sarana transportasi dan komunikasi, sering menjadi kendala dalam pemantauan pengungsi. Pengalaman yang terjadi adalah penempatan transportasi dan komunikasi biasanya hanya pada wilayah yang kurang srategis misalnya terdapat di wilayah desa teratas bukan di barak pengungsian, Sehingga keamanan dan kemudahan kondisi jalur evakuasi serta penempatan peralatan komunikasi tidak pada posisi yang ideal bagi para pengungsi.

  1. Aset Masyarakat

    Aset masyarakat biasanya tidak menjadi prioritas bagi pemerintah dalam penangan pengungsi, padahal aset masyarakat bagian terpenting yang tidak bisa dipisahkan dengan para pengungsi, seperti ternak dan aset-aset yang lain merupakan kekayaan yang mereka kumpulkan untuk bekal kehidupan sehari-hari. Dalam kasus ini yang lemah adalah pendataan aset-aset rakyat, termasuk pengelolaan aset masyarakat yang berupa hewan piaraan seperti sapi, kambing dll.

  1. Keamanan

    Kurangnya personil kemananan dan buruknya mekanisme keamanan yang mengakibatkan warga tidak secara penuh meninggalkan kawasan pemukiman. Kekhawatiran warga inilah yang mengakibatkan beberapa pengungsi harus selalu kembali untuk sekadar memantau rumah mereka.

  2. Perempuan, anak, orang lanjut usia dan ODHA

    Tidak luput dari masalah diatas, kelompok rentan dengan kebutuhan khusunya juga tidak bisa dabaikan sebagai bentuk kebutuhan dasarnya. Pengabaian atas kebuthan dasar yagn berbeda tersebut sering menjadi kendala bagi penyitas dalam mempertahankan keberadaannya paska bencana.


Oleh karena itu, kami WALHI Yogyakarta mendirikan Posko Pengaduan Penanganan Pengungsi Merapi untuk wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Fungsi utama posko adalah memastikan jaminan pelayanan pengungsi yang diberikan pemerintah dan organisasi kemanusiaan lainnya sesuai dengan hak-hak dasar pengungsi khususnya 4 kebutuhan dasar:

Sementara tugas utama posko pengaduan pengungsi adalah, Pelayanan Pengaduan, Investigasi Pengelolaan Barak Pengungsi dan Pelayanan Pengungsi yang terdiri dari kesehatan dan distribusi bantuan. Namun tidak menutup kemungkinan cross cutting issues menjadi pijakan dalam advokasi penyintas Gunung Merapi diwilayah daerah isimewa Yogyakarta dan sekitarnya.


Struktur Posko Pengaduan Pengungsi WALHI Yogyakarta dan Wilayah Kerja

  • Koordinator :

    1. Suparlan : 0818277178

    2. Adi Nugroho : 08122613730

    3. Nanang Ismuhartoyo : 0811256376

Posko Lapangan (sementara, karena akan bertambah)

  • Posko Desa KepuhHarjo Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta

Koordinator : M Sulistiyo: 081392538060

  • Posko Desa Hargobinangun Kacamatan Pakem, Sleman Yogyakarta

Koordinator : Heri Widodo: 081804040532

  • Posko Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta

Koordinator : M. Afrizal Rais: 0818275141


Tim Sekretariat dan Dokumentasi; Fathur Roziqin FEN, Halik Sandera dan Dery Prandahalim

Alamat Posko Pengaduan Penyintas Gunung Merapi.

Jl. Nyi Pembayun 14-A Kotagede - Yogyakarta Telp. 0274-378631 | diy@walhi.or.id

Rekening Bank Mandiri: 137 00 066 7665 0 ; a/n. Yayasan WALHI Yogyakarta


WALHI Yogyakarta menerima dukungan dalam bentuk apapun untuk menjamin hak dasar pengungsi Letusan Gunung Merapi yogyakarta melalui POSKO PENGADUAN WALHI Yogyakarta. Semua bentuk dukungan yang diberikan akan dipertanggungjawabkn secara publik melalui website dan laporan Publik WALHI Yogyakarta.

Bencana Jurnalisme dan Jurnalisme Bencana

Ketika bencana kembali melanda, sekali lagi kita disuguhkan
gambaran seronok jurnalisme yang anti nilai-nilai kemanusiaan.

Sesak rasanya hati ketika melihat kita tidak pernah belajar
dari pengalaman bencana yang sebelumnya dan berupaya mengurangi
persoalan-persoalan tinggalan yang justru ditinggalkan oleh
perilaku media yang tidak santun.

Pertama adalah ketika peliputan jurnalisme berbasis rating AC
Nielsen menjadi tujuan utama dari pelaku media. Akibatnya,
terjadi sebuah pertunjukkan anti kemanusiaan ketika justru yang
ditunjukkan peliputan media yang bertentangan dengan
nilai-nilai "code of conduct" kemanusiaan. Hati ini, sedih
melihat ketika stasiun TV berlomba menunjukkan mayat-mayat
dengan "telanjang" tanpa sensor yang sangat tidak menghargai
nilai kemanusiaan sang jazad yang telah tidak dapat berbuat
apa-apa. Puncaknya adalah ketika evakuasi Mbah Maridjan, dengan
sangat tidak bermartabat, mempertontonkan tubuhnya yang sudah
dimuliakan oleh Sang Mahakuasa menjadi komoditas pendongkrak
rating media yang ujung-ujungnya hanya berorientasi pada
keuntungan semata.

Satu hal lagi, upaya-upaya media untuk Resource Mobilization
kembali semarak dengan adanya bencana, Ini gejala yang tak
berkesudahan dengan indikasi pencarian untung yang minim atau
bahkan nihil nilai-nilai kemanusiaan. Berbagai media
mempertunjukkan strategi filantrofis yang masih dipertanyakan
apakah memang berpihak pada komunitas terdampak (baca: korban)
bencana, atau sekedar kembali menaikkan leverage
"akuntabilitas" peduli kemanusiaan yang outcomenya bersambut
dengan puja-puji terhadap stasiun TV atau Media yang
bersangkutan. Nilai-nilai filantrofis harus diusung dan
diperkuat, namun ketika media mangatasnamakan PENCARI DANA,
PEMBERI DANA, IMPLEMENTOR, yang berperan dari hulu ke hilir,
sehingga semua "Credit point" diambil untuk kepentingan "SOCIAL
PROFIT" dan bahkan berindikasi "EASY CASH" untuk media-media
tersebut. Yang hadir adalah uang pemirsa, dan pembaca tidak
jarang sulit dibedakan dengan uang pemilik media atau program
"CSR" yang bersangkutan.

Kemudian sebuah lagi indikasi yang sampai sekarang belum
terjawab, adalah apakah memang semua DANA yang dihimpun dari
masyarakat itu dilaporkan secara transparan dan akuntabel.
Apakah tidak juga terjadi bahwa pembiayaan operasional produksi
pemberitaan juga menjadi "penerima manfaat" dari dana
masyarakat yang terkumpul itu. Memang sampai sekarang belum ada
yang bisa membuktikan indikasi "korupsi" media untuk pembiayaan
dana-dana masyarakat untuk bencana ini, namun dari beberapa
pertemuan masyarakat sipil yang mengundang media, cenderung
media tidak berani untuk hadir. Akibatnya kecurigaan semakin
menggumpal dan transparansi dan akuntabilitas menggantung tanpa
pernah mendapat kepastian.

Melihat Merapi dan Mentawai, adalah melihat Media dan
kemanusiaan. Bencana jangan lagi menjadi komoditas pencarian
profit bagi siapapun juga. Jangan sekali-kali LSM, Pemerintah
dan siapapun menarik keuntungan dari bencana. Kali ini mari
kita berharap agar Media juga tidak mencari keuntungan dalam
bencana. Jangan sampai Jurnalisme Bencana menjadi Bencana
Jurnalisme di tanah air tercinta ini.

Salam duka untuk Mentawai, Merapi dan Media


Victor Rembeth
Pembaca koran, penonton TV dan pelaku PB

Apa yang Mengancam Twitter, Facebook dan Jejaring Sosial Lain?

Written By gusdurian on Rabu, 27 Oktober 2010 | 14.45

http://vaksin.com/2010/1010/virus web 2/virus web 2.htm


Oleh: Stefan TANASE, Senior Security Researcher, Kaspersky Lab
email:
stefant@kaspersky.ro

Artikel ini dipublikasikan dengan izin AVAR. AVAR 2010 yang akan diadakan tanggal 17-19 November 2010 di Nusa Dua – Bali mempresentasikan 30 paper sekuriti dari para pakar sekuriti dunia.

Stefan Tanase penulis artikel ini yang dibawakan pada AVAR 2009 di Kyoto juga akan membawakan materi yang tidak kalah menarik di AVAR 2010 "SURVIVING TARGETED ATTACKS: BEYOND TODAY AND TOMORROW" http://www.aavar.org/avar2010/19112011-07-stefan-surviving.html

30 paper AVAR 2010 dapat di lihat di http://www.aavar.org/avar2010/program.html.

Untuk informasi AVAR 2010 dan mengikuti AVAR 2010, silahkan kunjungi situs resmi AVAR 2010 http://www.avar2010.org

Siapa tak kenal Facebook dan Twitter? Pengguna Internet era ini pasti nyaris tak bisa lepas dari dua ajang gaul dunia maya itu. Facebook dan Twitter merupakan implementasi dari web 2.0. Apa itu web 2.0? Ini merupakan generasi terkini yang paling mendunia dari web, dimana semua pengguna web dapat mempublikasikan dan menerima informasi secara bebas, untuk saling berkolaborasi dan sosialisasi. Jika di era web 1.0 kita hanya dapat mengakses informasi saja, dengan segala keterbatasannya, maka di web 2.0 kita dapat membagikan informasi yang kita punya, baik itu bersumber dari kita sendiri atau dari sumber lain. Kita juga dimungkinkan langsung berinteraksi dengan sesama pengguna web.

Dengan semua kelebihan itu, tak heran jika web 2.0 membuat banyak orang tertarik menggunakan Internet. Mereka yang awalnya tidak kenal dunia maya, menjadi penasaran dan ingin mencoba, sebab kehebohan daya tarik web 2.0 ini. Memang menyenangkan, bahkan mencandui sebagian orang. Sehari saja tidak mengakses Facebook atau Twitter, rasanya ada yang kurang.

Sayangnya masih banyak orang belum sadar bahwa semua kemudahan berbagi dan mengakses informasi itu disertai dengan ancaman lain, yaitu malware yang juga memanfaatkan celah-celah yang ada.

Seperti kita tahu, beragam aplikasi web 2.0 tidak hanya digunakan di rumah, namun juga di lingkungan korporat. Berarti ada banyak data penting perusahaan yang dapat menjadi target para pencipta malware. Pengguna sendiri tidak sadar bahwa dirinya menjadi target serangan, karena terlalu asik menikmati banyak kemudahan, bahkan juga asik bersosialisasi memperluas jejaring pertemanan maupun bisnis. Yang lebih parah adalah jika pengguna tidak tahu kalau dirinya justru membantu serangan tersebut dan juga menjadi korbannya. Dari laboratorium virus kami, terlihat bahwa jejaring sosial kian popular menjadi sasaran pembuat malware. Setiap tahun, jumlah sampel malware yang berhubungan dengan jejaring sosial berlipatganda dibanding tahun sebelumnya.

