BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Selebriti AS menilai Arab-Israel

Written By gusdurian on Jumat, 23 Januari 2009 | 12.08





Berujung pada Pencucian Uang

Berujung pada Pencucian Uang
Kepolisian dan Kejaksaan melakukan gelar perkara untuk menyamakan persepsi. PPATK menelusuri ke mana dana mengalir.

* * *
Satu agenda penting diusung rombongan Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI ke kantor Kejaksaan Agung, Selasa lalu.

Dipimpin Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Brigadir Jenderal Edmond Ilyas, tim beranggotakan sejumlah penyidik kepolisian itu membawa kasus Bank Century yang tengah diselidikinya sejak November tahun lalu ke Gedung Bundar.

Menjelang petang, pertemuan dua lembaga penegak hukum ini baru berakhir. Tapi tak banyak kata yang terlontar dari mulut Edmond ketika ditanyakan soal maksud kedatangan timnya ke Kejaksaan hari itu.

Edmon hanya menyatakan, sebagai bagian dari upaya pengusutan, Markas Besar Polri sudah meminta bantuan polisi internasional untuk menangkap Rafat Ali Erizvi dan Hesham al-Warraq. "Kami sudah mengirimkan red notice ke Interpol untuk menangkap keduanya," ujarnya.

Rafat merupakan warga Pakistan, sedangkan Hesham warga Arab Saudi. Keduanya tercatat sebagai pemegang 9,5 persen saham Bank Century melalui First Gulf Asia Holdings.

Sekadar mengingatkan, bank ini pada November lalu disuntik modal dan diambil alih oleh pemerintah, setelah nyaris ambruk karena rasio kecukupan modalnya (CAR) sudah minus 2,3 persen. Sejumlah pelanggaran diduga menjadi penyebab rontoknya kinerja bank swasta ini.

Di luar kedua nama itu, polisi tengah mengusut serius keterlibatan Robert Tantular yang kini sudah meringkuk di tahanan. Selain tercatat sebagai pemegang saham Century, Robert diketahui merupakan pemegang saham PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia, perusahaan pengelola keuangan yang diindikasikan telah mengeduk dana nasabah Century.

Menurut Kepala Unit III Pencucian Uang, Pajak, dan Asuransi Mabes Polri Komisaris Besar Pambudi Pamungkas, kasus yang ditangani ini merupakan kasus besar dan jarang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Itu sebabnya, polisi merasa perlu bertemu dengan Kejaksaan untuk menyamakan persepsi. "Gelar perkara ini untuk memberikan informasi awal kepada penuntut umum supaya tidak kaget," katanya.

Sebelum mengadakan gelar perkara dengan Kejaksaan, kepolisian sudah mengadakan acara serupa dengan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan pada 19 Desember lalu. Gelar perkara juga dilakukan bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Polisi menjerat Robert Tantular dengan Pasal 49, 50, dan 50-a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar.

Robert dinilai telah ikut campur dalam urusan direksi. Ini jelas-jelas diharamkan bagi pemegang saham, apalagi kalau itu membuat bank tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada nasabah.

Nah, agar berkas hasil penyidikan yang disusun nantinya tidak dimentahkan oleh Kejaksaan, polisi rupanya merasa perlu "mengkonsultasikannya" terlebih dulu. Saking jelimetnya kasus ini, pertemuan itu memakan waktu lebih dari empat jam. "Kasusnya rumit, rumit sekali," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga. Bahkan, dia menilai, lebih rumit dibanding kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Group.

Sumber Tempo mengatakan hasil penyidikan menemukan indikasi bahwa Robert telah menggunakan dana Bank Century untuk membeli saham bank itu dari First Gulf Asia Holdings yang beredar di pasar. Dengan kepemilikan saham itu, dia akhirnya bisa mengendalikan penuh Century, meskipun namanya tidak tercantum secara resmi sebagai pemilik bank.

Menurut sumber tadi, pembelian saham-saham oleh Robert dilakukan di bawah tangan sehingga sulit dibuktikan. Aksi Robert itu baru diketahui setelah Bank Indonesia menerjunkan tim pemeriksa ke Bank Century, setelah gagal kliring bank ini pada pertengahan November lalu.

Fokus pemeriksaan saat itu untuk mencari penyebab tergerusnya likuiditas dana Bank Century. Penggunaan dana Century untuk pembelian saham itu, kata si sumber, disamarkan dengan keterangan kepemilikan surat utang dalam bentuk valuta asing.

Belakangan diketahui bahwa surat utang itu tidak bisa dicairkan alias bodong. "Mereka mengakunya memiliki obligasi pemerintah Amerika Serikat," katanya.

Soal aliran dana nasabah Century ke Antaboga, yang juga tercatat sebagai pemegang saham bank ini, PPATK kini sedang menelusurinya.

Ketua PPATK Yunus Husein mengatakan kasus penggelapan dana nasabah Bank Century bisa dikategorikan kejahatan pencucian uang. Alasannya, penggunaan dana nasabah bank melalui produk investasi Antaboga mengandung upaya menyembunyikan atau menyamarkan aksi kejahatan. "Dengan memindahkan saja sudah masuk money laundering," katanya.

Yunus menegaskan, institusinya terus menelusuri aliran dana tersebut. Sebagian hasil penelusuran itu sudah diserahkan kepada polisi. "Sebagian lainnya masih dalam proses," katanya. Pihaknya juga sedang menelusuri aliran dana dari Antaboga ke tiga perusahaan.

Siapa saja ketiga perusahaan itu, Yunus tak bersedia menyebutkan. Namun, Bapepam pernah melansir ada tiga perusahaan penerima aliran dana dari Antaboga, yang ternyata fiktif, yaitu Accent Investama Indonesia, Orbital, dan Krissdale.

Menanggapi berbagai tuduhan itu, Robert Tantular pernah membantah tudingan telah mempengaruhi kebijakan manajemen Bank Century. "Saya tak pernah (mempengaruhi)," katanya kepada majalah Tempo di tahanan Markas Besar Polri pada Desember lalu. Dia pun menegaskan tidak ikut mengelola Bank Century.

Kuasa hukum Robert Tantular, Bambang Hartono, mengatakan kliennya juga membantah jika disebut menggunakan dana nasabah Bank Century untuk kepentingan pribadi. "Satu sen pun dia tidak pernah mengambil uang dari Bank Century," katanya.

Robert bukan satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Mantan Direktur Utama Century Hermanus Hasan Muslim dan bekas Direktur Treasury Century Laurence Kusuma juga ditetapkan sebagai tersangka. "Semua masih diproses," kata juru bicara Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira.


* * *


http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20090123.154698.id.html

Apresiasi terhadap Saksi Mahkota

Apresiasi terhadap Saksi Mahkota
Asmar Oemar Saleh

Advokat
Palu hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 7 Januari 2009 memicu sejumlah reaksi. Dua terdakwa skandal Bank Indonesia, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, dinilai sejumlah pihak menerima hukuman terlampau rendah: 4,5 tahun untuk Antony, dan 3 tahun penjara untuk Hamka. Menanggapi putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi dan jaksa langsung menyatakan banding. Kedua lembaga ini tidak puas terhadap putusan hakim yang dinilai terlalu ringan.

Sementara itu, dalam editorialnya pada 9 Januari 2009, Koran Tempo langsung mendentumkan kecaman bahwa putusan atas kedua terdakwa itu amat merisaukan: pasal yang digunakan enteng sehingga hukumannya rendah. Ditulis dalam editorial tersebut, "Penerapan hukum yang terkesan penuh kompromi ini semakin menunjukkan bahwa kita masih setengah hati memerangi korupsi." Setali tiga uang, majalah Tempo (12 Januari 2009) melontarkan kritik tak kurang kerasnya: keduanya (Antony dan Hamka) "hanya dihukum bak maling ayam". Demikian judul laporan Tempo berkenaan dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atas dua terdakwa kasus aliran dana BI tersebut.

Reaksi-reaksi tersebut sejatinya makin menegaskan tentang belum dipahaminya pengertian whistle blower atau "saksi mahkota" (crown witness) oleh aparat penegak hukum di negeri ini. Selain itu, banyak masyarakat, terutama media massa, yang juga tak menyadari arti pentingnya whistle blower atau saksi mahkota dalam penegakan hukum, utamanya pemberantasan korupsi.

Saksi mahkota

Whistle blower (peniup peluit) merupakan istilah yang dikenal di Amerika Serikat bagi mereka yang melaporkan terjadinya tindak pidana. Untuk itu, AS mengeluarkan Whistle Blower Protection Act untuk melindungi para pegawai dari pembalasan dendam pegawai lain yang dilaporkan karena melakukan kesalahan.

Di Indonesia, meski istilah whistle blower tak disebut dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, maksud whistle blower ini sama dengan Pasal 31 UU PTPK tentang perlindungan terhadap pelapor dan saksi.

Adakah perbedaan whistle blower ini dengan saksi mahkota? Keduanya memang sama-sama mengungkap suatu tindak pidana, namun bedanya adalah whistle blower bukan tersangka. Sementara saksi mahkota adalah tersangka yang bersedia membantu penyidik mengungkap seluruh jaringan kejahatan dan membeberkan semua pelaku yang terlibat. Untuk itu, dia dikeluarkan dari tersangka dan dijadikan saksi (mahkota), dan harus dilindungi dari balas dendam teman-temannya sebagaimana whistle blower.

Perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa yang memberikan kesaksian tersebut sangat diperlukan. Informasi penting yang mereka berikan membantu menyingkap kasus yang melibatkan mereka, terutama mengungkap semua orang yang terlibat di dalamnya. Selain itu, adanya jaminan perlindungan yang memadai membuat pelapor atau saksi lain yang mengetahui sebuah tindak pidana, khususnya korupsi, terpicu keberaniannya untuk memberi kesaksian.

Pasal 32 Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) dapat menjadi acuan bagaimana saksi, ahli, dan korban harus dilindungi keamanan diri dan keluarganya dari pembalasan dan intimidasi. Di Indonesia, perlindungan terhadap saksi ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, dibentuklah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Sebagai imbalan atas kesaksiannya, sesuai dengan Pasal 10 ayat 2 UU Perlindungan Saksi, saksi mahkota berhak mendapatkan insentif hukum berupa keringanan hukuman. Selengkapnya pasal tersebut berbunyi, "Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan."

Lalu bagaimana dengan pemberi kesaksian yang bukan tersangka (whistle blower)? Jaminan yang mereka dapatkan menurut Pasal 10 ayat 1 UU Perlindungan Saksi adalah: "saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya."

Hamka Yandhu

Sebagaimana diketahui, selain mengaku ikut menerima gratifikasi dana BI, Hamka membongkar semua yang terlibat turut menikmati duit BI tersebut. Melalui kesaksian di pengadilan, dia mengungkapkan 52 nama anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 yang telah menerima dana BI dengan jumlah yang beragam. Dua di antaranya kini menjadi anggota kabinet, yakni Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan Ketua Bappenas Paskah Suzetta.

Kesaksian Hamka, baik terhadap penyidik KPK maupun pengadilan, yang secara aktif dan kooperatif mengungkapkan kasus suap yang melibatkan dirinya dan para anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004, telah mendudukkan dirinya sebagai saksi mahkota. Keberanian Hamka telah membantu KPK menyingkap mata rantai aliran dana BI kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Karena itu, ia layak mendapat perlindungan, mengingat risiko serius atas informasi yang diberikannya. Dan LPSK telah memberikannya jaminan perlindungan.

Atas pertimbangan ini pula, Hamka berhak mendapat keringanan hukuman sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat 1 UU Perlindungan Saksi. Dan, berdasarkan Pasal 36 ayat 2 UU Perlindungan Saksi tersebut, selayaknya hakim menjadikan kesaksian Hamka sebagai dasar pertimbangan yang meringankan dalam memberikan putusannya. Artinya, jika kesaksian Hamka merupakan dasar pertimbangan yang membuatnya memperoleh hukuman yang ringan, memang sudah seharusnya demikian. Jaksa, juga KPK, semestinya mendukung keputusan hakim tersebut dan menjadikannya contoh bagi para pelapor dan saksi lain yang berani mengungkap sebuah skandal korupsi.