Konsep anyar yang ditawarkan web 2.0 adalah mengubah gaya navigasi klasik menjadi jauh lebih interaktif. Bahkan pengguna bisa terus berhubungan melalui web 2.0 dengan perangkat bergeraknya seperti ponsel. Ya, ini seperti pemahaman dimana manusia terus menerus terhubung satu sama lain dengan web 2.0 sebagai medianya, dan beragam perangkat canggih yang mendukung. Dimana saja, kapan saja.

Malware Sebelum Web 2.0

Kini kita coba telaah apa yang membuat malware ikut menjadikan web 2.0 sebagai sasaran utamanya. Bagaimana malware menyebar sebelum era web 2.0? Perjalanan virus komputer dan malware kira-kira sama dengan perjalanan informasi itu sendiri. Di masa lalu, informasi secara fisik dipindahkan dari satu komputer ke komputer lain menggunakan media penyimpanan yang bervariasi. Pada awal tahun 1980-an, informasi menyebar melalui jejaring data pribadi yang mahal. Baru kemudian perlahan jaringan tersebut mulai digunakan oleh kalangan pebisnis untuk email dan transmisi informasi. Pada akhir dekade 1990 mulai banyak kasus serangan virus pada komputer di ranah pribadi dan bisnis, yang biasanya menyerang melalui email.

Tanpa terasa World Wide Web begitu cepat berkembang menjadi sebuah platform yang sangat bernilai bagi pertukaran informasi, perdagangan global, dan produktivitas dunia kerja. Perlahan tapi pasti, kita sadar bahwa tak semua informasi bisa kita bagi ke semua orang. Di sinilah kita ketahui bahwa informasi menjadi sangat berharga, hanya layak dibagikan ke pihak tertentu dan menjadi berbahaya ketika bocor atau rusak.

Selama itu juga muncul yang disebut dengan Era worm internet, dimana terjadi serangan Code Red, Blaster, Slammer dan Sasser ke sejumlah jaringan korporat. Tidak ketinggalan virus Melissa yang juga menyerang email, serta datang melalui pesan instan atau aplikasi peer-to-peer. Semua menargetkan Microsoft, sebab memang sistem operasi itu paling banyak dipakai. Mereka menghadapi semua serangan itu dengan penambahan firewall, dam menjalankan sejumlah mekanisme mitigasi anti-worm. Pengguna juga diajak untuk rajin memperbarui aplikasi pengaman Windows.

Mengapa web 2.0 Menjadi Sasaran Empuk Malware dan Penjahat Cyber?

Dalam tahun-tahun terakhir, situs jejaring sosial menjadi salah satu sumber informasi paling popular di Internet. RelevantView dan eVOC Insights memprediksi bahwa pada tahun 2009 situs jejaring sosial digunakan oleh 80% pengguna Internet seantero dunia, yang artinya lebih dari satu miliar orang. Pertumbuhan popularitas ini sudah pasti diketahui oleh para penjahat krinimal dunia maya. Maka tak heran sejumlah situs menjadi sasaran utama malware dan spam, di samping sejumlah tindak kejahatan lain.

Situs jejaring sosial seperti Facebook, MySpace atau Twitter, telah memukai jutaan pengguna Internet, sekaligus juga pelaku kriminal cyber.

Struktur umum serangan malware di Web 2.0

Separah apakah serangan terhadap jejaring sosial ini?

Pada Januari 2008, sebuah aplikasi Flash bernama Secret Crush yang berisi link ke program AdWare terdapat pada Facebook. Lebih dari 1,5 juta pengguna mengunduhnya sebelum disadari oleh administrator situs.

Kaspersky Lab pada Juli 2008 mengidentifikasi sejumlah insiden yang melibatkan Facebook, MySpace dan VKontakte. Net-Worm.Win32.Koobface. menyebar ke seluruh jaringan MySpace dengan cara yang sama dengan Trojan-Mailfinder.Win32.Myspamce.a, yang terdeteksi di bulan Mei.

Twitter tak kalah jadi target, ketika pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mengunduh Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco. LinkedIn juga tak luput dari serangan malware pada Januari 2009, dimana penguna ditipu agar mengklik profil sejumlah selebriti, padahal mereka sudah mengklik link ke media player palsu. Sebulan kemudian YouTube menjadi incaran malware.

Bulan Juli 2009 kembali Twitter menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mempu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua follower.

Semua kasus itu hanya sebagian dari begitu banyak kasus penyebaran malware di seantero jejaring sosial.

Ancaman Utama yang Mengintai Web 2.0

Akhir tahun 2008 Kaspersky Lab mengumpulkan lebih dari 43.000 file berbahaya yang berhubungan dengan situs jejaring sosial. Salah satu worm yang paling terkenal menyerang situs jejaring sosial adalah Koobface yang terdeteksi sebagai Net-Worm.Win32.Koobface. Worm ini popular saat sekitar setahun lalu menyerang akun Facebook dan MySpace.

Struktur umum serangan ke web 2.0 biasanya terdiri dari tiga langkah:

1. Pengguna menerima link dari teman berupa informasi enarik, misalnya video klip.

2. Pengguna diminta untuk menginstal program tertentu agar bisa menonton video itu.

3. Setelah diinstal, program ini diam-diam mencuri akun pengguna dan meneruskan trik serupa ke pengguna lain

Metode itu hampir sama dengan cara worm menyebar melalui email. Worm yang terdistribusi melalui situs jejaring sosial hampir 10 % sukses menginfeksi. Koobface juga memberi link ke program antivirus palsu seperti XP Antivirus dan Antivirus2009. Program spyware tersebut juga mengandung kode worm.

Ancaman ke situs jejaring sosial jauh lebih mengerikan dari ke email. Mengapa? Selain terinfeksi worm, akun yang bersangkutan juga menjadi korban botnet, bahkan si pemiliknya juga terkena imbasnya. Botnet mampu mencuri nama dan pasword pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan pihak lain, seperti permintaan transfer uang. Jadi yang menjadi korban bukan hanya akunnya, melainkan pemilik akun itu sendiri, serta pihak lain yang dikirimi pesan palsu.

Sisi Lemah Manusia

Satu hal paling penting dari serangan terhadap web 2.0 adalah faktor komponen kelemahan manusia ,terutama ketika berhadapan dengan pengguna yang tidak paham bahwa komputernya sudah terinfeksi.

Situs jejaring sosial masa kini menawarkan kostumisasi tambahan dan fungsi berfitur kaya untuk berbagi konten personal, file foto, atau multimedia dengan sebanyak mungkin orang di dunia maya. Situs ini memungkinkan pengguna berbagi pikiran dan minat dengan sesama teman atau komunitas. Secara umum, pengguna situs jejaring sosial saling percaya satu sama lain. Ini artinya jika mereka menerima pesan dari temannya, maka akan langsung mengkliknya begitu saja tanpa kecurigaan pesan itu sudah disisipi oleh malware.

Hari ini masih banyak orang yakin bahwa menggunakan browser Web sama dengan melakukan window shopping atau pergi ke perpustakaan di dunia nyata. Takkan ada yang terjadi tanpa sepengetahuan mereka. Padahal di Web, sekali saja kita mengklik link yang salah, atau tanpa disengaja, maka sama artinya sudah mempersilakan pencuri atau pengintai masuk ke rumah kita. Ya, pencuri atau penyadap di dunia maya tidak kasat mata seperti halnya di dunia maya.

Ambil contoh, aplikasi penyingkat URL yang sering diperlukan di mikroblog seperti Twitter. Karena katakter pesan hanya dibatasi hingga 140 karakter, maka pengguna harus menggunakan aplikasi penyingkat URL saat menyisipkan link ke situs lain. Aplikasi penyingkat URL seperti TinyURL, Is.gd atau Bit.ly tidak akan memperlihatkan nama URL yang sesungguhnya. Cukup keterangan saja dan link yang sudah mereka ringkas. Bayangkan jika akun si pengguna sudah disusupi Botnet tanpa ia sadari. Botnet akan menggunakan akun Twitter-nya, memposting "Klik foto saya yang imut ini" lalu diikuti URL yang sudah diringkas, maka teman-temannya akan langsung mengklik. Malware yang terkandung dalam link itu akan membawa si korban ke situs lain yang memang sudah dipersiapkan untuk"menjebaknya".

Situs jejaring sosial seperti Facebook biasanya berkolaborasi dengan situs-situs lain agar bisa saling terkoneksi. Mereka ini disebut sebagai partisi ketiga, alias pihak ketiga setelah facebook itu sendiri, dan penggunanya. Banyak kasus dimana partisi ketiga justru dijadikan vektor alias "kendaraan" dari penyerang.

Ada dua pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk mendalami masalah ini:

  1. Berapa banyak pengguna Facebook menambahkan aplikasi partisi ketiga di profilnya?
  2. Berapa banyak yang mereka ketahui mengenai apa yang sesungguhnya dilakukan oleh aplikasi partisi ketiga itu?

Di atas kertas, para pakar mengatakan bahwa Facebook maupun jejaring sosial lain harus memikirkan ulang cara mereka mendesain dan mengembangkan application programming interface (API). Disebutkan bahwa provider jejaring sosial semestinya berhati-hati dalam mendesain platform dan API. Mereka harus hati-hari dengan teknologi sampingan yang dipakai para klien, misalnya JavaScript. Operator situs jejaring sosial sebaiknya memiliki developer yang cukup ketat dalam penggunaan API, yaitu yang mampu memberi akses ke sumber yang hanya benar-benar berhubungan dengan sistem.

Setiap aplikasi yang berjalan di situs jejaring sosial juga semestinya ada di lingkungan terisolasi untuk mencegah interaksi aplikasi dengan host Internet lainnya yang tidak berpartisipasi dalam situs tersebut.

Isu Privasi

Malware bukan hanya satu-satunya masalah ketika kita bicara mengenai situs jejaring sosial. Bagaimana data-data pribadi para pengguna bisa aman adalah pertanyaan lainnya. Lalu, seberapa susahnya sesungguhnya kita melindungi diri sendiri dan data-data kita di situs jejaring sosial?

Ketika orang jahat mendesain serangannya dengan apik, maka para pengguna perlu meningkatkan standar kewaspadaan keamanannya. Advis seperti "Jangan membuka file yang diterima dari sumber yang tidak diketahui" sudah tak lagi berguna, sebab aktivitas serangan sudah mampu menyamar dalam identitas teman yang kita kenal baik. Ini artinya kita bahkan tidak bisa mempercayai pesan atau file yang dikirimkan teman kita sendiri.

Salah satu lapisan perlindungan yang bisa ditambahkan ke browser adalah yang dapat mencegah eksploit. Pengguna sebaiknya melindungi dirinya dari worm XSS dengan hanya mengizinkan eksekusi kode JavaScript dari sumber terpercaya. Pengguna juga semestinya seminim mungkin berbagi alamat pribadi seperti nomor telepon, alamat rumah, dan informasi personal lain. Memang agak sulit membatasi mana yang boleh dibagi dan yang tidak di situs jejaring sosial. Pada dasarnya setiap orang butuh privasi di belantara dunia maya. Jangan sampai juga kita menjadi korbam trik phishing klasik, terutama ketika muncul laman situs baru saat mengklik aplikasi partisi ketiga yang meminta kita melakukan log-in mengisikan nama, dan sejumlah data pribadi lain. Jika kita ragu atas keaslian laman itu, ada bagusnya kita kembali ke laman asli Facebook dengan mengetik ulang www.facebook.com.