Artikel ini juga sebagai penjelas mengapa Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, yang didakwa dengan pasal yang sama, memperoleh putusan berbeda. Atas sikap kooperatifnya, Hamka memperoleh hukuman lebih rendah dari Antony. Maka, vonis hakim tersebut harus dilihat sebagai pemenuhan asas keadilan. Dengan demikian, artikel ini sekaligus menegaskan bahwa putusan hakim Tindak Pidana Korupsi bukanlah keputusan "aneh" sebagaimana disinyalir editorial harian ini. Tidak pula menunjukkan bahwa pengadilan penuh kompromi dan setengah hati.

Justru, keberadaan para whistle blower dan saksi mahkota harus terus disuarakan dan diberi tempat dalam sistem hukum kita. Pemberian jaminan perlindungan dan reward merupakan keniscayaan. Tujuannya, agar lebih banyak orang yang berani melaporkan berbagai penyimpangan atau korupsi, atau menjadikan dirinya "martir" pemberantasan korupsi di negeri ini.

Korea Selatan bisa dijadikan contoh. Negara itu menjanjikan reward US$ 2 juta bagi whistle blower. Tak hanya itu, whistle blower juga dijamin tak akan diberhentikan dari pekerjaan dan diberi perlindungan khusus bila ada ancaman. Sayangnya, di negeri ini pengakuan whistle blower atau saksi mahkota justru dipandang sebelah mata, kalau bukan dinafikan. *

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Opini/krn.20090123.154688.id.html

Investasi Tanpa Sakit Hati

Industri keuangan wajib memberi rasa aman agar dapat menarik kepercayaan nasabah dalam menitipkan asetnya menjadi lebih produktif.


Jika keuntungan itu adalah hasil, maka risiko akan bergerak linier, “Semakin tinggi keuntungan, semakin tinggi risiko.” Bukan baru kali ini jika kita mendengar bahwa tiap “krisis keuangan” selalu diikuti peristiwa sakit hati karena perusahaan jasa keuangan “mencuri” aset yang dititipkan nasabahnya (kustodian).

Itulah pentingnya regulasi dalam arti luas, yaitu aturan main tersedia, berlaku,diawasi,dan ditegakkan. Terlebih, fungsi kustodian yang aman adalah hal minimal yang harus terpenuhi secara sistemik di industri keuangan. Agar pihak-pihak di lapangan pasar keuangan terhindar dari “risiko sakit hati”.

Teritorial kustodian bukanlah bergerak di risiko pasar, dalam arti turun-naiknya nilai aset (harga). Nasabah boleh menerima nilai yang turun, dengan catatan “informasi yang mendasarinya” pun rasional tersedia secara setara di seluruh pelaku pasar (sisi penawaran).

Jika nilai aset sudah turun, secara psikologis nasabah akan mengeksekusi (cut loss) asetnya.Betapa kagetnya nasabah jika yang terjadi asetnya ternyata telah hilang dari tempatnya. Itu berarti sakit hati akan muncul lantaran “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Itulah kenapa hubungan nasabah dengan perusahaan finansial harus berjalan di rel sistem pengawasan yang juga terkelola dengan baik, yakni ditaatinya regulasi pengendalian internal oleh perusahaan jasa keuangan.

Kewajiban yang paling minimal adalah melindungi hak nasabah atas aset yang dititipkannya (menarik tumbuhnya permintaan di pasar modal). Dari sisi pandang manajemen risiko yang terstruktur,peran otoritas (negara) sebagai regulator,pengawas, dan penegak hukum (enforcement body) adalah bagian yang tak terpisahkan dari perlindungan nasabah itu sendiri. Terlebih seperti halnya pertandingan sepak bola, pemain yang amat berhasrat menciptakan gol cenderung berlaku emosional (licin) dalam bermain.

Regulasi dan Pengawasan

Kondisi saat ini harus dilandasi kejujuran semua pihak atas peran dan fungsinya masing-masing dalam mengelola risiko industri. Sakit hati nasabah atas tingginya risiko kustodian adalah masalah yang paling dasar dalam menjaga bangunan kepercayaan industri keuangan.

Padahal, regulasi pengendalian internal dan keuangan (modal) perusahaan sekuritas telah cukup jelas. Sistem pengawasan atas pemantauan hal tersebut pun ada.Pasal 12 Undang- Undang No 8/1995 menyatakan Satuan Pemeriksa Bursa melakukan pemeriksaan rutin (satu tahun satu kali) dan sewaktu-waktu atas kondisi perusahaan sekuritas dan melaporkan hasilnya ke Bapepam.

Kita patut bertanya ke otoritas pasar modal, apakah fungsi pemantauan rutin ini berjalan? Apa pun jawabannya, sampai saat ini belum pernah terdengar penegakan hukum atas tindakan tidak disiplin perusahaan jasa keuangan. Karenanya wajar bila nasabah berasumsi perusahaan sekuritas “disiplin”alias “aman”.

Lalu, kalau memang betul semua disiplin,tetap saja bisa ada yang luput di luar objek pemeriksaan (unsystemic risk).Tapi untuk menjaga unsystemic risk ini, regulasi selalu memiliki “pagar” terakhir. Itulah mengapa kustodian di perbankan memiliki Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan Asuransi Rekening Efek di bursa (butir 7 Peraturan Bapepam No V.E1).

Meminjam istilah bahasa gaul, rasanya “ilfeel” (ilang feeling) tatkala mendengar otoritas menyiratkan “asuransi rekening efek bagus, tapi susah diwujudkan”.Alasannya,premi asuransi tinggi dan sulit menghitung risiko di pasar modal. Logikanya memang “tingginya premi menunjukkan tingginya risiko kustodian”. Lalu,kenapa “penegakan disiplin” atasaturanpengendalianintern nyaris tak terdengar?

Bukankah,premi akan semakin rendah jika tingkat disiplin jasa kustodian meningkat? Hidup ini butuh keteladanan, tak cukup otoritas menuntut kedisiplinan kepada pelaku. Adapun peranya untuk menegakkan hukum maupun deregulasi nyaris tak terdengar. Jika otoritas meminta nasabah pandai memilih perusahaan finansial,sudahkah otoritas menyediakan informasi yang cukup tentang kondisi perusahaan sekuritas? Jika memilih derajat transparansi minimal, dengan alasan “takut panik”(rush),maka fungsi penegakan hukum yang ketat adalah bagian tak terpisahkan dari perlindungan nasabah. Aturan untuk ditegakan, bukan “macan kertas”.

Bola Salju Pasar

Dari sisi penawaran, informasi di seputar saham emiten haruslah tidak bias dan setara. Apakah pasar keuangan kita sehat jika ada emiten menghasilkan informasi berubahubah yang mendorong terjadinya manipulasi pasar dan atau insider trading (pidana pasar modal) seolah dianggap biasa saja (tidak dihukum)? Kita sering mendengar “saham digoreng”, tapi kita tak pernah tahu siapa “penggorengnya”.

Atas dasar diperlukannya likuiditas yang sehat, bursa yang telah maju mengatur regulasi dealer market (model teknikal: market maker atau fundamental: market specialist). Dealer market memberi ruang wali investasi langsung (“bandar”) di perusahaan sekuritas, yang dikenal dengan produk hedge fund.

Kalau bandar dibutuhkan, maka identitasnya harus terbuka.Itulah manajemen risiko yang mengikuti lahirnya produk hedge fund. Apakah struktur pasar modal kita mengenal hedge fund? Jawabannya tidak karena wali investasi yang sah secara hukum hanya reksa dana (pooling fund portfolio). Kalau dikatakan nasabah yang tidak hati-hati menandatangani kontrak investasi, pertanyaannya sudahkah sosialisasi dilakukan secara masif guna terciptanya investor yang cerdas?

Kalau masalah terdasar dari hati manusia adalah keserakahan, maka resiko bawaannya adalah tipsani(tipu sana-sini). Sehingga, peran sentral otoritas (negara) haruslah aksani (aksi sana-sini) bukan alsani (alasan sana-sini). Suka atau tidak, untuk mengembalikan integritas pasar modal diperlukan aksaniregulator.Beraksi dalam bentuk deregulasi maupun tegas dalam menegakkan hukum.

Agar kesehatan intermediasi di pasar keuangan berjalan disiplin dari tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) melalui perantaraan tata kelola perusahaan jasa keuangan yang terbebas dari risiko sakit hati (good market governance). Governance adalah implementasi transparansi atas peran masing-masing pihak dalam mengelola risiko industri, bukan wacana pidato seminar. Kita harus percaya,krisis adalah sarana untuk melakukan aksi koreksi.(*)

Yanuar Rizky
Analis Aspirasi Indonesia Research Institute (AIR Inti)


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207172/

Apa yang Menarik dari PDIP Sekarang?

Apa yang Menarik dari PDIP Sekarang?

Oleh M. Alfan Alfian *

Apa yang menarik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekarang? Salah satu jawaban sementaranya tampak pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Solo akhir Januari ini.

Yang jelas, yang menarik ialah dinamikanya. Partai ini khas sejak awal berdirinya, dan tak dapat lepas dari ikon Megawati Soekarnoputri. Partai ini pernah mengalami pasang naik dan surut dalam waktu yang singkat, di mana para elitenya dituntut berpikir dan bekerja keras mengembalikan "kejayaan partai".

Sebagai politikus, Megawati tampak semakin matang walaupun tetap tampil secara khas. Partainya memosisikan diri sebagai "kelompok pengimbang" (oposisi) yang berdiri di luar pemerintahan, mengkritisi kebijakan pemerintah seoptimal mungkin. Iklan-iklan kampanye yang bertebaran saat ini temanya tak lepas dari semangat oposisi itu.

Berdasarkan hasil temuan beberapa lembaga survei, hanya Megawatilah yang mampu bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono, sang mantan anak-buahnya di kabinet pemerintahannya tempo dulu.

Dinamika politik PDIP tak lepas dari peran dan manuver politik para elitenya, yang berpusat pada dua sosok utama, Megawati dan Taufiq Kiemas (suami dan sekaligus ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P). Tapi, yang terkesan lebih aktif adalah Taufiq, ketimbang Mega, sehingga membuat faktor Taufiq sangat penting untuk diperhitungkan.

Namun, sebagai partai catch all (partai yang anggotanya beragam, plural, dan tanpa pandang bulu), realitas faksional terutama dalam aspirasi pendapat, juga tampak walaupun samar-samar. Konsekuensinya generasi Pramono Anung Wibowo dan Budiman Sudjatmiko, juga harus didengar.

Sebagian besar karakter massa tradisional PDIP adalah pengagum berat Megawati (massa "pejah-gesang"), di samping massa "ideologis", di luar massa kritis. Kebesaran PDIP memang masih ditopang oleh massa tradisional. Prospeknya untuk menang lagi akan ditentukan oleh kembalinya pendukung PDIP yang pada Pemilu 2004 banyak yang hijrah ke partai lain.

Yang menarik lagi, PDIP dengan segala keterbatasannya sebagai pihak "oposisi", merupakan alternatif utama bagi mereka yang memandang pemerintahan SBY-Jusuf Kalla (JK) sudah tidak menarik. Tapi, justru tantangan besar para calon anggota legislatif (caleg) PDIP adalah voters yang justru semakin tertarik pada "keberhasilan" pemerintahan SBY (minus JK). Caleg-caleg PDIP akan bersaing ketat, terutama dengan caleg-caleg Partai Demokrat dan Golkar.

Misteri Cawapres

Pilpres 2009 merupakan pertaruhan politik terakhir atau pertarungan penghabisan bagi Megawati. Karena itu, perhitungan politiknya harus jeli. Salah satu faktor yang akan menambah kekuatan Megawati adalah pasangannya.

Dengan kata lain, pasangan Megawati harus kuat secara "magnet politik", tidak sekadar populer per individu, tetapi populer dan kuat secara pasangan. Kesannya sekarang pihak Mega maupun SBY masih wait and see, saling menunggu siapa pasangan masing-masing.

Sudah dapat dipastikan arena Rakernas Solo akan diramaikan dengan analisis dan perdebatan internal PDIP dalam menentukan siapa pasangan Mega yang tepat, kuat, melengkapi, dan tidak saling menegasikan. Pertimbangan seperti popularitas, Jawa-luar Jawa, sipil-militer, nasionalis-santri, pengalaman politik dan pemerintahan, akan mewarnai pembicaraan. Seni mengambil keputusan inilah yang juga menarik untuk dicermati.

Selebihnya, menarik atau tidak menarik sangat terkait seberapa besar voters memilih caleg-caleg yang disajikan PDIP. Ini sebuah pertaruhan besar bagi PDIP, yang dari awal yakin dengan ketentuan nomor urut, bukan suara terbanyak. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan hasil pemilu berbasis suara terbanyak membuat skenario politik pasca-pencalegan PDIP bergeser. Wallahua'lam.