Memang dibutuhkan perlindungan banyak lapis. Solusi keamanan Internet seperti anti-malware adalah pilihan terbaik, namun itu pun diperlukan update yang intens. Pengguna harus terus meningkatkan kewaspadaan dan tingkat keamanannya, sebab penyerang juga akan terus memperbanyak strategi.

Semua kasus yang kita bahas di atas hanya sebuah awal saja. Serangan terhadap situs jejaring sosial kini sudah ada dalam beragam tingkatan, mulai dari malware sampai phishing. Pelaku kriminal dunia cyber akan menggunakan vektor ke web 2.0 lebih dan lebih banyak lagi demi menyebarkan aplikasi berbahayanya. Namun evolusi serangan ke web 2.0 akan seiring juga dengan evolusi yang dilakukan web 2.0 itu sendiri.

Berikut adalah evolusi yang tengah terjadi pada web 2.0:

· Mobilitas – baik konten maupun tampilan untuk mengaksesnya akan lebih mobile, sehingga keterhantungan pada hardware untuk mengakses serta lokasi fisiknya akan berkurang. Makin bervariasi platform yang dipakai akan mempersulit pembuat malware untuk menerobosnya. Mereka akan kesulitan mengenai sistem operasi dan hardware apa yang akan dipakai si pengguna,.

· Lokalisasi dan kontekstualisasi – Konten dan interface mobile membuat layanannya menjadi lebih baik bagi si pengguna. Semua disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Penjahat cyber mau tak mau juga akan memberlakukan perubahan paradigma ini untuk meningkatkan serangannya.

· Interoperabilitas – Jejaring sosial memungkinkan kita terkoneksi satu sama lain, maka harus ada sistem keamanan yang dibangun oleh jejaring dan penggunanya sendiri. Problem keamanan ini bisa mudah ditingkatkan jika jejaring sosial itu mulai menyatukan layanannya.

Referensi:

1. Attacks on social networking sites by Sergey Golovanov, Alexander Gostev, Oleg Zaitsev and Vitaly Kamluk - http://www.viruslist.com/en/analysis?pubid=204792051#12

2. Drive-by downloads. The Web under siege by Ryan Naraine - http://www.viruslist.com/en/analysis?pubid=204792056

3. The Changing Face of Social Networking - Move over MySpace, There's a New Kid in Town by eVOC Insights and RelevantView

4. Antisocial Networks: Turning a Social Network into a Botnet by E. Athanasopoulos1, A. Makridakis1, S. Antonatos1, D. Antoniades1, S. Ioannidis1, K. G. Anagnostakis2, E. P. Markatos1

5. Facebook: Threats to Privacy by Jones, Harvey, & José Hiram Soltren

6. http://www.phishtank.com/stats/

7. Web 2.0 by Wikipedia, the free encyclopedia - http://en.wikipedia.org/wiki/Web_2.0

8. List of social networking websites by Wikipedia, the free encyclopedia - http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_social_networking_websites

9. Zero Day by Ryan Naraine and Dancho Danchev - http://blogs.zdnet.com/security/

Problema Utang Pemerintah

CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO

Utang pemerintah rasanya sudah hampir identik dengan keuangan
pemerintah kita. Pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, utang luar
negeri kita juga bertumpuk-tumpuk dan sangat ruwet. Ini yang kemudian
dicoba diurai dalam beberapa kali restrukturisasi dengan fasilitator
Dr Herman Abs, petinggi dari Deutsche Bank, Jerman.

Langkah itulah yang menjadi awal dari kebijakan utang pemerintah pada
zaman Orde Baru dan terus bergulir sampai saat ini. Dengan berbagai
cara, utang luar negeri tersebut masih juga mewarnai APBN kita
meskipun dalam porsi yang sudah jauh lebih kecil dari jumlah
keseluruhan anggaran kita.

Dewasa ini, jumlah utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.600
triliun. Dari jumlah tersebut, bagian utang luar negeri mencapai 60
miliar dollar AS. Jumlah ini turun naik di level tersebut meskipun
sudah dicoba dikurangi dengan melakukan pelunasan lebih besar dari
penarikan utang baru.

Sebagian kenaikan terjadi karena komponen utang luar negeri yang
menggunakan mata uang, misalnya yen, menguat tajam terhadap dollar AS.
Apakah ada kemungkinan jumlah tersebut dikurangi ke level yang lebih
rendah lagi?

Bagaimana pun juga, utang luar negeri kita pernah menjadi beban yang
sangat berat saat kita mengalami krisis tahun 1998. Dengan demikian,
jika kita memiliki kesempatan untuk mengurangi, seyogianya kesempatan
tersebut dimanfaatkan. Kesempatan itu umumnya timbul dalam keadaan
keuangan pemerintah yang cukup kuat.

Beberapa tahun lalu, pemerintah juga melunasi sepenuhnya utang kita
terhadap IMF. Pelunasan tersebut lebih didorong oleh tekanan politik
yang ingin melepaskan kita dari keterikatan yang besar kepada IMF.

Namun demikian, pelunasan utang pemerintah terhadap IMF tersebut jauh
lebih mudah dibandingkan dengan pelunasan utang pemerintah lainnya.
Kenapa demikian?

Utang Bank Indonesia

Utang pemerintah dari IMF sebetulnya adalah utang Bank Indonesia. Ini
terjadi karena utang dari IMF pada hakikatnya adalah dukungan terhadap
penguatan cadangan devisa (balance of payments support) sehingga
uangnya tidak masuk ke dalam struktur APBN pemerintah.

Dengan demikian, pelunasannya pun juga hanya perlu mempertimbangkan
kuat tidaknya cadangan devisa BI. Pada saat BI merasakan bahwa
cadangan devisa sudah memadai, keberanian pun timbul untuk melunasi.
Dalam hal ini, pemerintah tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun
untuk pelunasan ini.

Berbeda dengan hal tersebut, utang luar negeri pemerintah yang ada
dewasa ini merupakan bagian yang sungguh-sungguh dipergunakan
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, penguatan aparatur
pemerintah, dan keperluan lain. Utang tersebut masuk ke dalam struktur
APBN kita sehingga untuk pelunasannya pun memerlukan dana dari
pemerintah.

Jika keuangan pemerintah sangat memadai untuk pelunasan, maka
pemerintah perlu menakar apakah devisanya memadai untuk itu. Dua hal
tersebut yang jadi pertimbangan jika kita ingin melunasi utang luar
negeri.

Jika kita telaah lebih dalam, keuangan pemerintah dewasa ini bisa
dikatakan sangat kuat. APBN kita dari tahun ke tahun, meskipun masih
defisit, semakin berkembang dengan pembiayaan yang berasal dari pajak
dan penerimaan bukan pajak. Ini termasuk dari penarikan utang dalam
negeri (dengan penjualan Surat Utang Negara dan Surat Perbendaharaan
Negara) maupun penarikan luar negeri baik yang bersifat konsesional
dari Bank Dunia ataupun lembaga pemerintah negara lain, maupun yang
berasal dari pasar, baik untuk mata uang dollar AS maupun yen (Samurai
Bond).

Rekening pemerintah

Dari sisi penyerapan anggaran, umumnya hanya 94 persen dari anggaran
pengeluaran yang akhirnya terserap sehingga sisanya merupakan sisa
anggaran yang menumpuk dalam rekening pemerintah di BI dan bank-bank
umum.

Pada bulan Agustus 2010, jumlah rekening pemerintah di BI mencapai
lebih dari Rp 190 triliun dan di bank-bank umum mencapai lebih dari Rp
60 triliun. Jumlah itu secara keseluruhan mencapai Rp 250 triliun.

Dengan melihat fakta-fakta itu, pemerintah tentunya dapat memanfaatkan
untuk pembiayaan APBN tahun selanjutnya atau untuk crash program (yang
disetujui DPR) stimulasi, misalnya untuk pembiayaan infrastruktur.
Namun, nyatanya, tekad semacam itu tak juga terlaksana sampai hari ini
sehingga setiap tahun jumlah rekening ini semakin bertambah besar.

Pada zaman Presiden Bill Clinton, selama tiga tahun terakhir
pemerintahannya, Amerika Serikat juga mengalami surplus dalam APBN-
nya. Surplus tersebut akhirnya digunakan sebagian untuk pelunasan
utang mereka. Itulah sebabnya, pada akhir pemerintahan Presiden
Clinton tahun 2000, utang Pemerintah AS masih dalam kendali yang cukup
kuat dan berada pada level 5,7 triliun dollar AS. Dewasa ini, utang
Pemerintah AS sudah mendekati 14 triliun dollar AS atau mendekati 100
persen dari PDB. Ini berarti, selama kesempatan masih ada untuk
mengurangi beban itu, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan.

Sementara itu, kekuatan cadangan devisa kita juga semakin besar. Akhir
tahun ini (atau mungkin bahkan akhir bulan ini), cadangan devisa kita
akan mencapai sekitar 90 miliar dollar AS dan tidak lama lagi akan
melampaui 100 dollar miliar AS.

Jumlah cadangan devisa yang besar merupakan beban yang besar bagi BI.
Sebab, setiap dollar yang dimiliki BI hanya menghasilkan bunga
mendekati nol persen, sedangkan biaya untuk memeliharanya, yaitu
antara lain dengan pengeluaran SBI, mencapai 6,5 persen per tahun.
Utang luar negeri pemerintah memberikan beban bunga yang jauh lebih
tinggi dari itu. Ini berarti, pelunasan utang luar negeri oleh
pemerintah akan mengurangi beban keuangan BI sekaligus beban keuangan
pemerintah.

Ada suasana win-win jika keputusan semacam itu diambil. Oleh karena
itu, yang paling penting adalah mencari modalitas yang paling baik,
utang-utang pemerintah manakah yang perlu menjadi prioritas untuk
segera dilunasi. Menurut pendapat saya, utang yang menggunakan mata
uang kuat seperti yen harus memperoleh prioritas pertama.

Dengan kekuatan keuangan pemerintah yang ada saat ini, pemerintah
dapat menargetkan pengurangan utang luar negeri pemerintah sebesar 20
miliar dollar AS sampai akhir masa pemerintahan kedua Presiden SBY.
Ini berarti, pemerintah harus melakukan pelunasan sekitar 5 miliar
dollar AS setiap tahun. Jumlah tersebut sangat mungkin kita lakukan
dengan cadangan devisa yang ada.

Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo Pemerhati Ekonomi

http://cetak.kompas.com/read/2010/10/25/04182943/.problema..utang.pemerintah

Andai Saya Gubernur DKI

Andai Saya Gubernur DKI
Firdaus Cahyadi, KNOWLEDGE SHARING OFFICER FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT, ONEWORLD-INDONESIA

Saya akan mengeluarkan kebijakan radikal untuk membenahi Kota Jakarta.
Perpaduan dampak buruk perubahan iklim dan kegagalan pembangunan tidak bisa dibenahi dengan cara biasa-biasa saja, harus dengan cara yang radikal dan berani.

Senin, 25 Oktober 2010, Kota Jakarta benar-benar lumpuh. Kemacetan lalu lintas terjadi di hampir setiap ruas jalan. Tidak hanya macet, sebagian Kota Jakarta juga sudah mulai kebanjiran. Semua moda transportasi di kota ini menjadi lumpuh.

Kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek juga mengalami keterlambatan akibat beberapa stasiun terendam air. Bahkan bus Transjakarta, moda transportasi kebanggaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pun juga lumpuh.

Namun untunglah ada isu perubahan iklim, sehingga hujan dengan intensitas tinggi sebagai dampak dari perubahan iklim segera menjadi kambing hitam dari kekacauan Kota Jakarta. Dampak buruk perubahan iklim memang bukan lagi sebatas wacana, namun memang benar-benar sudah menjadi kenyataan. Tapi benarkah itu menjadi penyebab dari semua kekacauan di Kota Jakarta? Perpaduan sempurna antara dampak buruk perubahan iklim dan kegagalan model pembangunan Kota Jakarta menjadi penyebab kekacauan kota ini. Lihat saja, meskipun luas tanah di Jakarta semakin sempit, pembangunan kawasan komersial baru tetap dipacu. Bahkan jika tanah Jakarta sudah tidak mencukupi, pantai pun harus direlakan untuk direklamasi guna memuaskan nafsu serakah para pemilik modal dalam membangun kawasan komersial baru dan tentu saja juga permukiman mewah bagi orang-orang kaya di kota ini.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Procon Indah memperkirakan, dalam kurun waktu 2008 hingga 2010 terdapat sekitar 13 pusat belanja baru di Jakarta. Menurut riset tersebut, 40 persen penambahan pusat belanja akan berada di Jakarta Utara, 20 persen akan berada di Jakarta Selatan, dan 18 persen di Central Business District (CBD) Jakarta. Sedangkan sisanya akan tersebar di berbagai daerah di Jakarta lainnya. Luas pusat belanja di Jakarta pun diperkirakan akan mencapai 3,33 juta meter persegi.

Padahal dampak nyata dari meningkatnya jumlah dan luas pusat belanja di Jakarta adalah makin hilangnya daerah resapan air di kota ini. Alih fungsi kawasan ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan air lainnya menjadi pusat belanja dan kawasan komersial lainnya adalah fakta yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah gelap pembangunan Kota Jakarta.

Hutan kota di kawasan Senayan, misalnya, yang pada tahun 1965-1985 diperuntukkan bagi kawasan RTH, kini telah berubah fungsi menjadi hutan beton untuk kawasan komersial. Begitu pula hutan kota di Tomang, Pantai Kapuk, Kelapa Gading, dan Sunter.

Hutan kota, yang seharusnya mampu menyerap air ketika hujan turun, kini sudah hilang. Akibatnya, lebih dari 50 persen air hujan yang turun di Jakarta menjadi air larian (run off) dan masuk ke sistem drainase kota. Celakanya, sistem drainase Jakarta juga buruk, sehingga tidak maksimal dalam mengalirkan air larian tersebut ke laut. Fakta itu pernah diungkapkan oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta sejak

2007. Lembaga yang mengurusi lingkungan hidup di Jakarta itu menyebutkan bahwa menyusutnya daerah resapan air, baik berupa situ maupun ruang terbuka hijau, oleh aktivitas pembangunan, telah menyebabkan dari 2.000 juta per meter kubik air hujan yang turun di Jakarta tiap tahun, hanya 26,6 persen yang terserap dalam tanah. Sementara itu, sisanya, 73,4 persen, menjadi air larian, yang berpotensi menimbulkan banjir di perkotaan.

Bukan hanya BPLHD DKI Jakarta yang sudah "mengingatkan"pemerintah akan potensi terjadinya bencana ekologi di Kota Jakarta. Beberapa LSM dan pakar dari perguruan tinggi juga telah sering mengingatkan. Cara mengingatkannya pun beraneka ragam, dari cara yang paling santun hingga menggelar unjuk rasa di ruang publik. Namun suara-suara itu seperti membentur dinding-dinding kantor Gubernur DKI Jakarta. Hingga kini, seperti nya Gubernur DKI Jakarta masih menganggap Kota Jakarta masih baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Terbukti, pembangunan kawasan komersial baru masih saja diizinkan berdiri di Jakarta. Tuntutan warga kota agar pemerintah memperluas RTH ditanggapi Pemprov DKI Jakarta dengan menggusur warga miskin kota yang kebetulan menempati secuil tanah-tanah ilegal. Sementara itu, gedung-gedung megah yang menggusur RTH secara luas, namun legal, tetap dibiarkan berdiri megah.

Penderitaan warga Kota Jakarta sudah tidak dapat ditoleransi. Sudah cukup warga kota menderita akibat kemacetan lalu lintas, banjir, dan polusi udara di Jakarta.

Peningkatan biaya kesehatan dan sosial warga Jakarta akibat kegagalan model pembangunan harus dihentikan. Andai saja saya menjadi seorang Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta yang dipilih langsung oleh warga kota. Saya akan mengeluarkan kebijakan radikal untuk membenahi Kota Jakarta. Perpaduan dampak buruk perubahan iklim dan kegagalan pembangunan tidak bisa dibenahi dengan cara biasabiasa saja, melainkan harus dengan cara yang radikal dan berani.

Pertama, sebagai Gubernur DKI Jakarta, saya tidak akan lagi mendengarkan nasihat para konsultan pembangunan dan juga lobi dari pemilik modal yang selalu mengatakan bahwa Kota Jakarta masih layak bagi pembangunan kawasan komersial baru. Segala argumentasi teknis yang mereka sampaikan secara tertulis akan saya masukkan dalam kotak sampah.

Kedua, saya akan segera mengubah paradigma pembangunan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jakarta.

Di dalam RTRW Kota Jakarta, saya tidak akan lagi menjadikan Kota Jakarta menjadi kota jasa yang bertaraf internasional.

Kota Jakarta cukup menjadi pusat pemerintahan, bukan pusat bisnis. Untuk itu, saya akan mengubur mimpi saya yang ingin menjadikan Kota Jakarta seperti Singapura. Jakarta adalah sebuah ibu kota negara Indonesia yang luas, tidak seperti Singapura.

Ketiga, saya akan mengeluarkan kebijakan moratorium (jeda) bagi pembangunan kawasan komersial baru di Jakarta. Dengan ini pula saya akan membatalkan proyek reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta, yang semula diperuntukkan sebagai penambahan lahan bagi kawasan komersial baru. Selama masa moratorium itu pula, saya akan mengkaji dengan seksama, kawasan komersial apa saja yang seharusnya dipindahkan ke luar Kota Jakarta.

Keempat, saya secara bertahap akan memindahkan kawasan komersial ke luar Kota Jakarta. Ini merupakan sebuah kebijakan yang sulit, namun saya yakin ini yang harus dikerjakan untuk menyelamatkan warga kota dari sebuah penderitaan panjang. Namun, sayang seribu sayang, saya bukan seorang Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta. Saya hanyalah salah satu dari jutaan warga yang selama ini menjadi korban kegagalan model pembangunan Kota Jakarta. Dan saya hanya bisa menanti dan menjadi saksi kehancuran kota ini. ●

http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/10/27/ArticleHtmls/27_10_2010_012_021.shtml?Mode=1

Tom Cruise, Menkominfo dan Bencana Alam Nasional

Ada kejadian luar biasa yang saya alami dalam beberapa jam terakhir. Tepatnya tanggal 26 Oktober 2010, sekitar jam 19-20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat. Saya sedang memantau perkembangan Merapi dan dikejutkan dengan berita di media dan di Internet, bahwa pada saat bersamaan, terjadi letusan Gunung Merapi yang sudah dimulai semenjak sore menjelang senja.Namun kehebohan letusan tersebut baru saya sadari ketika media menampilkan tayangan yang memperlihatkan tingkat letusan dan sebaran awan panas yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwa manusia.

Saya segera memantau account Twitter dan mendapatkan berita yang simpang siur mengenai kondisi Merapi. Untunglah saya mendapatkan sumber informasi dari relawan Combine, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Jogja, yang menggunakan tautan di #jalinmerapi. Dari situ saya mendapatkan informasi betapa proses evakuasi mengalami hambatan, dikarenakan awan panas sedang mengobrak-abrik wilayah lereng Merapi.

Kebetulan saya juga mengikuti account twitter milik Tifatul Sembiring dan beberapa account media lainnya. Namun, yang membuat saya heran, pada saat media ramai membicarakan masalah krisis Merapi, account Twitter Menkominfo ini, malah berisikan update tentang pernyataan pribadinya tentang masalah azab, agama, dalil, ayat dan persoalan moral yang dijelaskan secara terus menerus dalam beberapa jam terakhir.

Bukan saya mengabaikan kebebasan berpendapat atau ruang berceramah yang dilakukan oleh bapak Mentri kita. Tetapi yang saya sesalkan, pada saat bersamaan, saya menemukan kerancuan, bahwa Pak Tifatul Sembiring tidak melakukan proses pemantauan atau pengendalian informasi yang disebarkan media elektronik dan internet yang pada saat yang sama, sedang melakukan reportase krisis Merapi.

Lho? Gimana sih? Kok mentri komunikasi dan informasi tidak melakukan kordinasi dengan rekan-rekan media yang sedang sibuk mengirimkan dan menyiarkan informasi Merapi terkini? Mengapa beliau asyik berkutat dengan pribadinya yang sedang sibuk membedah dalil?

Tidak ada yang salah dengan kegiatan kita terhadap ibadah dan agama kita. Tetapi, sebagai seorang menteri yang bertanggung jawab terhadap keberadaan akses informasi media secara nasional, adalah hal yang aneh bila dia tidak melakukan tugasnya sebagai MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI di saat yang luar biasa genting seperti hari ini.

Teguran pun melayang. Uni Z. Lubis, Chief Editor News and Current Affairs ANTV, tidak bisa menahan gemasnya untuk memberikan teguran kepada bapak menteri kita yang satu ini. Melalui Twitter, Uni Z. Lubis menuliskan sebagai berikut :

Nah Lho!

Beberapa menit sebelumnya, saya mencoba menanyakan ke Tifatul Sembiring untuk perhatiannya ke masalah Bencana Merapi dan Mentawai. Saya terpaksa bertanya sebanyak 2 kali, untuk mendapatkan respon beliau :

Entah sadar atau tidak, dalam 2 menit kemudian, sang Menkominfo merubah semua kicauan Twitternya menjadi tanggap ke masalah bencana Merapi!

Alhamdulillah!

Akhirnya sang Menteri ini bisa meninggalkan sejenak dunia personalnya, kembali mengurus persoalan Negara yang sedang dilanda bencana ini.Nah, permasalahannya sebenarnya nggak berhenti sampai di situ. Yang menjadi pertanyaan dasar saya adalah, sebenarnya bagaimana proses penanganan atau Standar Operating Prosedure dari pemberian informasi kepada publik dan media terhadap kasus bencana nasional?

Apakah negeri ini mempunyai SOP yang jelas dalam penanganan masalah ini. Sebab, dalam 2 hari belakangan ini, terlihat betapa simpang siurnya bagaimana Negara menjawab pertanyaan rakyatnya, mengapa terjadi sebuah bencana?