* M. Alfan Alfian, direktur riset The Akbar Tandjung Institute, dan dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta.


http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=47954

Pelaku Pencemar Susu Dihukum Mati

Pelaku Pencemar Susu Dihukum Mati
Seorang lagi divonis hukuman penjara seumur hidup.
BEIJING ---Pemerintah Cina kemarin menjatuhi vonis hukuman mati terhadap dua terdakwa dalam kasus susu melamin di Cina. Adapun seorang lagi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Terdakwa Zhang Yujun dan Zhang Yanzhang dituduh terlibat dalam produksi bubuk bercampur melamin, yang membuat susu tampak berkadar protein lebih tinggi.

"Bubuk protein" itu kemudian dijual ke perusahaan susu sehingga menyebabkan kematian enam balita dan membuat sakit 300 ribu anak kecil. Dua vonis ini merupakan hukuman pertama yang dijatuhkan berkaitan dengan skandal tersebut. Sedangkan hukuman seumur hidup dijatuhkan kepada General Manager Sanlu Group Tian Wenhua.

Di persidangan, Nyonya Wenhua mengaku bersalah atas dakwaan memproduksi dan menjual produk palsu atau di bawah standar. Perusahaan susu Sanlu Group menjadi titik pusat skandal. Dalam kasus ini, susu ditambahi air guna memperbanyak volume pasokan agar menangguk untung lebih besar.

Mereka dituduh mencoba mengelabui publik dari perbuatan mereka, dengan menambahkan bahan kimia industri, melamin. Skandal ini mulai terkuak September lalu ketika sejumlah bayi, yang mengkonsumsi susu bubuk formula, jatuh sakit dengan gejala gagal ginjal akibat keracunan melamin.

Vonis mati untuk Zhang Yujun adalah hukuman pertama yang dijatuhkan oleh Pengadilan Rakyat Wilayah Shijiazhuang di belahan utara Cina, yang menjadi basis perusahan susu Sanlu. Kantor berita Xinhua menyebutkan Zhang Yujun dituduh membahayakan keselamatan publik dengan menjual susu yang dibubuhi melamin industri.

Ia dituding mengelola tempat kerja ilegal di Provinsi Shandong di belahan timur Cina, yang memproduksi 600 ton bubuk protein palsu dan merupakan sumber melamin terbesar di Cina. Pemerintah Cina yang khawatir akan kemarahan publik atas peristiwa tersebut, sebagaimana dilaporkan BBC, menahan orang tua dari bayi yang menderita sakit.

Salah satu yang ditahan adalah Dong Xiouliang. Ia ditahan oleh pihak berwenang ketika hendak terbang ke Shijiazhuang guna mendengarkan keputusan pengadilan kemarin. "Saya kira saya berhak melihat jalannya sidang. Kami ingin melihat para penjahat itu dihukum," ujarnya.

Katanya lagi, "Kami tidak akan membuat keributan dan mereka sama sekali tidak memiliki alasan untuk menghalangi kebebasan kami." Keluarga para korban skandal mengatakan kurangnya keterbukaan serta korupsi di kalangan pejabat membuat mereka sulit percaya dengan sistem keamanan pangan negeri itu. Mereka cemas kasus ini bakal terulang. AP | AFP | BBC | ANDREE PRIYANTO

SKANDAL PRODUK BERACUN CINA

FEBRUARI 2007: Hasbro menarik 1 juta mainan Easy-Bake buatan Cina setelah laporan luka bakar pada anak-anak.

MARET: Zat kimia melamin ditemukan pada bahan campuran untuk makanan hewan asal Cina di Amerika Serikat. 60 juta kontainer makanan hewan ditarik dari peredaran setelah dilaporkan banyak kucing dan anjing yang tewas.

MEI: Republik Dominika melarang dua produk pasta gigi asal Cina yang diduga mengandung diethylene glycol (DEG), zat beracun bagi manusia dan binatang, karena dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat serta keracunan pada hati. Zat ini yang kerap dicampurkan dalam cairan radiator mobil Anda. Kasus serupa juga ditemukan di Panama dan Australia.

JUNI: Amerika Serikat menghentikan impor lima jenis seafood dari Cina setelah diketahui mengandung obat terlarang dan pestisida.

JULI: Uni Eropa menarik lebih dari separuh (55 persen) produk asal Cina kendati produk impor asal Cina di Eropa hanya menyumbang 6 persen dari total impor.

JULI: Spanyol menarik dua pasta gigi buatan Cina karena mengandung DEG.

AGUSTUS: Perusahaan Inggris, Gilchrist & Soames, menarik peredaran pasta gigi buatan Cina dari hotel-hotel mereka di 17 negara.

AGUSTUS 2008: Meletus skandal susu yang tercemar melamin setelah diketahui sejumlah bayi jatuh sakit, seperti menderita gagal ginjal.

SEPTEMBER: Sanlu Group produsen susu yang mengandung melamin itu menghentikan produksinya.

JANUARI 2009: Dilaporkan enam balita tewas dan 300 ribu anak-anak lainnya menderita sakit.

22 JANUARI: Zhang Yujun dan Zhang Yanzhang, dua petinggi Sanlu Group, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Cina. Adapun Manajer Umum Sanlu Group Tian Wenhua dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Internasional/krn.20090123.154677.id.html

Korban Kamp Gitmo Berkoar

Korban Kamp Gitmo Berkoar

Ada hadiah spesial dari Amnesty International buat presiden baru Amerika Serikat, Barack Obama, yang bakal masuk Gedung Putih pada 20 Januari ini. Jumat pekan silam, untuk memperingati tujuh tahun penahanan kelompok pertama tersangka teroris di Penjara Guantanamo, organisasi pembela hak-hak asasi manusia (HAM) mendesak Obama menetapkan waktu penutupan Gitmo --sebutan populer untuk rumah tahanan militer Amerika di Kuba itu.

Organisasi non-pemerintah itu juga mendesak agar Obama mendukung pembentukan komisi independen untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran HAM atas nama perang melawan teroris yang dilancarkan Pemerintah Amerika Serikat di bawah George W. Bush. "Kami tidak meminta kemungkinannya. Kami menuntut komitmennya untuk menghapus kesalahan yang dilakukan Pemerintah Amerika yang lalu atas nama keamanan nasional," ujar Irene Khan, Sekretaris Jenderal Amnesty.

Dalam pernyataannya di London, seperti dikutip The Earth Times, Irene mengatakan, penutupan Penjara Guantanamo menandai langkah awal penghapusan kebijakan tentang penahanan yang keliru di masa lalu. "Jangan sampai ada lagi yang membangun Guantanamo baru dengan nama dan di lokasi lain," katanya lagi.

Hari peringatan yang digelar Amnesty itu juga tentu dialamatkan kepada seorang warga Pakistan bernama Muhammad Saad Iqbal. Lelaki berusia 31 tahun ini termasuk dalam gerbong pertama tersangka teroris yang ditangkap lalu dijebloskan ke Penjara Guantanamo. Lima tahun lamanya ia mendekam dan mengaku mengalami penyiksaan berat dari para penyidiknya.

Tragisnya, Iqbal ternyata korban salah tangkap. Ia dilepas begitu saja pada akhir Agustus silam tanpa melalui proses peradilan. Celakanya, akibat siksaan-siksaan yang dialaminya selama dalam tahanan tentara Amerika, kini Iqbal mengalami cedera tulang belakang. Cedera itu membuat dia harus berjalan menggunakan alat bantu.

Tidak itu saja. Iqbal juga mengalami cedera telinga sangat parah, yang membuat dia harus bergantung pada obat antibiotik. Ia pun sangat bergantung pada obat antidepresan. Hal ini dikemukakan dokter yang memeriksanya, Mohammad Mujeeb, pakar THT (telinga-hidung-tenggorokan) dari Rumah Sakit Umum Lahore, Pakistan. "Ia mengalami ketergantungan pada sederet obat," ujarnya, seperti dikutip The New York Times.

Dokter Mujeeb menambahkan, hasil pemindaian tulang belakangnya menunjukkan adanya cedera tingkat sedang. Dia menyimpulkan, kesulitan berjalan yang dialami Iqbal diperparah oleh kondisi psikologisnya. "Kesulitannya berjalan sehingga harus ditopang tampak sebagai dampak psikologis, di samping adanya kompresi saraf tulang belakang," katanya.

Dampak psikologis sudah pasti. Sebab penahanan dirinya di penjara paling mengerikan di abad mutakhir ini menjadi mimpi paling buruk bagi Iqbal. Dia tidak ada sangkut-paut dengan aksi terorisme di mana pun, apalagi dalam kasus peledakan gedung kembar World Trade Center di New York pada 11 September 2001.

Dia juga sama sekali tidak mengenal Osama bin Laden berikut jaringan Al-Qaeda-nya. "Aku merasa malu atas perlakuan orang-orang Amerika terhadap diriku dalam kurun waktu itu," katanya ketika pertama kali buka suara tentang kasus yang dialaminya.

Iqbal menuturkan, pada November 2001, dia bertolak ke Indonesia untuk sebuah urusan keluarga. Niatnya, mendatangi ibu tirinya sekaligus mengabari bahwa ayahnya sudah wafat di Lahore karena terserang stroke. Pamannya, Muhammad Farooq Said, memberi dia US$ 1.000 sekaligus tiket bolak-balik Pakistan-Indonesia.

Sampai di Jakarta, dalam pengakuannya kepada penyidik militer pada 2004, dia berjumpa dengan sejumlah anggota Front Pembela Islam. Kepada kawan-kawan barunya ini, dia konon bercerita bahwa dirinya tahu cara membuat bom yang bisa diselipkan di sepatu. Buntutnya, pada 9 Januari 2002, ia ditangkap aparat keamanan Indonesia.

Hanya dua hari ditahan di Indonesia, dia lalu diterbangkan ke Kairo, Mesir. Iqbal mengaku, penyiksaan pertama dialaminya pada saat akan diterbangkan. Ketika itu, tangan dan kakinya dibelenggu dan matanya ditutup. "Seorang intel Mesir menghantam dadaku dan membenturkan tubuhku ke dinding berkali-kali. Mereka juga menelanjangiku. Aku disiksa," tuturnya, sembari menambahkan bahwa ia bisa mengenali petugas itu dari suaranya yang berlogat Mesir.

Sekitar tiga bulan di ruang tahanan rahasia Kairo, dia lalu dipindahkan ke penjara militer Bagram di pinggiran kota Kabul, Afghanistan. Setelah kurang lebih satu tahun di Bagram, Iqbal dipindahkan ke penjara militer Guantanamo pada 23 Maret 2003. Lima tahun mendekam di penjara yang paling menakutkan itu, Iqbal masih terus mengalami penyiksaan pada saat diinterogasi. Dia bahkan dua kali mencoba bunuh diri karena tak tahan atas siksaan itu.

Di kalangan kerabat dan kawan-kawannya, Iqbal dikenal sebagai orang yang ramah dan tak tertarik pada soal politik. Tapi, ini celakanya, dia juga amat dikenal suka sesumbar. Menurut kesaksian Farooq Said, pamannya, Iqbal punya sifat kekanak-kanakan yang gemar sekali melukiskan dirinya sebagai orang penting. "Dia ingin kita percaya bahwa dirinya lebih penting dari apa adanya," katanya.

Sisi baiknya, Iqbal seorang yang hafal Al-Quran. Kemampuannya ini diamalkannya sebagai guru mengaji di kampungnya. Kawan-kawannya tahu persis gaya Iqbal yang suka menonton film-film Barat dan bahkan suka bergaya dengan mengenakan celana jins dan pakaian ala Barat. Malah dia tak suka perempuan yang mengenakan kerudung. "Dia justru mengutuk serangan 11 September itu dengan menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak akan menyetujui aksi tersebut," ujar Sher Ali Khan, seorang sahabatnya.

Namun derita yang dialami Iqbal agaknya bakal terbayar. Kasusnya tengah diangkat ke pengadilan Amerika. Pengacara yang pernah menemuinya ketika di Penjara Guantanamo, Richard L. Cys dari Kantor Hukum Davis Wright Tremaine, sedang menyusun gugatan kepada Pemerintah Amerika.

Inti gugatan itu berkaitan dengan penahanan sewenang-wenang terhadap Iqbal. Sang pengacara akan mengajukan permohonan kepada pengadilan federal untuk mendapatkan rekam medis Iqbal selama dalam tahanan. Ia juga berharap dapat bertemu dengan Iqbal untuk mengonfirmasikan siksaan yang dialaminya di Mesir.