Kita lihat Fauzi Bowo, gubernur Jakarta yang hanya senyum dan melambaikan tangan terhadap pertanyaan wartawan yang menanyakan masalah banjir kepadanya. Beliau tidak bisa memberikan informasi yang jernih dan akibatnya menjadi bulan-bulanan publik. Sementara, media terlihat mengecam habis-habisan terhadap permasalahan bencana dan tidak satu suara dengan pemerintah. Lho ada apa ini? Bukankah SOP masalah penanganan bencana juga harus terintegrasi dengan SOP pemberian informasi kepada public lewat media?

Artinya, harus ada kesatuan suara dari pemerintah untuk menangani bencana dan satu suara untuk memberikan pernyataan dan kesigapan mereka memberikan informasi kepada media dan rakyat. Lalu, apa yang terjadi dengan kasus dagelan malam ini yang justru terjadi pada titik penting : Seorang Menteri Komunikasi dan Informasi? Seorang Menteri yang sangat mempunyai kekuatan strategis bergandengan dengan media dan seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap pemberian dan pencarian informasi bencana nasional.

Maka, yang terjadi, kita melihat sebuah ketidakjelasan sikap pemerintah, media dan rakyat terhadap informasi tentang bencana.

Yang seharusnya dilakukan oleh MENKOMINFO, seharusnya sudah membuat Media Crisis Center yang bertugas focus terhadap masalah bencana nasional dalam beberapa hari belakangan ini. Tingkah laku pribadi dan kepentingan pribadi, seharusnya tidak ditunjukkan, manakala bencana itu sedang berlangsung dan sedang DILAKUKAN PROSES PENYIARAN dan reportase secara terus menerus. MENKOMINFO seharusnya memantau setiap detik proses penyiaran di media elektronik dan Internet. Ia sudah harus ada di garis START awal, bukannya menunggu ditegur untuk bergerak.

Tapi biar bagaimanapun, saya berikan hormat kepada Pak Tifatul Sembiring yang segera memperbaiki kinerjanya dan segera tanggap kembali ke persoalan media yang sedang meliput bencana. Account di Twitternya berubah menjadi sebagai berikut :

Lega rasanya, berhasil , membuat beliau berubah dalam hitungan menit. Mungkin hanya kebetulan saja. Tetapi perubahan kicauan di Twitter yang dilakukan MENKOMINFO , sangat menyejukkan masyarakat Jogja yang memantau perkembangan bencana lewat situs jejaring sosial. Bahwa, tidak semua pejabat Negara yang pasif dalam memantau bencana atau lambat seperti Pak Presiden kita yang sampai saat ini belum mengeluarkan pernyataan atas persoalan bencana di negeri ini. Padahal, kalau di Amerika Serikat atau Negara-negara maju lainnya, pernyataan Presiden terhadap bencana alam harus sudah disiarkan beberapa jam setelah bencana itu berlangsung. Karena Presiden langsung bertindak sebagai pimpinan operasi penyelamatan nasional yang menggabungkan berbagai elemen bangsa untuk cepat tanggap dan membantu masalah bencana alam.

Tapi, Presiden kita lagi kemana, sih? Apa dia nggak bisa pulang ke Indonesia dengan menggunakan pesawat kepresidenan? Barrack Obama saja harus membatalkan kunjungan kenegaraan dan segera kembali ke pusat pemerintahan manakala terjadi bencana badai di Amerika Serikat. Sementara, Presiden kita, aduh, selalu terlambat dan lamban!

Berharap kepada Dewan Perwakilan Rakyat? Hmmmm? Mereka masih liburan di Yunani bukan?

Saya lalu mencoba tidak memejamkan mata malam ini. Dan mencoba melanjutkan tulisan. Tiba-tiba saja sebuah tweet masuk. Tweet yang berasal dari seorang dari luar sana, TOM CRUISE! Benarkah? Tom Cruise pemeran film layar lebar TOP GUN dan Mission Impossible itu? Ini dia ScreenShot Twitternya :

Saya yakin, Tom Cruise tidak bisa berbahasa Indonesia. Tapi saya yakin, ia cukup pintar memanfaatkan mesin penerjeman di Internet untuk menerjemahkan maksud dan kepeduliannya terhadap bencana Merapi di Jogjakarta.

Betapa saya merasa malu, sedih dan terharu membaca tulisannya di Twitter. Tom Cruise menuliskan seperti ini

“Our hearts go out to the people of Merapi & Jakarta Indonesia”

Tuan Tom Cruise yang tidak saya kenal. Tuan yang berada ribuan kilometer di ujung dunia sebelah sana. Terimakasih atas rasa simpati tuan kepada kami. Terimakasih atas kepedulian Tuan. Kami rindu kedatangan Tuan ke negeri ini. Bawakan kami niat yang tulus dan ikhlas, rasa persahabatan dan sebentuk cinta yang peduli terhadap penderitaan ini. Terimakasih Tuan Tom Cruise. Kami lebih bangga kepada dirimu.

Bukan kepada tuan-tuan aneh, sesama bangsa kami sendiri, yang asyik berlibur ke Yunani, asyik bertransaksi dan korupsi. Tuan-tuan wakil rakyat yang berlagak insomnia terhadap nasib kami. Tuan-tuan pimpinan kami yang hanya menganggap kami hanya kumpulan data statistik, rakyat berpenghasilan kecil dan pas-pasan.

Selamat datang Tuan Tom Cruise. Datanglah ke Indonesia lebih cepat, dibandingkan Presiden kami yang sedang berada entah di mana dan Wakil Rakyat kami yang sedang melancong ke Yunani,

Salam

Sony Set

http://politik.kompasiana.com/2010/10/27/tom-cruise-menkominfo-dan-bencana-alam-nasional/

Gayus, Teroris, dan Moralitas Administrasi

Oleh Irfan Ridwan Maksum Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP UI dan Dewan Pakar IAPA


P ERHATIAN masyarakat Indonesia tersita besar pada dua kasus nasional, yakni kasus korupsi perpajakan yang menyeret pegawai pajak Gayus Tam y bunan dan kini muncul kasus pem d bobolan bank yang diduga berkaitan k dengan keberadaan teroris di Indone y sia. Kasus-kasus lain bersifat lokal m meskipun ada yang harus ditangani m secara nasional seperti persoalan ibu b kota RI. Kacamata administrasi negara d mengatakan kasus-kasus tersebut m menjadi taruhan dalam mengulas keberhasilan administrasi negara RI. u Keberhasilan itu sangat bergantung p pada banyak faktor. Apakah kita bisa s melewati kemelut ini dengan jernih d dan efektif atau makin menimbulkan g kesemrawutan manajemen pemerin G tahan, ini yang menjadi persoalan. m i Keberhasilan administrasi negara s Ukuran keberhasilan administrasi ri negara adalah jika sasaran dalam i manajemen pemerintahan yang ditu C runkan jauh bahkan dari ideologi a negara berhasil diwujudkan. Manaje a men pemerintahan itu bergantung pada governance, birokrasi, dan leaderb ship dari administrasi negara tersebut s (Turner dan Hulme:1995). ja Di sini sasaran tampak bak puncak n puncak gunung es, sedangkan gover c nance, birokrasi, dan leadership berada e di dalamnya. Dalam realitas keseha n rian, puncak-puncak gunung es itu mendapat sorotan media massa setiap t hari baik cetak maupun elektronik, baik virtual maupun nonvirtual.

Tampak kasus Gayus mewakili niat baik untuk menertibkan manajemen pemerintahan negara RI, sedangkan kasus pembobolan Bank CIMB dan teroris mewakili kepentingan yang tidak jelas. Kasus pertama juga terkait dengan irama kasus lain yang kurang lebih jika dikelola akan membawa kemaslahatan, sedangkan yang kedua terkait untuk menghalangi perhatian masyarakat terhadap niat baik tersebut. Terjadi paradoks dalam manajemen pemerintahan nasional.

Kasus Gayus menjadi uku Kasus Gayus menjadi ukuran untuk menentukan tiga pilar penegak hukum RI, yakni kejaksaan, Polri, dan KPK yang sedang dicarikan calon pemimpin pengganti di tiga tempat ini. Kasus Gayus meminta perhatian masyarakat lebih banyak terhadap institusi Polri yang berwibawa, sampai-sampai Deny Indrayana rindu pada sosok Hugeng. Kasus ini juga menyita Jakarta Lawyers Club untuk membicarakan serius apakah perlu jaksa agung karier atau dari luar.

Kasus Gayus menjadi pintu pembuka KPK untuk kasus-kasus lain sampai Bank Century. Kasus ini menjadi taruhan efektivitas administrasi negara RI yang sedang berusaha menciptakan sistem yang efektif dan efisien dalam mewujudkan ideologi negara.

Kasus tersebut tentu tidak sepi tantangan. Di tengah kejaran terhadap penuntasan kasus ini, kita menghadapi pergantian Kapolri, jaksa agung, dan pimpinan KPK. Terutama pimpinan Polri yang menjadi sorotan karena mencuat kasus pembobolan Bank n CIMB TIYOK i yang dikaitkan dengan isu teroris. Isu ini juga di awali dengan penangkapan Ba'asyir.
p Saya bahkan melihat bahwa setiap kali akan terjadi suksesi pucuk pimpinan Polri saat itu pula dalam dekade terakhir ini mencuat isu teroris, sedikitnya mencuat isu penangkapan bandar besar narkoba. Seolah dengan me ngetengahkan isu-isu tersebut, pimpinan Polri menjadi berha sil. Bisa jadi kalau kita perha tikan betul, di antara namanama jajaran pimpinan Polri yang berada di balik pena nganan kasus-kasus terse but sedang dijagokan akan menggantikan pimpinan lama.

Yang dikhawatirkan adalah bahwa kasus Ga adalah bahwa kasus Ga yus terkait dengan gu liran isu-isu tersebut ada lah dalam rangka bargain ing position petinggi Polri agar tidak perlu dilanjut kan. Sungguh ini akan me lukai administrasi negara RI. Ini sangat mungkin terjadi jika kekuatan di balik kasus Gayus lebih dominan, seperti layaknya Tragedi Se manggi untuk mengusut ke matian aktivis mahasiswa, kasus Munir, dan kasus lain yang menggantung. Inilah penyebab stagnasi administrasi negara. Moralitas administrasi negara Di Amerika, stagnasi adminis trasi pun pernah terjadi bahkan bukan hanya sekali. Stagnasi terjadi terkait dengan peristiwa ekonomi dan politik. Krisis dunia yang berawal di sana, membawa pada perubahan paradigma administrasi. Peristiwa politik pun menyumbangkan hal yang sama se perti kasus Perang Dingin dan pergantian rezim.
Kebekuan administrasi belakangan di Amerika menyangkut efektivitas swastanisasi yang mengendur sehingga muncul gerakan new public services yang memperkuat elemen masyarakat madani.

Jauh sebelumnya George Frederickson (1984) mencatat di Amerika pun pernah terjadi stagnasi administrasi negara karena rendahnya moralitas sehingga dia mengusulkan administrasi Amerika harus lebih bermoral.
Apa yang diusulkan Frederickson itu tampak cocok sekali untuk keadaan Indonesia saat ini.

Kuncinya adalah jalinan governance, birokrasi, dan leadership yang berorientasi pada lingkungan dan mengedepankan moralitas. Moralitas yang menjunjung tinggi public value seperti akuntabilitas, kejujuran, integritas, ketegasan, dan disiplin.

Kendurnya perhatian masyarakat terhadap kasus yang berupaya menertibkan administrasi ke arah tujuan negara yang betul karena tertutupi oleh kasus lain yang seolah lebih penting, menjadi kunci perlunya peran moralitas tersebut. Tentu itu harus didorong leadership yang memiliki paradigma kuat, ideologis, dan visioner.

Perubahan itu juga diperlukan agar bangsa ini tidak frustrasi dengan sistem baru yang digulirkan sejak reformasi. Jika tidak diperhatikan, tentu ini ancaman buat demokrasi. Jika demokrasi terancam, bukan tidak mungkin efektivitas administrasi negara pun terancam.


http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/10/27/ArticleHtmls/27_10_2010_021_003.shtml?Mode=0

Mengurai Benang Kusut Perizinan Peneliti Asing


Oleh Lukman Shalahuddin Kementerian Riset dan Teknologi

Kemajuan teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk aplikasi peningkatan pelayanan perizinan ini, dengan cara pembentukan pusat data yang akurat dan terpadu, dan bisa diakses berbagai pihak yang berkepentingan."

P ELAYANAN publik di Indonesia masih jauh dari memuaskan. Mengurus kartu tanda penduduk, SIM, yang melibat kan publik secara luas saja belum memuaskan, meskipun di banyak daerah, kini lini pelayanan publik ditingkatkan.
Pasalnya baik-buruknya pelayanan publik erat kaitannya dengan pencitraan aparat negara di daerah tersebut.
Lalu bagaimana dengan pelayanan publik untuk perizinan peneliti asing?
Apakah sudah jauh lebih baik dibandingkan pelayanan publik lainnya?
Jujur saja jawabannya sebagian besar belum, walaupun kebijakan pemerintah sudah mengarah ke sana. Saat ini payung undang-undang yang menjamin tersedianya pelayanan publik sudah ada, yaitu UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Dalam UU tersebut negara memiliki tanggung jawab melayani kepentingan publik atau masyarakat luas, bukan sebaliknya dilayani.

Pemerintah sebagai provider pelayanan publik nyaris tanpa kompetitor sama sekali karena kewenangan (otoritas) yang diberikan kepadanya oleh undang-undang. Namun, bukan berarti bahwa ketidakpuasan masyarakat tidak berdampak atau berimplikasi pada penyedia jasa di sektor publik.
Justru sebaliknya, meskipun pelayanan publik merupakan sektor nirlaba dan praktis jarang mendapatkan tekanan pasar, ketidakpuasan masyarakat cenderung menimbulkan dampak negatif dalam berbagai bentuk terhadap pemerintah.

Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik.
Tanpa perizinan, banyak yang tidak dapat kita lakukan karena izin adalah bukti penting secara hukum. Tidak ada bagian lain dalam domain publik tempat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya begitu jelas dan langsung selain pada bagian pelayanan perizinan. Sebagai garda terdepan atas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, dapat dikatakan bahwa kinerja pemerintah secara keseluruhan dinilai dari seberapa baik pelayanan unit perizinan.
Birokrasi Harapan masyarakat terhadap proses perizinan sebenarnya tidak berbeda dengan harapan pemerintah, yakni sederhana, murah. Adanya kepastian waktu, pelayanan yang berkualitas, kepastian hasil, transparansi, dan sah secara hukum.

Proses perizinan yang sederhana mencakup tidak saja menghilangkan birokrasi yang panjang, tetapi juga menghindari prosedur dan persyaratan yang berlebihan. Serta memberikan informasi yang akurat kepada pemohon perizinan.

Lalu seperti apa perizinan peneliti asing di Indonesia? Kesannya selama ini perizinan peneliti asing sangat berbelit-belit. Pasalnya kehadiran peneliti asing di Indonesia menyangkut beberapa aspek seperti masalah ilmiah, yang berarti domain Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Di sisi lain ada perpindahan orang antarnegara, berarti domain keimigrasian.
Demikian juga keberadaan orang asing di daerah akan diawasi, yang notabene domainnya ada di Kementerian Dalam Negeri.

Ia juga mengandung unsur keamanan yang berarti domain kepolisian dan badan intelijen. Bisa dibayangkan prosedur peneliti asing di Indonesia saat ini cukup panjang dan terkesan berbelit-belit. Padahal masyarakat ilmiah internasioal sangat berminat terhadap penelitian di Indonesia.

Berdasarkan UU No 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan (Litbangtrap) Iptek di Indonesia, disebutkan bahwa dalam rangka kerja sama ilmiah internasional, Indonesia harus berperan aktif. Namun, peneliti atau lembaga asing yang melakukan kegiatan penelitian di Indonesia harus mendapat perizinan dari pemerintah Indonesia, yang diatur dalam PP No 41/2006. Data 2009, Kemenristek telah mengeluarkan sebanyak 461 SIP (surat izin penelitian) dan tahun ini hingga Agustus sudah mencapai 350 SIP. Itu merupakan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 100 sampai 300 SIP per tahunnya. Untuk mendapatkan SIP itu tidak cukup di satu lembaga saja. Jika masuk kawasan konservasi, harus ada izin dari kementerian terkait. Tentunya hal ini cukup menyita waktu dan biaya. Sering kali waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen-dokumen tersebut mencapai beberapa bulan. Untuk masa penelitian yang singkat, sangat tidak lucu jika masa tunggu proses administratif melebihi masa penelitian yang direncana kan. p Padahal semua persyaratan itu u memiliki dasar UU masing-masing.
Misalnya Kemendagri mempunyai dua s mekanisme, yaitu Koordinasi Penga s wasan Orang Asing (sipora) berdasar g kan UU No 34/1999, ditambah dengan m Tim Koordinasi Pemantauan Orang N Asing, berdasarkan SE No 472/3035/ SJ/2003. Ini menunjukkan pemantauan d dan pengawasan di daerah masih ber P sifat ego sektoral dan belum terpadu.

Di samping itu terdapat hal yang p krusial, yaitu menyangkut sampel t ataupun spesimen penelitian yang akan k dibawa ke luar wilayah NKRI. Jika hal a itu tidak diatur, niscaya terdapat ke n mungkinan bahwa sampel tersebut K disalahgunakan untuk pengembangan p di luar kendali pemerintah Indonesia. w Untuk itu, disyaratkan adanya suatu MTA (material transfer agreement) sebe d lum sampel tersebut dibawa keluar w Indonesia. Kementerian Kesehatan dan m Kementerian Pertanian serta LIPI sudah a memiliki peraturan untuk itu. Namun, h payung undang-undang secara na p sional belum ada. Kemenristek sedang t menggodok rancangan undang-un j dang tentang MTA ini. t d Reformasi perizinan t Untuk merevisi prosedur perizinan peneliti asing secara menyeluruh dan d terpadu, yang dapat dilakukan adalah a MoU antarkementerian, atau paling p tidak selevel pejabat eselon I. Misalnya d antara sesmenristek dan Dirjen Imi p grasi, tentang pengecualian prosedur perizinan di atas bagi penelitian yang K durasinya kurang dari tiga bulan, atau s minimal kurang dari satu bulan. Lebih p jauh lagi, Kemenristek, Kementerian a Luar Negeri, Kementerian Dalam Ne d geri, Kementerian Hukum dan HAM, d dan Polri kiranya dapat duduk bersama k dan sepakat agar perizinan untuk pe s neliti asing cukup sah. Cukup satu t pintu saja, tidak disamakan dengan p prosedur penanganan orang asing pada umumnya.

MoU antarlembaga dalam pelayanan sudah diterapkan pada sektor lain, misalnya antara Kemenbudpar dan Imigrasi tentang visa on arrival; antara Kementerian PAN dan pemda, yaitu UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Model semacam itu sudah diterapkan di Kabupaten Solok, Sragen, Jembrana, Pare-Pare, dan Purbalingga.

Memang dengan prosedur yang panjang seperti yang berlaku sekarang, terdapat beberapa kelebihan dalam hal keamanan, pemantauan, dan pendapatan negara. Seandainya perizinan peneliti dibuat satu pintu, misalnya di Kemenristek saja, barangkali bisa lebih praktis, sederhana, dan tidak memakan waktu, biaya, dan tenaga.

Peran koordinator harus diperkuat dan dipercaya. Kemenristek telah diberi wewenang dan tanggung jawab dalam memberikan izin penelitian asing, berarti cukuplah pihak lain memercayakan hal itu kepada Kemenristek. Pada pelaksanaan di lapangan, mitra peneliti merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap risiko-risiko yang ada, termasuk kemajuan dan sekiranya terdapat penyalahgunaan izin penelitian tersebut.

Kemajuan teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk aplikasi peningkatan pelayanan perizinan ini, dengan cara pembentukan pusat data yang akurat dan terpadu, dan bisa diakses berbagai pihak yang berkepentingan.

Pelayanan perizinan peneliti asing di Kemenristek kiranya dapat dijadikan salah satu selling point dalam pelayanan pemerintah terhadap masyarakat ilmiah internasional. Hendaknya hal itu didukung secara nasional sehingga dapat menjadi nilai tambah peran dan kontribusi Indonesia di dunia internasional. Selain itu, perizinan yang praktis akan lebih menggairahkan kegiatan penelitian di Indonesia.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/10/27/ArticleHtmls/27_10_2010_021_025.shtml?Mode=0

Sumpah Pemuda, Nasionalisme dan Pergulatan Kekinian

Bambang Darmono, MANTAN SEKRETARIS JENDERAL DEWAN KETAHANAN NASIONAL

Mengevaluasi kata "pemerintah" menjadi "administrator" merupakan opsi yang dapat dipikirkan.
Kata pemerintah mengandung makna pengaturan yang cenderung menciptakan jarak, menonjolkan kesan dilayani, bukan melayani. Inilah persoalan inti yang dihadapi warga negara sehari-hari.

lobalisasi yang bergeG rak melampaui batas batas negara, menda lam ke semua aspek ke hidupan, telah menghadirkan berbagai fenomena dalam kehidupan manusia. Tarik-menarik gaya sentrifugal dan sentripetal nilai-nilai kehidupan suatu bangsa menjadi konsekuensi yang muncul. Dalam kondisi demikian, wajar bila diperlukan kekuatan untuk menjaga eksistensi dan identitas suatu bangsa, yaitu nasionalisme.

Di masa perjuangan kemerdekaan, semangat nasionalisme telah menjadi booster terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang dipelopori oleh anak-anak muda.
Bangsa Indonesia menyadari, kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 oleh founding fathers dimotivasi oleh keinginan bebas dari penjajahan.
Mereka bersatu bahu-membahu berjuang mewujudkan kemerdekaan.