Iqbal bukan satu-satunya korban salah tangkap yang dijebloskan ke Penjara Guantanamo. Menurut data riset Associated Press, setidaknya ada sembilan orang lainnya yang ditangkap secara sewenang-wenang dengan tuduhan terlibat terorisme. Tercatat nama-nama seperti Jamal al-Harith, warga Inggris, Abdul Hakim Bukhary dan Sadiq Turkistani, warga Arab Saudi, lalu Said Amir Jan dan Haji Hamidullah, warga Afghanistan.

Ada juga dua warga Rusia bernama Rasul Kudayev dan Airat Vakhitov. Dua lainnya adalah warga Irak dan Suriah, masing-masing bernama Arkan Mohammad Ghafil al-Karim dan Abdul Rahim Abdul Rassak.

Desakan Amnesty International kepada Obama itu tampaknya sangat masuk akal. Setidaknya, agar tidak ada lagi penangkapan sewenang-wenang atas nama perang melawan teroris. Juga agar tidak ada lagi hak istimewa intel Amerika untuk memeriksa dan menangkap seseorang yang disangka sebagai teroris di negeri lain.

Erwin Y. Salim
[Internasional, Gatra Nomor 10 Beredar Kamis, 15 Januari 2009]

http://gatra.com/artikel.php?id=122315

Kasus Merrill Lynch Segera Disidangkan

Kasus Merrill Lynch Segera Disidangkan
Renaissance dianggap tidak mampu membayar dana pembelian saham Triwira.
JAKARTA -- Kasus gugatan Renaissance Capital kepada PT Merrill Lynch Indonesia dan Merrill Lynch International Bank Singapore telah rampung dan akan disidangkan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 17 Februari 2009. Dalam gugatan tersebut, pemilik Renaissance, Harjani Prem, menggugat Merrill Lynch membayar US$ 100 juta.

Dalam perbincangan dengan wartawan kemarin, kuasa hukum Harjani, Otto Cornelius Kaligis, mengatakan pada 21 Januari 2009 mereka telah dipanggil oleh Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan melengkapi berkas-berkas yang diajukan. "Sekaligus mediasi, tapi gagal," ujarnya. Karena itu, tanggal persidangan pun ditetapkan.

Selain menggugat perdata, mereka melaporkan secara pidana Direktur Utama Merrill Lynch Indonesia Lily Wijaya dan Managing Director Merrill Lynch International ke Markas Besar Kepolisian RI dengan tuduhan penggelapan uang dan pencemaran nama baik.

Menurut Kaligis, kasus ini bermula pada 9 April 2008 dengan terbitnya lending and letter of credit facility dari Merrill Lynch International. Surat itu menyatakan Renaissance berhak menerima persetujuan kredit sebesar Sin$ 6 juta dan peningkatan kredit menjadi Sin$ 17 juta.

Selanjutnya Renaissance menghubungi Private Banker Merrill Lynch Singapore untuk memakai fasilitas kredit tersebut membeli saham PT Triwira Insan Lestari yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Pada 20 Juni 2008, Private Banker Merrill Lynch Singapore menyetujui Renaissance menggunakan fasilitas tersebut untuk membeli 120 juta lembar saham Triwira yang saat itu nilainya Rp 1.100 per lembar.

Namun, tiga hari berselang, setelah saham Triwira dibeli, Risk Management Merrill Lynch Singapore menyebutkan kredit tersebut tidak dapat digunakan membeli saham-saham dari pasar Indonesia karena tidak aman dan berisiko besar.

Merrill Lynch Singapore pun meminta Renaissance membayar penuh pembelian saham Triwira senilai US$ 14,4 juta. "Klien kami dan Merrill Lynch melakukan pertemuan dan disepakati penyelesaian pembelian saham Triwira," kata Kaligis.

Pada 10 Juli 2008, Renaissance pun mentransfer dana US$ 2 juta ke rekening Merrill Lynch dan kembali mengirimkan dana US$ 5 juta dan US$ 8 juta. Namun, belakangan Merrill Lynch Singapore menjual saham Triwira ke pihak lain tanpa setahu Renaissance. Penjualan dilakukan pada Juli-Oktober 2008 di harga Rp 410-1.000 per lembar.

Adapun Merrill Lynch dalam suratnya yang ditandatangani Head of Compliance for Merrill Lynch Global Wealth Management-Asia Pacific Region ke Bapepam pada 25 September 2008 mengakui Renaissance adalah nasabahnya sejak Januari 2008 dan mengakui Renaissance telah membeli 120 juta lembar saham Triwira.

Tapi mereka menilai Renaissance tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar dana pembelian saham Triwira. Karena itu, Merrill Lynch berupaya menutup kekurangan tersebut dari aset yang ada, tapi belakangan penjualan saham Triwira pun dihentikan. Gagal bayar inilah yang kemudian dilaporkan ke Bapepam.

Sayangnya, Direktur Utama Merrill Lynch Indonesia Lily Wijaya tidak dapat diminta konfirmasinya sampai berita ini diturunkan. Panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo tak jua berbalas. ANTON APRIANTO | EFRI RITONGA



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20090123.154705.id.html

Pemilihan Presiden Digelar 8 Juli 2009

JAKARTA(SINDO) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) akan dilaksanakan pada 8 Juli 2009.


Bila ada putaran kedua, pilpres akan dilangsungkan pada 8 September 2009.”Kita sudah putuskan lewat pleno tadi (kemarin). Pilpres (dilaksanakan) Rabu,8 Juli 2009.Putaran keduanya 8 September 2009,” kata anggota KPU Abdul Aziz di Jakarta kemarin.

Selain menentukan tanggal pelaksanaan putaran pertama dan kedua, KPU juga telah menetapkan jadwal setiap tahapan pilpres seperti waktu untuk pemutakhiran data pemilih, penyiapan peraturan-peraturan terkait, pendaftaran, verifikasi, kampanye, dan penyiapan logistik.

Dalam menentukan tanggal pilpres ini rapat pleno KPU memutuskan tidak mempertimbangkan waktu penyelesaian sengketa pemilu legislatif dalam menetapkan jadwal pilpres sehingga putaran pertama dapat dilaksanakan awal Juli 2009. KPU sepakat menjadikan penetapan hasil pemilu legislatif yang diumumkan pada 9 Mei 2009 sebagai dasar untuk pendaftaran calon presiden dan wakil presiden oleh partai yang memenuhi syarat.

Anggota KPU Syamsulbahri mengatakan, dalam rapat pleno sebelumnya diwacanakan jadwal pilpres putaran pertama pada 9 Juli 2009. Setelah diperhitungkan kembali, disepakati untuk memajukannya menjadi 8 Juli 2009.Pelaksanaan tahapan awal pilpres direncanakan dimulai pada akhir Januari ini untuk pemutakhiran data pemilih pilpres.

Dilanjutkan dengan penyiapan peraturan-peraturan terkait secara simultan. Perjalanan penetapan hari pemungutan suara ini melalui waktu panjang. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengaku sulit menentukan jadwal pilpres. Alasannya, jadwal pilpres tergantung putusan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

KPU berpandangan, tahapan pilpres dapat dimulai setelah semua sengketa pemilu legislatif selesai. Padahal jika dihitung, sengketa pemilu di MK akan selesai pada pertengahan Juni 2009. Dengan begitu, tahapan pilpres dapat dimulai pada pertengahan Juni 2009.

Anggota KPU Andi Nurpati mengatakan, jika tahapan pilpres dimulai pada pertengahan Juni, maka pilpres akan digelar pada Agustus 2009. Sebab, masa tahapan awal pilpres hingga pemungutan suara diprediksi memakan waktu dua bulan.Andi mengungkapkan, akan menjadi masalah jika pilpres terjadi dua putaran.

Jika ada pilpres putaran kedua,KPU perlu melakukan persiapan logistik. Itu berarti besar kemungkinan putaran kedua akan dilakukan setelah 20 Oktober 2009.Padahal,masa jabatan presiden sekarang akan selesai 20 Oktober 2009. Dengan begitu, akan terjadi kekosongan kekuasaan.

Akhirnya MK dan KPU berkoordinasi untuk memunculkan titik temu.Kemudian MK berusaha memangkas masa sidang sengketa pemilu. Jika sebenarnya masa sidang adalah 30 hari kerja,MK memangkas menjadi 21 hari kerja.Dengan begitu,tahapan pilpres akan dilakukan lebih cepat dan ancaman kekosongan kekuasaan tidak terjadi.

KPU pun menyambut baik putusan MK tersebut. Namun, setelah dihitung, pemangkasan masa sidang di MK ternyata belum membuat penjadwalan pilpres tuntas. Akhirnya,KPU memutuskan tidak menunggu putusan MK soal sidang sengketa pemilu. Dengan begitu, sekalipun hasil perolehan suara partai politik (parpol) menurun setelah diputuskan MK, capres dari parpol yang bersangkutan tidak dapat digugurkan dalam pilpres.

Jika parpol saat putusan KPU memperoleh 25% suara nasional,parpol tersebut dapat mengajukan capres. ”Sekalipun perolehan suara parpol yang memperoleh 25% turun sesuai putusan MK (sehingga tidak memenuhi batas untuk mengajukan capres), capres parpol itu tetap bisa maju.

Landasan yang kami pakai adalah putusan KPU,”papar Andi Nurpati. Dia menambahkan, jika pendaftaran capres menunggu hasil sengketa pemilu di MK, dikhawatirkan akan mengganggu tahapan pilpres. Jika KPU menunggu putusan MK, padahal ada pilpres putaran kedua, dikhawatirkan pelaksanaannya mepet dengan masa berakhirnya jabatan presiden.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo menilai pilpres cukup ideal digelar 8 Juli 2009.Namun,setelah jadwal pilpres ini ditetapkan, KPU hendaknya memperbaiki dan mengefektifkan kinerja. Pada tahapan-tahapan pemilu sebelumnya KPU memiliki catatan kerja yang memprihatinkan.

”Kinerja KPU harus lebih meyakinkan,” ujar Bambang. Menurut Bambang, proses pengadaan logistik merupakan tahapan yang paling krusial untuk tahapan-tahapan pemilu selanjutnya. KPU harus mendorong pemenang tenderlogistikagardapatmencetak suara pada awal Februari.” Jika lewat dari itu,lampu kuning, karena akan berimbas pada tahapan-tahapan selanjutnya,”ujarnya.

Kalangan partai politik menyambut baik jadwal pilpres menjadi 8 Juli 2009.Mereka mengharapkan KPU mampu mewujudkan pilpres yang berkualitas. ”KPU harus bisa menciptakan pemilu yang berkualitas,”ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Viva Yoga Mauladi kepada SINDO tadi malam.

”Kami harap KPU tidak lagi bekerja lamban, jangan lagi mengulang kesalahankesalahan yang lalu,” imbuh Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Razikun. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Rully Chai-rul Azwar mengharapkan agar pada waktu pemilihan semua instansi di seluruh Indonesia diliburkan.

”Supaya tidak ada intervensi dari penguasa,”ujarnya. Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum menilai tanggal tersebut sebagai waktu yang realistis. Selain paling mungkin dilakukan, waktunya juga sama seperti pada Pemilu 2004.

Setelah menetapkan jadwal, mantan Ketua Pansus RUU Pilpres Ferry Mursyidan Baldan meminta KPU menyiapkan format debat kandidat melalui media elektronik sebagaimana pesan UU No 42/2008 tentang Pilpres. (kholil/pasti liberti mappapa/rd kandi/ ahmad baidowi)



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207212/38/

Yayasan Pemerintah Dinilai Rawan Korupsi

Yayasan Pemerintah Dinilai Rawan Korupsi
Pemerintah juga diminta melakukan moratorium pendirian yayasan.
JAKARTA - Hasil penelitian Brookings Institution dan Freedom Institute menunjukkan, yayasan milik pemerintah rawan menjadi ladang korupsi. Dari sejumlah kasus korupsi yang mencuat, yayasan lazim digunakan sejumlah pejabat untuk menilap duit negara. "Pengurus yayasan biasanya diduduki pejabat pemerintah," kata salah seorang peneliti, Lex Rieffel, dalam pemaparan hasil penelitiannya di Jakarta kemarin.

Kedua lembaga itu memfokuskan penelitian selama 2007 terhadap 30 yayasan yang berafiliasi dengan departemen, kementerian, atau lembaga setingkat departemen di level pemerintah pusat. Dari 22 yayasan yang diteliti, pengurus dari 18 yayasan (82 persen) adalah pejabat aktif.

Menurut dia, banyaknya pejabat yang duduk dalam yayasan mengakibatkan cukup banyak konflik kepentingan antara departemen dan yayasan. Akibat lebih jauh, dana dengan gampang keluar-masuk yayasan. "Tak ada mekanisme check and balances," kata peneliti dari Brookings Institution itu.

Peneliti Freedom Institute, Karaniya Dharmasaputra, memberi ilustrasi kasus korupsi Bank Indonesia sebesar Rp 100 miliar yang menyeret Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah serta sejumlah petinggi bank sentral. Dana yang sebagian digunakan untuk menyuap anggota DPR itu, kata Karaniya, berasal dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), yayasan milik bank sentral. Kasus ini dimungkinkan karena pejabat Bank Indonesia juga duduk di dalam yayasan. "Deputi Gubernur BI kan jadi pengurus di yayasan itu," kata Karaniya.

Dia juga menunjukkan contoh lain. Di antaranya kasus Yanatera Bulog, yang merugikan negara Rp 35 miliar atau yang dikenal sebagai Skandal Bulog I pada 1999, dan kasus Yayasan Kesejahteraan dan Perumahan Prajurit (YKPP) Departemen Pertahanan dengan kerugian sebesar Rp 410 miliar pada 1997. Dalam kedua kasus itu, kata dia, korupsi sangat mungkin terjadi karena sejumlah pejabat yang masih aktif duduk sebagai pengurus yayasan.

Beberapa yayasan mengklaim sebagai yayasan independen. Padahal, kata dia, mereka memanfaatkan aset negara dan dipimpin pejabat negara aktif. Misalnya, kata dia, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia. "Mengaku independen, tapi Menteri Tenaga Kerja juga jadi pengurusnya," ujar Karaniya.

Penelitian ini juga menemukan bahwa 70 persen dana yayasan biasanya digunakan untuk investasi bisnis. Sisanya, sekitar 30 persen, digunakan untuk kesejahteraan pegawai pemerintah. "Kesejahteraan pegawai kerap dijadikan legitimasi dalam pendirian yayasan pemerintah," kata Karaniya. Faktanya, kata dia, jumlah keuntungan yang dinikmati pegawai sangat kecil.

Dari hasil penelitian itu, Brookings Institution dan Freedom Institute merekomendasikan agar pemerintah melakukan inventarisasi yayasan-yayasan tersebut dan mendorong dibentuknya sebuah komisi independen untuk memantau aktivitasnya. Pemerintah juga diminta melakukan moratorium pendirian yayasan. ANTON SEPTIAN



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Nasional/krn.20090123.154643.id.html

Pemerintah Siapkan Dana Riset Rp400 Miliar

BANDUNG (SINDO) – Pemerintah melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi mengalokasikan dana sebesar Rp400 miliar untuk kegiatan riset dan penelitian.


Dana tersebut akan dibagikan kepada 8.000 peneliti di luar dosen melalui sistem kompetisi. Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman mengatakan dana riset tersebut dianggarkan untuk tahun 2009.

”Karena sistemnya kompetisi, yang mengelolanya nanti adalah Depdiknas,” ujar Menristek di Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung kemarin. ”Jika proposalnya diterima, masing-masing peneliti tersebut akan mendapatkan dana riset sebesar Rp50 juta,” ucapnya.

Menurutnya, terkait pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN,Kementerian Ristek mengusulkan kegiatan tambahan pendukung riset. Kusmayanto meminta para peneliti di luar dosen segera mengajukan proposal penelitiannya yang akan dinilai dan diseleksi sesuai persyaratan dan ketentuan dari Departemen Pendidikan Nasional.

”Dana ini telah dialokasikan sesuai DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) 2009 guna mendukung kegiatan riset di Tanah Air,”katanya. Mantan rektor ITB ini menambahkan,dana riset tersebut baru dialokasikan pada 2009 dan diharapkan pada 2010 sudah lebih terstruktur di APBN.

Pemerintah tetap mendukung kegiatan riset tidak hanya di kampus yang melibatkan dosen,tetapi juga bagi para peneliti di luar dosen. Kementerian Ristek menekankan jenis penelitian yang dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Selain itu bisa meningkatkan kualitas dari sisi akademik serta memberi kontribusi bagi perekonomian.

Rektor Unpad Prof Ganjar Kurnia menyatakan, terkait harapan agar caleg diundang dalam kegiatan kampus atau untuk memanfaatkan hasil penelitian dosen,Unpad belum memikirkannya. ”Semua jelas koridornya. Di dalam kampus tidak ada kegiatan politik praktis,”tandasnya. (rohmat)


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207179/38/

YLKI Dukung Fatwa Haram

Soal Rokok
YLKI Dukung Fatwa Haram
Aliansi Pengendalian Tembakau meminta pemerintah membuat kebijakan tegas soal larangan iklan rokok.
Jakarta - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi berpendapat Majelis Ulama Indonesia harusnya tegas mengharamkan rokok. Sikap ini menanggapi rencana Majelis Ulama Indonesia membahas soal fatwa haram rokok dalam pertemuan di Padang Panjang, Sumatera Barat.

"Saya lihat ulama masih terbelah, ada yang pro dan ada yang kontra," kata dia kemarin. Ulama yang kontra, kata Tulus, kebanyakan berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). "Apalagi NU sendiri punya pabrik rokok, dan mayoritas kiainya perokok berat," katanya.

Sebenarnya, kata Tulus, ulama Indonesia tidak perlu ragu mengharamkan rokok, apalagi sudah banyak contoh fatwa pengharaman rokok, terutama dari negara-negara seperti Malaysia, Brunei, dan negara Islam Timur Tengah.

Dari dalam negeri, haramnya rokok juga telah difatwakan oleh Dewan Dakwah Islamiyah sejak 2002. Apalagi, meskipun Indonesia bukan negara Islam, mayoritas penduduknya muslim.

Ulama Indonesia, kata dia, juga tidak perlu memikirkan efek sosial dan ekonomi pascapengharaman. Dampak ekonomi, ujarnya, bukan urusan ulama. "Itu urusan pemerintah. Halal-haramnya sesuatu bukan karena efek ekonominya, tapi karena zat yang dikandung dan tingkat bahayanya," kata dia.

Tulus mencontohkan pengharaman bunga bank yang tidak lantas mengguncang ekonomi Indonesia. Karena tidak semua orang menarik uangnya dari bank konvensional. Begitu juga yang terjadi jika fatwa haram rokok dikeluarkan. "Pengharaman tidak serta-merta memberhentikan seseorang dari kebiasaan merokok," ia menambahkan.

Dalam pertemuan di Padang Panjang, Majelis Ulama akan memutuskan apakah rokok itu hukumnya haram, mubah, atau makruh. Fatwa merokok haram, kata Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Ma'ruf Amin, ada kemungkinan diberlakukan terhadap anak-anak dan wanita hamil serta kegiatan merokok di tempat umum.

Mengharamkan rokok untuk anak-anak, wanita hamil, atau merokok di tempat umum, kata Tulus, merupakan pilihan paling kompromistis dan bisa diterima. Namun, ia menilai itu tidak tegas. Jika tidak bisa mengharamkan rokok dalam satu fatwa, kata dia, pengharaman bisa dilakukan bertahap.

Di tempat terpisah, Penasihat Kebijakan Pembangunan Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara Marry Assunta meminta Pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang tegas soal larangan iklan rokok yang mengancam anak-anak Indonesia. "Sudah saatnya pemerintah bertindak cepat, Indonesia sudah tertinggal 20 tahun dibanding Malaysia atau Thailand," ujar Marry seusai diskusi tentang kebijakan iklan rokok di Indonesia, di Jakarta kemarin.

Marry mengatakan anak-anak akan mengingat brand atau merek rokok yang diiklankan dalam berbagai bentuk. Iklan pun sangat gencar dan bisa ditemui di mana pun dan tak ada aturan yang tegas melarang. Apalagi, kata dia, saat ini industri rokok menjadikan anak-anak sebagai target pemasaran. Dia juga memberi contoh Thailand dan Malaysia, yang mempunyai itikad kuat untuk melarang iklan rokok. "Indonesia bisa mencontoh mereka," kata Marry. Abdul Manan | Reh Atemalem Susanti | Dian Yuliastuti | Dianing Sari



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Nasional/krn.20090123.154653.id.html

Yuliati, Rektor UTS Tersangka Kasus Ijazah Instan

Yuliati, Rektor UTS Tersangka Kasus Ijazah Instan

Berkas Kasus Ijazah Instan Masuk Kejaksaan

SURABAYA - Penyidikan kasus ijazah instan di Universitas Teknologi Surabaya (UTS) berlanjut pada penetapan Yuliati sebagai tersangka. Hanya, rektor UTS itu tidak langsung ditahan penyidik Polwiltabes Surabaya dengan alasan sedang dalam perawatan dokter di Singapura.

Kepala Unit Idik IV Polwiltabes Surabaya AKP I Ketut Madia mengaku, status Yuliati telah ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka. Bahkan, berkas perkaranya sudah diajukan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. ''Kami masih menunggu pemeriksaan berkas oleh jaksa,'' ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (22/1).

Keputusan untuk tidak menahan rektor UTS tersebut didasarkan pada beberapa alasan. Di antaranya, surat keterangan sakit dari dokter di Mount Elizabeth Hospital, Singapura. Dalam surat keterangan tersebut, Yuliati sedang dirawat karena menderita kanker payudara. Rektor yang selalu tampil modis itu juga sedang dalam pengawasan dokter dalam rangka program bayi tabung.

Surat keterangan dokter tersebut dilampirkan dalam berkas perkara yang diajukan polisi ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Polisi tidak ingin mengambil risiko terlalu besar jika memaksakan penahanan tersangka yang sedang sakit berat. Selain itu, keputusan untuk tidak menahan Yuliati merupakan rekomendasi dari penyidik. ''Semua diserahkan pada penyidik,'' jelas Ketut.

Dia menambahkan, ada tiga pertimbangan yang bisa melatarbelakangi keputusan penyidik untuk menahan seorang tersangka. Misalnya, tersangka dinilai kooperatif selama penyidikan berlangsung dan ada jaminan tidak akan melarikan diri. ''Pekerjaan, alamat rumah, dan keluarganya jelas semua,'' lanjutnya. Pertimbangan lain, tersangka dinilai tidak akan menghilangkan barang bukti. Ketiga, tersangka dinilai tidak akan mengulangi perbuatannya.

Bukan hanya berkas Yuliati yang dilimpahkan ke kejaksaan. Berkas atas nama Kastolan Afendi (perantara jual beli ijazah instan) dan Sulastri (staf TU UTS) juga sudah dilimpahkan untuk tahap pertama. Dalam berkas pelimpahan itu disebutkan, Yuliati ditetapkan sebagai tersangka karena dia diduga terlibat memuluskan jual beli ijazah. Bahkan, sebagai rektor, dia turut menandatangani ijazah yang dibeli seharga Rp 8 juta itu.

Keterlibatan Yuliati tidak hanya sampai di situ. Dia juga diduga mengetahui adanya praktik tersebut dan membiarkannya. Sebab, selain menjadi rektor, dia merangkap sebagai kepala BAAK (biro administrasi, akademik, dan kepegawaian). Dengan posisi itu, Yuliati dipastikan mengetahui lalu lintas administrasi mahasiswa. Termasuk, mahasiswa jadi-jadian yang mendapat ijazah tanpa mengikuti kuliah.

Sementara itu, Kastolan ditetapkan sebagai tersangka karena memfasilitasi pembuatan ijazah instan. Dia yang melakukan promosi di media massa, berhubungan dengan klien, hingga menyerahkannya ke perantara selanjutnya di internal UTS yang memproses ijazah tersebut.

Peran Sulastri dalam kasus itu adalah memproses ijazah di internal kampus. Mulai memasukkan data yang diberikan Kastolan, mengawal data itu hingga bisa diterbitkan menjadi ijazah. Sulastri dengan mudah melakukan hal tersebut karena dia menjadi staf tata usaha di kampus di Jalan Ngagel tersebut.

Kasi Pidum Kejari Surabaya Roch. Adi Wibowo mengungkapkan, saat ini pihaknya masih meneliti berkas yang diajukan polisi. Pengkajian itu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya kekurangan dalam pengumpulan bukti dan penggunaan pasal yang dijeratkan.