Sejatinya, jauh sebelum Indonesia merdeka, upaya menumbuhkan nasionalisme sebagai sebuah bangsa telah muncul. Puncaknya, pada 28 Oktober 1928 para pemuda memformalkannya dan menjadi milestone perjuangan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Pada titik inilah berbagai unsur menyatu secara politik dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Nasionalisme terus mengalami dinamika, baik sebagai paham maupun semangat. Di saat merebut kemerdekaan, nasionalisme diwujudkan dalam bentuk perlawanan para pejuang terhadap Jepang dan Belanda. Aktualisasinya adalah kerelaan berkorban jiwa, raga, dan atau harta benda hingga tercapai kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta.

Saat itu, lahir persepsi common enemy, yaitu penjajah dan atau penjajahan. Nasionalisme tumbuh spontan, menggelora, dan terakumulasi menjadi kepentingan bersama, yaitu merebut kemerdekaan dan membentuk negara Indonesia. Hasilnya, kemerdekaan Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk. Nilai luhur yang mengkristal adalah kepejuangan dan kerelaan berkorban. Tidak mengherankan bila bertahun-tahun kemudian, ikon untuk menggelorakan dan memelihara nasionalisme bangsa Indonesia diwujudkan sebagai seorang pejuang yang berikat kepala merah-putih, membawa bambu runcing, dengan slogan "Merdeka atau Mati".

Nasionalisme terus mengalami penyesuaian sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman. Hal yang pasti saat ini adalah kenyataan bahwa bangsa Indonesia tetap terwadahi dalam NKRI. Kecintaan terhadap bangsa dan negara acap kali diwujudkan dalam bentuk keinginan berbuat terbaik, walaupun tidak semua aktualisasinya dapat dibenarkan. Ikon nasionalisme tidak lagi jelas di masa kini. Namun gambaran pejuang tetap menjadi romantisme ketika orang berbicara nasionalisme. Kecintaan kepada bangsa, yang diwujudkan melalui kerelaan berkorban, terus diupayakan pemerintah. Pertanyaannya, dapatkah nasionalisme bangsa Indonesia saat ini ditumbuhsuburkan melalui cara yang tetap mengedepankan paham negara mengatasi paham perseorangan atau individu?
Era reformasi memberikan ruang yang luas kepada warga negara untuk memaknai kebebas an. Hak asasi manusia mendapatkan pemaknaan yang lebih luas, tegas, dan jelas dalam kehidupan bermasyarakat. Meski masih banyak hal yang harus diperjuangkan karena hakikat kebebasan itu masih belum sepenuhnya dapat dinikmati masyarakat.

Di masa Orde Baru, permasa lahan HAM selalu terkait dengan aktor negara. Sedangkan di era reformasi, permasalahan HAM justru terkait de ngan tin dakan ma syarakat dan jaminan negara.

Hubungan antar pemeluk agama acap kali terdistorsi. Perlakuan diskriminatif tidak dibenarkan UUD 1945, tetapi tidak demikian yang terjadi dalam praktek. Aparat negara, yang seharusnya menjamin, acap kali melakukan pembiaran dengan berbagai alasan pembenar. Demi kian pula hak-hak warga negara lainnya, yang te rus menjadi topik media.

Maknanya adalah masih ter distorsinya hak-hak warga negara. Kemampuan dan kemauan aparat dalam menjamin perlin dungan hak warga negara belum cukup memadai. Maka, layak apabila terkadang muncul pertanyaan,"Masih adakah kehadiran negara dalam kesulitan warganya?" Lalu, bagaimana dengan jaminan negara atas kedaulatan negara? Persoalan ini sering menjadi isu besar untuk mobilisasi nasionalisme, seperti dalam hubungan Indonesia-Malaysia.
Dalam perspektif ini, dinamika bernegara masih diwarnai eksisnya persoalan keamanan internal dan sengketa teritorial karena batas-batas negara. Ini menunjukkan bahwa "pemerintahan negara yang dibentuk oleh rakyat untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa"masih terus diperjuangkan.

Merujuk pada Pembukaan UUD 1945, wujud kewajiban negara terhadap warga negara pa da dasarnya adalah perlindungan, pengayoman, pencerdasan, dan pelayanan yang memartabatkan. Apabila ini dapat diwujudkan, feedback-nya berupa kesadaran kewajiban, kecintaan, dan kebanggaan warga negara terhadap negaranya, inilah nasionalisme. Hakikat pembangunan adalah membangun manusia seutuhnya, membangun martabat manusia. Karena itu, konsepkonsep pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan kemartabatan dan mengubah mindset aparat yang "memerintah"menjadi "melayani".

Mengevaluasi kata "pemerintah"menjadi "administrator"merupakan opsi yang dapat dipikirkan. Kata pemerintah mengandung makna pengaturan yang cenderung menciptakan jarak, menonjolkan kesan dilayani, bukan melayani. Inilah persoalan inti yang dihadapi warga negara sehari-hari. Berurusan dengan aparat/petugas berarti berurusan dengan kesulitan, berurusan dengan uang (pungli), berurusan dengan kejenuhan menghadapi arogansi dan kesewenangan, serta berurusan dengan ketidakpastian.

Kepala negara memang terus mengintroduksi dan memberi penekanan istilah melayani ini dalam berbagai kesempatan. Tetapi mengimplementasikan jauh lebih bermakna bagi rakyat, karena akan mengubah mindset seluruh aparatur pemerintahan. Para pegawai pemerintahan harus lebih bangga dengan sebutan pelayan masyarakat (public services) ketimbang sebutan pegawai pemerintah atau birokrat. Sepenggal kutipan berikut ini patut direnungkan dan dijalankan. "As a leader..., you are not given authority, status and position as a personal reward to enjoy in comfort.You are given them so that you may be of greater service to your people and your country."

http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/10/27/ArticleHtmls/27_10_2010_011_008.shtml?Mode=1

Menimbang Kinerja KIB II pada Perbankan Nasional


BAGAIMANA kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II pada perbankan nasional selama satu tahun? Namun, sebelumnya kita lihat dulu kinerja bank umum sebagai representasi enam kelompok bank.


Statistik Perbankan Indonesia (SPI),Agustus 2010 yang terbit 15 Oktober 2010,menunjukkan kredit tumbuh (year on year/YoY) 18,97% dari Rp1.338,11 triliun per Agustus 2009 menjadi Rp1.591,91 triliun per Agustus 2010. Hal ini membuat BI lebih yakin untuk menggapai target pertumbuhan kredit 22–24%. Dana pihak ketiga (DPK) “hanya” tumbuh 12,95% dari Rp1.806,62 triliun menjadi Rp2.040,64 triliun. Pertumbuhan demikian mendorong loan to deposit ratio (LDR) meningkat dari 74,07% menjadi 78,01%.

Dengan bahasa lebih jernih, bank umum kian mampu mengemban fungsinya sebagai intermediasi keuangan walau belum ideal (LDR 85–110%). Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) pun membaik dari 3,98% menjadi 3,01% jauh di bawah ambang batas 5%. Artinya, bank umum kian mampu mengelola aset sekaligus menerapkan manajemen risiko kredit dengan cantik. Terlebih ketika bank umum mampu meningkatkan laba 19,79% dari Rp62,55 triliun menjadi Rp74,93 triliun.Pencapaian laba itu mengangkat return on assets (ROA) dari 2,67% menjadi 2,94% nyaris dua kali ambang batas 1,5% yang mengandung makna kualitas aset kian cantik. Inilah rapor biru bank umum untuk mampu meraih target pertumbuhan kredit 22–24%.

Menipiskan Bunga Kredit

Apakah rapor biru bank umum itu juga merupakan kinerja KIB II? Secara tidak langsung ya karena pertumbuhan dan perkembangan bank nasional tidak lepas dari kebijakan pemerintah.Tapi apakah bunga kredit sudah jauh menipis? Belum optimal karena ada beberapa hal yang menghambatnya. Pertama, penghasilan bunga bersih (net interest margin/NIM) yang masih lebar. Lihat saja,NIM kelompok bank campuran masih lari dari 3,75% per Juli 2010 menjadi 3,79% per Agustus 2010. Ini diintip kelompok bank asing dari 3,50% menjadi 3,53%. Ingat, kelompok BUSN nondevisa menjadi pemegang NIM tertinggi 9,47% dibayangi kelompok BPD 8,86% per Agustus 2010 di antara enam kelompok bank.Namun rata-rata NIM menipis dari 5,78% per Juli 2010 menjadi 5,77% per Agustus 2010.

Padahal BI bermimpi untuk memiliki NIM seperti Filipina 3,92%. Untuk itu, BI mengadakan kesepakatan dengan 14 bank-bank nasional papan atas pada 20 Agustus 2009. Ini bertujuan untuk menurunkan bunga deposito 1,5% di atas BI Rate6,5% hingga tiga bulan ke depan. Sebulan berikutnya bunga deposito diharapkan menipis 1% dan efektif 20 November 2009, BI menetapkan bunga deposito maksimal 7%. Upaya lain adalah dengan mematok besaran NIM tetapi hingga kini belum terwujud. Memang tidak gampang karena dalam menentukan bunga kredit memerlukan minimal empat komponen, yakni biaya operasional, target margin, biaya pajak dan cadangan kredit macet.Komponen pertama dan kedua sebagai variabel tidak tetap, sedangkan sisanya sebagai variabel tetap.

Kedua, kenaikan giro wajib minimum (GWM) primer. BI telah meluncurkan aturan GWM atas dasar LDR 78–100% pada 3 September 2010.Kenaikan GMW primer memang berhasil menekan laju inflasi dari semula 6,22% (YoY) per Juli 2010 menjadi 6,44% (YoY) per Agustus 2010 dan kini menurun 5,80% (YoY) per September 2010.Tapi kenaikan GWM primer dari 5% menjadi 8% juga membebani bank nasional. Dengan bahasa sederhana,tambahan GWM ini bakal mendongkrak biaya dana (cost of fund). Beban itu lebih berat ketika bank nasional tak sanggup memenuhi LDR minimal 78% per 1 Maret 2011.

Alhasil,bank nasional harus membayar penalti berupa tambahan GWM 0,1% dari DPK rupiah untuk setiap 1% kekurangan LDR. Akibat akhirnya, bunga kredit justru menebal, bukannya menipis.Kebijakan yang kontradiktif. Maka BI segera meluncurkan suku bunga dasar kredit (SBDK) alias prime lending rate yang merupakan referensi tingkat bunga.Kelak,bank nasional wajib mengumumkan SBDK di website, kantor cabang dan media masa. Ketiga, tingginya kupon obligasi negara ritel (ORI).Kupon ORI kadang terlalu tinggi di atas target bunga deposito 7% sehingga mengganggu turunnya bunga deposito. Tengok saja,ORI-001,ORI-002,dan ORI-003 masing-masing menawarkan kupon 12,05%, 9,28%, dan 9,4% per tahun.Lalu ORI-004,ORI- 005, ORI-006, dan ORI-007 menjanjikan kupon berturut-turut 9,5%,11,45%,9,35%,serta 7,95%.

Pekerjaan Rumah

Tegasnya, upaya menipiskan bunga kredit masih menjadi pekerjaan rumah (PR).Padahal makin tipis bunga kredit akan makin menarik bagi sektor riil untuk menikmati pembiayaan perbankan. Sektor riil yang makin bergairah diharapkan memperkencang gerak roda perekonomian nasional. Tapi, ingat, masih terdapat PR lain yang juga mendesak untuk dituntaskan pemerintah.