Menurut dia, jika berkas dipandang lengkap, pihaknya segera mengembalikan ke penyidik untuk menanti penyerahan tahap kedua. Penyerahan tahap kedua itu disertai berkas, barang bukti, dan tersangka. ''Untuk sementara, saya lihat berkas itu tidak ada masalah. Tapi, ada yang belum selesai. Tinggal sedikit,'' katanya. (cak/eko/fat)


http://jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=48082

Esensi Demokrasi Perwakilan Bersama DPD

Sebentar lagi pemilu legislatif akan dilangsungkan. Semua calon anggota legislatif (caleg) pasti punya mimpi.Namun,mungkin mimpi caleg DPD tak semanis caleg DPR/ DPRD.


Siapa pun yang akan terpilih akan menemukan kenyataan bahwa kewenangan DPD yang diskemakan dalam UUD 1945 tidak memungkinkan mereka untuk turut serta mengurusi sebagian masalah negara secara paripurna.

Irasionalitas ini bukan perkara sepele, bukan pula perkara DPD,melainkan perkara bangsa,perkara kita bersama. Karena itu, pengorganisasian kekuasaan—yang tidak lain adalah melakukan sistematisasi harapan-harapan pemilik kuasa, yang kini secara teknis politis disebut sebagai orang yang mematuhi— agar mereka yang akan dipatuhi tidak bertindak sesuka hati.

Perbedaan Kecil

Dalam membahas bikameralisme ini dulu Indonesia menjadikan sistem bikameralisme Amerika Serikat (AS) sebagai perbandingan. Jika kita memperbandingkan fenomena perdebatan dalam konvensi konstitusi AS di Philadelphia pada 1787—yang melahirkan bentuk kekuasaan legislatif seperti pada saat ini—dengan perdebatan tentang kekuasaan legislatif di BP MPR tahun 2000–2001 yang lalu, memang terlihat adanya sejumlah perbedaan.

Para delegasi dalam konvensi Philadelphia mewakili daerah dengan status sebagai negara dalam derajat yang sama pada lingkup konfederasi. Anggota BP MPR,betapa pun ada yang mewakili daerah, tetapi status daerah yang diwakilinya bukanlah negara. Konsekuensinya, walaupun mereka berbicara mengenai daerah, semangatnya berbeda dengan semangat delegasi dalam konvensi konstitusi Amerika.

Ketika anggota PAH III pada Sidang Umum MPR 1999, kemudian diubah menjadi PAH I BP MPR memperdebatkan Pasal 2 ayat (1), tidak sedikit dari mereka secara jelas dan tegas memilih strong bicameralism menjadi struktur organ legislatif. Mereka percaya bahwa strong bicameralism akan menghasilkan checks and balances antardua organ legislatif. Paradoks.

Ada apresiasi,tetapi ada pula penolakan. Oleh kutub ini MPR dinilai sebagai representasi orang-orang arif sekaligus menjadi model demokrasi khas Indonesia. Romantisme ini,selain karena kuatnya, juga terdramatisasi dengan semangat integrasi nasional yang menyalanyala.

Hasilnya, lahirlah tesis— bikameral Amerika— bukanlah model yang serasi dengan spirit negara kesatuan dan hakikat filosofis MPR. Menariknya, kutub yang mendukung strong bicameralism juga menggunakan negara kesatuan sebagai argumennya. Bagi mereka, justru untuk mempertahankan negara kesatuan itulah maka bentuk MPR harus direstrukturisasi.

Demi negara, kedua kutub ini harus masuk ke panggung konsensus. Di panggung itulah lahir solusi gemilang. Utusan daerah hilang, begitu juga utusan golongan, tetapi dibentuklah DPD seperti pada saat ini.

Konsensus Baru

Seperti di PAH I, pertentangan ekspektasi juga terjadi dalam konvensi konstitusi Amerika. Pertentangan terartikulasi dalam The Virginia Plan dan The New Jersey Plan. Rencana pertama menekankan single house legislature, terdiri atas lower house dan upper house.

Rencana ini berhadapan dengan rencana kedua yang menekankan penyebaran kekuasaan eksekutif kepada dua organ—presiden dan kongres—serta mencegah tirani dari salah satu kamar legislatif, begitu juga tirani daerah besar yang kaya sumber daya alamnya terhadap daerah kecil yang miskin sumber daya alamnya.

Demi negara,muncullah The Conecticut Compromise. Lahirlah skema constitutional authorityatas organ eksekutif dan legislatif seperti sekarang (James MacGregor Burns dan Jack Walter Peltason,1963). Kita tidak mengenal ketiga rencana di atas, tetapi bukan tanpa konsensus. Konsensus kita, sebut saja konsensus 2001,melahirkan DPD seperti saat ini. Lima tahun sudah konsensus itu diuji dan hasilnya mengecewakan.

DPD bukan tidak berperan, tetapi begitulah nasibnya,cuma bernilai sebagai pemberi pertimbangan.Itu pun terbatas. Padahal,sejak semula organ ini hendak dibangun berdasarkan semangat checks and balances. Semangat ini, begitulah yang teridentifikasi, begitu hebat digunakan oleh PAH I pada awal perdebatan.

Sayangnya cuma menyemangati reorganisasi kekuasaan lain, sehingga tak bermakna dalam lintasan relasi fungsi antarorgan kekuasaan legislatif; DPR-DPD. Untungnya, suara hati kebangsaan saat ini melarang kita untuk memutar haluan bernegara ke belakang,ke masa lalu,betapapunadasekelumit keindahan di sana.

Karena itu, bersama DPD dalam bernegara menurut kutub strong bicameral dalam PAH I BP MPR rasanya tetap segar untuk dijadikan pilihan dalam menata kembali fungsi kedua organ ini. Pilihan ini, begitulah yang dapat dikenali dari asal-usulnya, dahulu kala, sejak diperdebatkan di Philapdelphia pada 1787, adalah sebuah pilihan yang beresensi memanusiakan wajah kekuasaan.

Tujuannya sederhana, agar harga kita sebagai orang-orang merdeka termuliakan. Sebab,semua organ kekuasaan tercegah untuk menjadi tiran bagi organ yang lain. Konsensus baru, menggantikan konsensus 2001, terasa menjadi pilihan bijak untuk meretas jalan ke strong bicameralism. Ada baiknya bosbos partai dan DPD sejenak menyingsingkan kuasa yang ada.

Duduk dan berbicaralah bersama. Berbicaralah sebagai sesama warga negara Indonesia, bahkan sebagai manusia- manusia yang berbudi luhur, yang mengetahui bahwa bernegara, sejatinya bukan soal organ mana yang lebih banyak atau sedikit memperoleh kewenangan. Bernegara semestinya dimaknai sebagai usaha tanpa henti untuk menyehatkan semua tatanan, demi kemuliaan manusia. Semoga.(*)

Margarito Kamis
Doktor Hukum Tata Negara


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207177/

Belanda Adili Pembuat Film Fitna

Belanda Adili Pembuat Film Fitna
DEN HAGUE -- Pengadilan Belanda memerintahkan jaksa untuk menyeret Geert Wilders, legislator anti-Islam pembuat film Fitna, ke meja hijau. Dia dituduh telah menyebarkan kebencian dan diskriminasi terhadap kaum muslim dengan membandingkan agama kaum muslim dengan Naziisme.

“Dengan menyerang simbol- simbol agama muslim, dia juga telah melukai umat Islam,” kata pengadilan banding Amsterdam dalam keputusan tertulisnya yang keluar Rabu.

Pengadilan menjatuhkan putusan setelah menerima banyak keluhan dari warga negara atas penolakan jaksa untuk menjatuhkan dakwaan terhadap Wilders.

Wilders juga menyerukan agar Al-Quran dilarang di Belanda dan menyebutnya sebagai “kitab fasis”.

Kantor kejaksaan di Amsterdam menyatakan pihaknya tidak akan mengajukan banding atas putusan itu dan segera akan menggelar penyidikan.

Wilders, anggota parlemen dari Partai Kebebasan (PVV), menilai putusan itu menandai “sebuah hari gelap”. “Putusan pengadilan itu sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi. Partisipasi dalam debat publik akan menjadi kegiatan berbahaya. Jika Anda berpendapat, Anda berisiko diadili,” katanya di situs partainya. Tahun lalu, film berdurasi 17 menit itu memicu kehebohan di seluruh dunia. AFP | BBC | IWANK



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/23/Internasional/krn.20090123.154686.id.html

Pemilu 2009, Benarkah Suara Rakyat Gampang Dibeli?

Pemilu 2009, Benarkah Suara Rakyat Gampang Dibeli?

Politik Uang v Reputasi

Oleh Samsudin Adlawi *

DALAM banyak kesempatan, banyak tokoh menengarai bahwa politik uang menjadi ancaman terbesar Pemilu 2009. Pernyataan itu dikaitkan dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang telah membatalkan pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Konsekuensi putusan itu, pada Pemilu 2009 April nanti, caleg (calon legislatif) akan berlomba-lomba meraih suara terbanyak.

Sinyalemen seperti itu lebih merupakan ketakutan parpol dan caleg yang tidak siap atas pelaksanaan suara terbanyak. Sebagaimana diketahui, putusan MK keluar setelah penetapan daftar calon tetap (DCT) oleh KPU. Sebagian besar parpol telanjur menyusun daftar caleg dengan asumsi penetapan kursi masih berdasar nomor urut.

Mereka beramai-ramai menempatkan tokoh-tokohnya di nomor urut satu atau dua, maksimal tiga (nomor topi). Padahal, tokoh-tokoh itu kurang populer dan bahkan sama sekali tidak dikenal di dapil (daerah pemilihan) yang ditempatinya.

Karena tidak populer, peluangnya untuk mendulang banyak suara sangat kecil. Maka, mereka pun menggelindingkan wanaca ''protes'' bahwa dengan suara terbanyak hanya politisi berduit atau orang kaya yang akan terpilih menjadi legislatif.

Secara tidak langsung, wacana tersebut mengambinghitamkan rakyat. Sebagai pemilik hak pilih, rakyat diposisikan sebagai objek politik uang. Dengan kata lain, rakyat telah disangka hak pilihnya bisa dibeli. Harus diakui, dalam beberapa pemilu lalu, praktik jual beli suara seperti itu masih marak. Tapi, grafiknya mulai menurun seiring mulai dewasanya cara berpolitik masyarakat.

Terakhir, fenomena unik terlihat pada Pemilu 2004. Saat itu, banyak orang yang memiliki 24 kaus atau atribut parpol kontestan pemilu. Jika ada kampanye parpol A, mereka akan berangkat mengenakan kaus lengkap atribut parpol A. Pulangnya, mereka sudah membawa uang. Maka, yang terjadi saat itu, hampir semua kampanye parpol dipadati pengunjung.

Mengapa terjadi demikian? Fenomena tersebut menunjukkan bahwa rakyat mulai cerdas.

Hal yang sama sangat mungkin terulang pada Pemilu 2009 ini. Hanya, yang membedakan adalah pilihannya. Politisi berduit tetap akan diterima dengan tangan terbuka. Duit yang mereka bagikan akan diterima dengan sukacita.

Sebab, dalam kondisi seperti sekarang ini, rakyat memang sedang membutuhkan duit untuk menopang keberlangsungan hidup. Tapi, soal hak pilih, mereka akan memberikan kepada caleg (juga presiden) idamannya.

Era Reputasi

Sistem suara terbanyak sangat menguntungkan bagi caleg yang punya reputasi. Setidaknya, reputasi yang akan dijadikan pertimbangan rakyat dalam memilih caleg tecermin dalam lima hal. Pertama, popularitas. Popularitas berkaitan erat dengan ketokohan. Peluang menang tokoh yang terkenal di daerah tempat tinggalnya (maksimal dapilnya) dalam pileg 2009 sangat besar. Namun, popularitasnya belum cukup. Elektabilitasnya bergantung empat hal yang lain.

Yakni, apakah tokoh tersebut memiliki sikap kenegarawanan. Sikap itu tecermin dalam perilaku sehari-hari. Misalnya, dalam bergaul dengan masyarakat, apakah tokoh yang nyaleg itu suka membantu rakyat. Kalau kebetulan dia sedang menjabat, keputusan atau kebijakan yang dibuat mengutamakan kepentingan rakyat atau sebaliknya, hanya untuk melayani dan menyenangkan atasan atau bawahan. Pendeknya, apakah di balik keputusan atau kebijakannya ada rakyat.