Pertama, jaring pengaman sistem keuangan (JPSK).Hingga saat ini UU JPSK belum terbentuk. Padahal JPSK sangat bermanfaat bagi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menetapkan kebijakan pencegahan dan penanganan krisis. Kasus Bank Century sudah sepatutnya menjadi pelajaran sangat mahal. Ringkas kata, JPSK sebagai payung hukum dalam mengendalikan krisis yang masih mengancam. Kedua, otoritas jasa keuangan (OJK). Kini Dewan Perwakilan Rakyat sedang membidani lahirnya bayi OJK di tengah aneka pandangan pro dan kontra. Padahal OJK itu sudah diamanatkan UU No 3/ 2004 tentang Perubahan atas UU No 23/1999 tentang BI Pasal 34 ayat 1.

Pembentukan lembaga pengawasan tersebut selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Diharapkan, tuntasnya PR itu akan makin menegaskan kinerja KIB II. Untuk itu, gandeng mesra antara pendekar moneter dan fiskal patut ditingkatkan. Kepentingan dan perlindungan nasabah dan investor harus menjadi prioritas utama dalam setiap pembentukan peraturan perundangundangan.(*)

Paul Sutaryono
Pengamat Perbankan

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/359945/

Bahaya Merokok dan Bahaya Melarang

Mulai 1 November ini perokok kian terpojok. Mungkin bukan terpojok lagi, melainkan terlempar keluar. Mulai tanggal itu tempat khusus merokok (TKM) yang biasanya ada di pojok gedung perkantoran akan ditutup karena dinilai tidak efektif.


Silakan merokok ke luar gedung, atau sembunyi-sembunyi. Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 88 Tahun 2010,bakal dilaksanakan. Termasuk tempat hiburan atau juga kafe,enam bulan lagi.Agaknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sedang mencari musuh baru dan tak perlu. Musuh baru karena musuh lama yang sudah melegenda seperti jalanan macet, angkutan umum ruwet, banjir karena hujan dan got mampet,merupakan keluhan tak termaafkan dan belum tertangani ahlinya.

Tak perlu, karena memerangi musuh baru tanpa amunisi berarti, hanya akan berakhir dengan siasia. Karena yang dihadapi dalam soal pelarangan atau pembatasan tempat merokok bukan hanya industri rokok, bukan pula soal kesehatan yang masih bisa dipertanyakan, melainkan persoalan budaya yang banyak ragamnya.

Keretek Kita

Saya tidak sedang membela perokok, yang memang tak perlu dibela, itu pernah saya tuliskan di rubrik ini.Saya sedang memahami apakah perang melawan perokok ini bukti ketidakmandirian negeri ini. Misalnya, kenapalah tata nilai Amerika Serikat begitu saja kita ikuti. Apakah kalau negara itu mengemohi buah durian atau terasi kita juga ikut-ikutan membasmi? Apakah kalau negara-negara itu mempunyai toleransi tinggi tentang minuman keras dan junk food cepat saji, kita harus merasa bergengsi dengan mengikuti?

Pertanyaan awal ini bisa kita renungkan kembali, karena janganjangan memang ada agenda lain dalam perang ini.Kenapa pula perusahaan farmasi mereka yang gencar memopulerkan rokok elektrik atau apa pun namanya, atau obatobat antimerokok? Pertanyaan ini juga berawal dari: kenapalah karya anak bangsa yang bernama keretek– the one and only in the world–dinistakan sedemikian rupa. Pergub 88 memperlihatkan arogansi sepihak: menghapus tempat khusus merokok, melarang merokok dalam ruangan, dan akan memediamassakan para pelanggar. Selain sangar, peraturan itu tidak memberi solusi, melainkan, istilah saya,menimbulkan permusuhan baru yang tak begitu perlu.

Karena realitas empiris menunjukkan permusuhan baru ketika, misalnya, menggusur pedagang kaki lima tanpa penyediaan kemungkinan lain untuk berdagang, razia wanita tunasusila di jalanan,atau adanya percaloan di semua urusan. Pendekatan tegas untuk main tebas dengan melarang total atau penghapusan hanya akan menimbulkan bias. Peraturan dipaksakan dan menghasilkan banyak pelanggaran dan atau puas dengan pelaksanaan di atas kertas. Seolah dengan begitu sudah memberantas. Dan ini makin memperjelas bahwa pendekatan semacam ini pada akhirnya akan kandas–bahkan sebelum dimulai. Akibat lain, solidaritas perokok yang tertonjok akan membentuk kebersamaan nasib.

Budaya Kita

Solidaritas bisa terjadi karena mata rantai yang panjang dan mentradisi. Baik kehidupan petani tembakau, buruh linting, distributor, pengecer, sampai dengan pendapatan pajak oleh negara.Jutaan orang terlibat di dalamnya dari yang berada di jalanan menjual per batang sampai orang paling kaya. Sehingga bahaya pelarangan yang seolah turun dari langit atau instruksi dari mancanegara– pakai kata seolah–barangkali sama bahayanya dengan merokok itu sendiri.

Atau bisa lebih, kalau pelaksanaannya berlebihan. Ketika merokok telah menjadi peristiwa budaya,pendekatan pun harus menempuh cara yang kurang lebih sama. Sekadar mengingatkan saja: program Keluarga Berencana sukses karena pendekatan budaya.Karena,ini bukan soal memasang spiral atau kondom atau menghitung masa subur belaka. Melainkan soal hubungan istrisuami, atau ngesekssaja,melainkan juga mengubah pola “banyak anak banyak rezeki”, membuka pembicaraan yang tadinya tabu,penuh gambar reproduksi yang masyarakatnya enggan melihat secara terbuka.

Lebih sederhana dari KB, namun juga perlu pendekatan budaya adalah bagaimana kebiasaan menggunakan helm bagi pengendara sepeda motor,atau memasang sabuk pengaman bagi pengemudi mobil, atau kebiasaan mencuci tangan. Dialog budaya sebagai proses sangat diperlukan, kalau tidak mutlak, antara pelarang dan pengguna dan yang terkait.Agak muskil bisa berhasil kalau hanya dari satu pihak.Pengalaman membuktikan itu. Sehingga sebenarnya, keberadaan tempat khusus merokok dalam suatu gedung atau juga rumah makan atau tempat hiburan bukan dihapuskan begitu saja. Bahkan, di luar negeri gerbong kereta api pun ada yang disediakan secara khusus.

Karena yang lebih penting adalah bagaimana pengawasan peraturan yang berlaku, apakah bisa operasional dan berlaku atau tidak. Ini yang sedang diujikan. Apakah Pemprov DKI benarbenar serius atau sekadar mengalihkan perhatian dari permasalahan yang mencemaskan masyarakat setiap hari, setiap saat, yaitu amburadulnya transportasi sampai dengan masalah perpakiran dan atau ma-salah pelayanan.

Kalau serius, butuh waktu dan persiapan menata semua ini, karena sekali lagi dan lagi, ini tak bisa ditangani sepihak. Kalau untuk mengalihkan perhatian, upaya ini berhasil. Untuk sesaat di tanggal itu saja.Selanjutnya akan kembali ke persoalan sehari-hari yang ada di depan mata yang dialami dan menyakitkan di jalanan, bukan dalam gedung atau ruangan khusus.(*)

Arswendo Atmowiloto
Budayawan

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/360107/

Selamat Jalan Mbah Maridjan!


Djoko Suud Sukahar - detikNews
Jakarta - Mbah Maridjan meninggal dunia. Dia yang dikenal perkasa akhirnya luruh dalam takdirNya. Sang mbah tahu kodrat itu. Dia patuh dan sadar sebagai abdi wajib mengabdi. Pengabdian itu yang dijalankan hingga akhir hayat.

Berbulan-bulan bergolak, akhirnya Gunung Merapi meletus. Melepaskan gemuruh perutnya untuk mengurangi lava yang dikandungnya. Gunung teraktif di dunia ini muntah. Muntahan itu yang membawa korban jiwa, termasuk Mbah Maridjan.

Entah kenapa, ketika mendengar kabar Mbah Maridjan meninggal, hati ini seperti tersayat sembilu. Airmata tak tertahan. Suasana melankolis menjebak. Terasa ada yang hilang tak bakal kembali.

Saya cukup akrab dengan Mbah Maridjan seperti banyak orang yang pernah bertandang ke rumahnya. Ditambah saban ke Yogya saya selalu menyempatkan mampir ke Mbah Nono juru kunci Parangtritis dan Mbah Maridjan atau ke teman-teman seniman Tamansari, maka sang mbah telah mengisi di kisi terdalam batin ini.

Mbah Maridjan adalah pribadi yang kukuh sekaligus humoris. Dia gampang bergaul dengan siapa saja dan dari kalangan apa saja. Dia tidak membuat jarak. Padahal banyak yang mengkultuskan karena jabatannya sebagai juru kunci Gunung Merapi yang dimistiskan, dan 'menselebritiskan' sang mbah ketika membintangi iklan produk.

Saat-saat itu tamu sang mbah bukan main banyaknya. Berdatangan dari segala penjuru tanahair. Malah warga luar Pulau Jawa yang punya anak kuliah di Yogya banyak yang berdatangan mengunjungi Mbah Maridjan. Berfoto-foto-ria. "Foto sama bintang pilem," celoteh Mbah Maridjan sambil terkekeh-kekeh.

Pernah suatu hari di tiga tahun lalu saya datang dengan mengenakan kaos bertulis "Tahu Tempe Tetap OK". Belum sempat bersalaman, sang mbah sudah tertawa terbahak-bahak sambil bilang "sae niku, mas. Sae niku". (bagus itu, mas).

Keakraban dan humorisnya sang mbah jangan dikira sebagai cerminan dia gampang kompromi. Dia adalah tipe orang yang sulit dipengaruhi, terutama jika untuk tujuan tidak baik. Di balik kalimat-kalimat jenakanya, sang mbah sangat tegas bersikap.

Itu terjadi ketika lumpur Lapindo menggelegak. Ada serombongan orang datang meminta tolong. Mbah Maridjan jujur bilang dia tidak bisa melakukan itu. "Saya ini juru kunci gunung, saya tidak bisa menyumbat keluarnya lumpur," jawab Mbah Maridjan dalam bahasa Jawa.

Gagal mempengaruhi Mbah Maridjan, rombongan itu datang lagi sebulan kemudian. Kali ini bukan dengan orang yang sama, tetapi melalui perantara yang mempunyai kedekatan khusus dengan sang mbah. Apa jawabnya? "Pokoke aku emoh metu teko kene. (Pokoknya aku tidak mau meninggalkan lereng Gunung Merapi). "

Kini orang yang mempunyai keteladanan itu telah tiada. Kepergiannya membawa kemuliaan. Mbah Maridjan memberi penyadaran terhadap kita, terutama orang-orang Jawa yang sudah hilang 'kejawaannya'. Macan mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gadingnya. Dan manusia mati meninggalkan namanya. Mbah Maridjan meninggalkan nama itu. Nama harum.

Selamat jalan mbah, semoga Gusti Allah menerima amalan mbah, dan mengampuni dosa-dosa Mbah Maridjan.

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya, tinggal di Jakarta


(asy/asy)

http://us.detiknews.com/read/2010/10/27/165239/1476814/103/selamat-jalan-mbah-maridjan?991103605