Selanjutnya, kemampuan caleg dalam mengelola manajemen konflik antara persoalan sendiri dan tugas juga mencerminkan reputasinya. Saat ini, rakyat butuh caleg yang punya integritas tinggi. Mereka berharap, jika kelak jadi anggota dewan, tenaga serta pikiran wakilnya di gedung dewan tetap fokus pada tugas utamanya. Yakni, memperjuangkan kepentingan rakyat yang diwaliki. Tidak sebaliknya, terjebak dalam kubangan conflict of interest.

Tak kalah penting adalah visionary. Reputasi seseorang juga ditentukan oleh visinya. Seorang caleg harus punya visi yang jelas dan terukur tentang fungsi legislasi. Dengan demikian, kehadirannya dalam gedung dewan kelak bisa mewarnai lembaga terhormat itu.

Tidak seperti sebelumnya. Gedung dewan masih banyak dihuni sosok yang tidak punya visi. Mereka hanya datang, duduk, dan diam (D3). Keberadaannya sama dengan ketidakberadaannya. Keberadaannya sekali tidak mampu ''meluruskan'' hal-hal yang ''bengkok''. Bahkan, mereka sering lebur dalam hal-hal yang ''bengkok'' itu.

Yang terakhir, bakat dan potensi kepemimpinan seseorang bisa meningkatkan reputasinya. Bisa dibilang, anggota legislatif yang menghuni gedung dewan merupakan kumpulan para pemimpin. Setidaknya, sebagai pemimpin, mereka representasi dari konstituen. Mereka mewakili rakyat yang telah memilihnya saat pemilu.

Dalam posisi terhormat seperti itu, caleg harus punya kemampuan leadership. Itu mutlak harus dimiliki seorang caleg. Sebab, saat ini rakyat sudah alergi terhadap sepak terjang anggota dewan yang hanya D3. Sadar atau tidak, sejatinya kelompok D3 ini telah mengingkari amanat yang dimandatkan rakyat kepadanya.

Sangat banyak tokoh yang punya reputasi dengan lima kriteria tersebut. Masyarakat dengan mudah mengenalinya. Sebab, mereka saat ini hidup di tengah dan di sekitar masyarakat. Mereka aktif berinteraksi dengan rakyat. Secara psikologis, interaksi itu melahirkan ikatan emosional di antara mereka.

Dengan sistem suara terbanyak dalam pileg 2009, diprediksi rakyat akan memilih caleg yang reputasinya jelas. Hak pilihnya akan diberikan kepada tokoh yang ''bersih''. Rakyat di kabupaten/kota akan lebih memilih caleg yang tinggal dan mengabdi di daerahnya. Rakyat juga akan memilih caleg dari daerahnya untuk DPRD provinsi. Demikian pula untuk caleg DPR dan DPD.

Hal itu terjadi karena rakyat tahu persis reputasi mereka. Sangat kecil peluang terjadinya ''membeli kucing dalam karung''. Memilih caleg yang tidak jelas reputasinya lebih besar risikonya. Sebaliknya, caleg yang dipilih karena sudah dikenal rakyat akan berpikir dua kali untuk menggadaikan reputasinya.

*. Samsudin Adlawi, wartawan Jawa Pos, (e-mail: udi@jawapos.co.id)

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=47953

Apa Kabar,Senayan?

ANDAIKAN Gedung Wakil Rakyat di Senayan bisa bicara, memberikan kesaksian seputar perilaku anggota DPR dari tahun ke tahun, pasti seru dan sangat menarik disimak.


Ada yang mengagumkan,menjengkelkan, konyol,keji, terpuji, pemberani, penakut, munafik, patriotik, pecundang, cerdas, kurang cerdas,dan segala macam sifat serta perilaku mereka. Kecuali para sejarawan dan pengamat politik,rakyat pada umumnya sudah lupa dan kurang peduli terhadap berbagai peristiwa penting yang terjadi di Senayan.

Kesan yang mungkin masih teringat bagi masyarakat umum,semasa Presiden Soeharto suasana Senayan adem-adem saja. Ucapanucapan khas Pak Harto dalam pidatonya yang berbau Jawa serta senyumnya yang kebapakan pasti masih diingat banyak orang.

Orang bilang, semua persidangan di DPR hanya untuk menyatakan persetujuan terhadap seluruh rancangan yang sudah direstui Pak Harto,sehingga secara formal tata cara dan ritual berdemokrasi di sebuah negara republik terlaksana.

Setelah Pak Harto lengser,warna dan suasana Senayan banyak sekali mengalami perubahan,baik dalam kemajuan maupun kemunduran.Dulu proses rekrutmen anggota DPR lebih bersifat top-down yang secara formal tentu berseberangan dengan prinsip demokrasi.

Namun secara kualitas, pihak penguasa dan pimpinan partai politik (parpol) mempunyai peluang besar untuk memilih dan menjaring wakil rakyat yang berkualitas. Secara fungsional-substansial, produk wakil rakyat melalui pilihan rakyat langsung dan murni tidak selalu baik hasilnya, terlebih jika rakyat miskin dan pendidikannya rendah.

Sekarang,ketika proses penjaringan wakil rakyat benarbenar bebas berdasarkan selera rakyat melalui mekanisme pemilu legislatif, mereka yang terpilih adakalanya jadi aneh-aneh, beragam, dan ada yang lucu-lucu, ada yang hebat, ada pula yang menyebalkan.

Padahal mereka memiliki kewenangan besar untuk mengantarkan perjalanan bangsa ini ke depan, melalui otoritas sebagai pembuat undangundang (UU),pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, dan menyusun anggaran belanja pembangunan.

Jadi,bayangkan saja,bagaimana repotnya eksekutif dan kacaunya kehidupan berbangsa ke depan andaikan mereka yang duduk sebagai wakil rakyat tidak menguasai ilmu hukum,teori,dan seluk-beluk negara modern, serta perencanaan pembangunan dalam berbagai bidang.Inilah salah satu cacat bawaan demokrasi,apa yang dihasilkan rakyat banyak tidak selalu merupakan putra terbaiknya.

Demokrasi ibarat benih dan bibit unggul,memerlukan persyaratan yang juga unggul. Lahan tanahnya untuk tumbuh juga harus baik dan subur. Dalam hal ini,tingkat pendidikan rakyat yang tinggi, ekonomi berkecukupan,dan tradisi taat hukum merupakan syarat bagi tumbuh subur dan sehatnya demokrasi.

Disayangkan, persyaratan tadi masih sangat kurang di Indonesia, sehingga pohon demokrasi tidak menghasilkan buahnya yang bagus. Ibarat pohon, daun dan buahnya banyak dimakan ulat.Tanahnya pun gersang,kurang subur,sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak kokoh, keropos,dan sama sekali negara ini tidak disegani masyarakat dunia.

Suasana politik yang selalu meneriakkan demokrasi, yang dikejar hanya kebebasannya. ”Sekali bebas, bebas sekali”. Di samping faktor integritas,diperlukan banyak persyaratan keilmuan yang mesti dikuasai oleh wakil rakyat. Misalnya ilmu pengetahuan mengenai teori negara modern, pengetahuan di bidang hukum dan perundang-undangan, termasuk hukum laut, udara, dan internasional.

Tak kalah pentingnya juga pengetahuan yang mendalam di bidang pendidikan, ekonomi, dan bidang lain yang strategis, yang menjadi penopang kehidupan berbangsa dalam pergaulan dunia yang sangat dinamis ini. Di kampus-kampus terkemuka sesungguhnya banyak ahli dalam berbagai bidang tersebut.

Tetapi lagi-lagi sangat disayangkan,banyak kaum profesional dan ilmuwan andal tidak terkondisikan untuk mengabdikan ilmu dan pengalamannya di Senayan. Malah banyak anggota DPR yang merangkap jadi mahasiswa.

Kalau saja sekelompok ilmuwan dan profesional andal diberi peluang secara bergantian menyumbangkan ilmu,tenaga,dan umurnya duduk di Senayan, pasti akan lebih berbobot ketimbang kursi yang terhormat itu diisi oleh mereka yang rekam jejak dan prestasi sosial-intelektualnya tidak jelas.

Banyak kendala soal ini,salah satunya UU Politik yang mempersulit posisi dan pilihan para dosen yang kebetulan berstatus pegawai negeri untuk jadi wakil rakyat,kecuali mesti keluar dari status itu. Kalau saja terbuka peluang cuti di luar tanggungan negara, misalnya, pasti banyak yang terpanggil.

Belum lagi mesti ”bayar tiket”ke parpol dan mengeluarkan dana kampanye. Maka semakin sulit menjaring mereka. Sekali lagi,tugas dan peran DPR sangat besar bagi penyelamatan dan pengembangan bangsa ini ke depan. Juga untuk membangun tradisi dan kualitas politik serta demokrasi yang sehat.

Tapi apa jadinya kalau ternyata mereka yang duduk di Senayan sebagian tidak jelas rekam jejaknya. Tidak meyakinkan kualitas kesarjanaan dan intelektualnya. Lebih susah lagi kalau integritasnya rapuh. Lalu motif utamanya menjadi anggota legislatif tak lebih sebagai pencaharian untuk mencari keuntungan materi sembaribergaya sokkuasadansok hebat di hadapan eksekutif.

Di antara mereka, kalau mengkritik eksekutif tidak jelas substansi kritiknya, tetapi kalau ditanya balik alternatif solusinya tidak bisa menjelaskan dengan baik. Bahkan akhir-akhir ini kalau sidang lebih banyak kursi yang kosong, katanya ada tugas-tugas lain yang berbarengan.

Apa pun alasannya,teman-teman yang berada di Senayan mesti bisa membangun kepercayaan publik dengan produk undangundang yang bermutu, visioner, dan workable. Mereka itu ibarat desainer dan penjahit baju untuk dipakai oleh pemerintah. Apa jadinya kalau hasil jahitannya tidak pas dan tidak enak dipakai? Ada beberapa produk undang-undang yang ketika diterapkan justru menjerat pembangunan.

Contohnya adalah UU Perburuhan yang dinilai malah menghambat para investor. Mestinya sekretariat DPR dan LSM pemantau demokrasi menerbitkan profil semua anggota DPR.Disajikan datanya, dari riwayat pendidikan, pekerjaan,keluarga,prestasi, kekayaan, dan berbagai sepak terjang dalam masyarakat, sehingga rakyat yang diwakili betul-betul tahu siapa mereka itu.

Kemudian pihak Senayan juga membuka akses selebar-lebarnya bagi rakyat untuk tahu kinerja mereka. Bahkan sebaiknya malah membuat laporan kegiatan berkala dan berbagai problem serta kemajuan yang dicapai, sebagai pertanggungjawaban publik dan pendidikan politik bagi rakyat.

Sekarang ini pemda sebaiknya menerbitkan data lengkapsiapa-siapasajaputra daerah yang hendak maju jadi anggota legislatif,kemudian data itu dibuka dan disebarkan ke publik agar tidak salah pilih. Kalau saja dari sejak awal sudah ada proses seleksi yang bagus,semoga yang nantinya lolos ke Senayan benarbenar putra-putri terbaik bangsa ini,terlepas etnis,agama, dan status sosialnya.Kalau nantinya ternyata kualitas anggota DPR tidak bagus, sesungguhnya rakyat sebagai pemilih ikut menanggung dosa politik.

Namun pembuat undang-undang juga ikut salah. Ke depan,semua aturan, mekanisme,dan kultur pemilu yang tidak menjanjikan perubahan dan perbaikan bangsa perlu diperbaiki.(*)

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
REKTOR UIN SYARIF
HIDAYATULLAH


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207211/38/

AS Tolak Resolusi WHO Tentang Palestina

AS Tolak Resolusi WHO Tentang Palestina



London, (ANTARA News) - Amerika Serikat menolak Resolusi yang berjudul "Kondisi kesehatan yang amat menyedihkan di Palestina terutama Gaza," yang disponsori negara-negara OKI termasuk Indonesia.

Dalam sidang "Executive Board" WHO yang digelar sejak 19 hingga 27 Januari telah disahkan Resolusi yang berjudul "The Grave Health Situation in the Occupied Palestinian Territory, particularly in the Occupied Gaza Strip", demikian Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Acep Somantri kepada koresponden Antara London, Kamis.

Menurut Acep Somantri, resolusi disetujui melalui pemungutan suara dengan 28 suara mendukung termasuk Indonesia dan satu suara menolak yaitu Amerika Serikat. Empat negara abstain yaitu Malawi, Bahamas, Selandia Baru dan Samoa serta satu negara tidak hadir (El Savador).

Disetujuinya Resolusi tersebut, tidak terlepas dari upaya Menkes bersama Delegasi RI menggalang dukungan negara-negara OKI dan desakan agar rancangan Resolusi segera disahkan.

Menkes RI telah mendesak Executive Board WHO mengambil tindakan segera untuk memulihkan kondisi kesehatan di Jalur Gaza, sebagaimana yang disampaikan di hadapan sidang Executive Board pada tanggal 20 Januari lalu.

Diingatkan oleh Menkes RI bahwa pengesahan rancangan Resolusi ini adalah semata-mata didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan dan keadilan bukan atas dasar politik, sektarian maupun keagamaan.

Menkes RI puas dengan disahkannya Resolusi tersebut, dan menegaskan bahwa Indonesia siap membantu WHO bagi pengiriman Misi Khusus Kesehatan ke Palestina dimaksud.


Bantuan Medis

Resolusi "The Grave Health Situation in the Occupied Palestinian Territorry, particularly in the occupied Gaza Strip", pada pokoknya mendesak negara-negara di dunia untuk segera memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina, berupa tim medis, ambulans, obat-obatan dan perawatan medis serta akses bagi pelayanan kesehatan di Jalur Gaza.

Resolusi juga mendesak, agar Dirjen WHO segera mengirimkan Misi Khusus Kesehatan (Urgent Specialized Heath Mission) ke Jalur Gaza untuk mempercepat akses bantuan kesehatan kepada rakyat Palestina.

Resolusi mendesak penarikan penuh pasukan militer Israel dari jalur Gaza secepatnya.

Resolusi juga mendesak untuk membuka blokade dan semua perbatasan bagi akses bantuan kemanusiaan ke wilayah jalur Gaza, termasuk koridor untuk menjamin pemberian pelayanan bantuan kesehatan dan makanan, jalur Tim Medis dan transfer para korban luka.

Resolusi menekankan pula untuk melarang serangan militer Israel terhadap sipil dan infrastruktur kesehatan Palestina.

Resolusi mendesak pula untuk memberikan perlindungan bagi rakyat Palestina, agar rakyat Palestina dapat hidup dengan aman di tanah mereka, dan menjamin kebebasan bergerak serta memfasilitasi tugas tim medis, ambulans dan upaya tanggap darurat untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Resolusi mendesak bantuan bagi rekonstruksi infrastruktur kesehatan di jalur Gaza yang hancur karena serangan militer Israel, demikian Acep Somantri. (*)




COPYRIGHT © 2009

http://antara.co.id/arc/2009/1/23/as-tolak-resolusi-who-tentang-palestina/

Masuk Gaza Pasca Agresi Israel (1)

Masuk Gaza Pasca Agresi Israel (1)

Laporan: Kardono Setyo, Dari Gaza City, Palestina

Mulai Normal, Masih Sering Ada Bom

MASUK Jalur Gaza bukan main susahnya. Meski surat izin dari Kementerian Luar Negeri Mesir sudah di tangan, bahkan sudah tanda tangan tiga kali surat pernyataan ''Saya tidak akan menuntut siapa-siapa bila terjadi apa-apa'' dalam bahasa Inggris dan Arab, sekitar seminggu saya menunggu tetap tak bisa masuk potongan kecil wilayah Palestina yang berbatasan dengan Mesir itu.

Itu dipicu protes Israel kepada Mesir (negeri yang punya hubungan diplomatik dengan negara Yahudi) karena pada Minggu (18/1) mengizinkan sekitar 160 wartawan asing masuk ke Gaza. Akibatnya, sejak saat itu izin masuk ke negeri yang hancur dibombadir Israel tersebut diperkatat.

''Kami tak bisa memastikan kapan akan dibuka lagi. Kemungkinan dalam dua atau tiga hari lagi. Lebih baik tetap menunggu di perbatasan karena sewaktu-waktu bisa dibuka,'' kata Ali Ibrahim, staf press center di Kairo, Mesir, setiap saya konfirmasi.

Titik terang masuk Jalur Gaza mulai ada ketika KBRI Mesir hendak mengevakuasi Umi Saudah, TKW asal Semarang yang ditahan di penjara Saroya, Jalur Gaza, atas tuduhan pencurian. Berbekal dokumen persetujuan dari Kemlu Mesir, kami hendak mendompleng KBRI masuk Jalur Gaza. Alasannya sederhana; meliput evakuasi itu.

Bersama Muhammad Abdullah, pelaksana protokoler dan konselor KBRI Mesir, saya dan sejumlah rekan wartawan yang lain menuju gerbang perbatasan Rafah pada Selasa lalu (20/1). Baru pada Rabu pagi (21/1) kami menuju Makbar Rafah (tempat imigrasi Mesir untuk menuju Gaza).

Namun, menunggu sejak pukul 10.00 hingga 15.00, belum ada kejelasan kami bisa masuk. Menurut Abdullah, masih menunggu surat dari state security pemerintah Mesir (semacam Bakostanas era Orde Baru). ''Sudah kami susulkan dokumen-dokumennya, tapi kok belum ada jawaban,'' tutur Abdullah.

Sekitar pukul 15.15, tiba-tiba gerbang Makbar Rafah dibuka dan rombongan jurnalis asing masuk. ''Mereka membuka gerbang?'' tanya saya kepada seorang jurnalis asal Prancis. ''Tampaknya begitu. Saya sangat berharap segera masuk,'' katanya.

Jawaban itu membuat saya langsung bergegas dan memisahkan diri dari rombongan KBRI. Ternyata benar, saat itu Mesir membuka keran aliran jurnalis ke Jalur Gaza. Namun, tetap saja harus ada pemeriksaan dari para agen Mukhabarat atau intelijen militer. Ternyata saya masih kekurangan satu dokumen lagi. Yakni, surat keterangan dari Press Center Provinsi Sinai Utara. Rupanya, surat dari Press Center Kairo masih kurang. Cepat-cepat saya menelepon Ali Ibrahim dan meminta dia agar menghubungi Press Center Kairo. Untunglah, selembar faksimile persetujuan saya terima sekitar pukul 17.00. Saya sudah cemas saja karena bus terakhir ke Gaza pukul 19.00.

Urus-mengurus dokumen dan cap paspor akhirnya selesai pukul 18.15. Dan yang membut saya bersyukur, saya tak ketinggalan bus terakhir. Saya kemudian membayar 91 pound untuk biaya bus dan semacam ''airport tax''. Eh, di dalam bus ternyata masih kurang. Kernek bus berseragam imigrasi Mesir menarik lagi 30 pound. Untuk apa? ''Untuk biaya listrik,'' jawabnya. Meski tak sambung apa hubungan bus dengan biaya listrik, saya tetap membayar karena paras kernek itu seperti berkata, ''Sudah, tak perlu banyak tanya.'' Lagi pula, semua penumpang juga membayar 30 pound.

Ternyata total 121 pound (sekitar Rp 250 ribu) tersebut hanya untuk mengantarkan sekitar 100 meter -sekitar 3 menit- ke gerbang imigrasi Palestina. Padahal, saya sudah membayangkan tiba di Gaza City dengan bus yang badannya bertulisan Gaza Bus itu. Kami diminta turun untuk berjalan menuju ke Kantor Imigrasi Palestina.

Semua petugas imigrasi adalah orang Hamas. Di antaranya, Fauzi Al Ghozi, juru bicara Hamas pada 2006. Alih-alih melayani keimigrasian, Al Ghozi malah sibuk diwawancarai sejumlah jurnalis asing di ruang imigrasi tersebut.

Proses imigrasi di Palestina sangat sederhana. Paspor kami hanya difotokopi, dibagikan kembali, serta ditanya tujuan dan mau menginap di mana. Tak lebih dari lima menit saya sudah keluar dari Imigrasi Palestina. Kami kemudian naik taksi.

Kata taksi sebenarnya tak cocok. Bodinya taksi, tapi cara pembayaran seperti angkot. Si sopir menunggu penumpang penuh, kemudian baru berjalan. Sopir yang bernama Abdullah itu mengutip 100 pound tiap penumpang untuk sampai ke Gaza City. Penumpang taksi tujuh orang sehingga malam itu dia mengantongi 700 pound (sekitar Rp 1,4 juta) untuk satu rit saja.

Sepanjang perjalanan, meski malam, sisa-sisa keganasan agresi Israel sangat terlihat jelas. Bangunan runtuh, jalan berlubang, dan pecahan-pecahan beton berserak di jalan. Terutama di Khan Younis, kota yang kami lalui setelah Rafah, Palestina. ''Di sini sempat terjadi pertempuran kota antara Hamas dan Israel. Tank juga sempat masuk di sini,'' cerita Abdullah. Saya tiba ke Gaza City sekitar pukul 20.15 dan langsung menuju ke Hotel Az-Zahra, sebuah hotel kelas melati yang dekat Laut Tengah (Mediterania).

Meski sudah ada gencatan senjata, pagi harinya saya dibangunkan suara ledakan bom. Saya bangun, cuci muka, dan segera keluar mencari tahu asal suara bom tersebut. Rupanya, memang ada pengeboman Israel. Kata seorang warga Gaza, tampaknya, pengeboman dilakukan di Jabaliya dan di laut.

Pagi itu saya kemudian ke pantai dan melihat lima kapal patroli Israel menembak-nembak. Menurut Mahmood, seorang nelayan setempat, kapal Israel yang menembak itu merupakan hal rutin. ''Tujuannya menakut-nakuti saja supaya kami tak melaut mencari ikan,'' katanya.

Rupanya, blokade yang dilakukan Israel sudah sampai taraf memaksa para nelayan untuk tak mencari ikan. ''Tapi, kami tak takut. Bagaimana lagi, tertembak patroli Israel memang bisa mati. Tapi, toh kalau kami tak melaut, kami juga akan mati kelaparan,'' tuturnya.

Ucapan Mahmood benar. Setidaknya, pagi itu terdapat sekitar tujuh kapal nelayan yang nekat melaut. Uniknya, Mahmood sempat memperingatkan saya untuk tak mendekat dan memotret. ''Sebab, kamu pakai (baju) hitam-hitam,'' ucapnya.

Mahmood khawatir saya kena tembak. Sebab, mengenakan baju hitam-hitam -yang menjadi warna kebanggaan seragam Hamas- dan memotret bisa membuat kapal Israel mencurigai saya orang Hamas. ''Ada teman saya pakai hitam-hitam dan duduk di tepi pantai. Tiba-tiba kapal Israel menembak dan kaki teman saya tertembak,'' tambahnya.

Setelah dari pantai, saya berkeliling mulai Gaza City hingga Jabaliya, kota yang berada hanya tiga kilometer selatan Gaza. Benar, di dataran tinggi El Raisy, tampak asap mengepul, tanda paginya ada pengeboman. Menurut Ahmad, guide taksi yang saya tumpangi, dataran tinggi El Raisy di Jabaliya merupakan salah satu daerah yang paling parah terkena agresi Israel.

Tuntut Israel Ke Mahkamah Internasional

Menteri Kesehatan Otoritas Palestina Basheem Na'im kemarin berkunjung ke RS Ash Shifa, Gaza City, rumah sakit pemerintah yang menjadi pusat perawatan korban perang. Di sela-sela kunjungannya itu, Jawa Pos sempat melakukan wawancara. Berikut petikannya.

Bagaimana data terakhir jumlah korban?

Dari yang telah kami kumpulkan, korban tewas mencapai 1.400 orang dan luka-luka mencapai lebih dari 6.000. Saya pastikan jumlah ini masih belum final, karena proses evakuasi masih berjalan dan masih banyak korban yang belum ditemukan.

Soal penggunaan bom fosfor, apakah Anda bakal membawa Israel ke Mahkamah Internasional?

Ya, tentu. Tapi, kami masih mengumpulkan data-data. Sebetulnya, kami sudah menemukan banyak bukti soal itu. Di antaranya banyak korban yang kakinya putus sepaha. Seperti seragam. Selain itu, dari bentuk luka dan pecahan bom yang kami temukan. Itu bom fosfor yang penggunaannya sudah dilarang. (pecahan bom fosfor memang tersebar di kawasan Gaza. Jawa Pos sempat melihatnya, dan bahkan pecahan kecil sepanjang 30 cm saja hingga berhari-hari masih terbakar, Red).

Lalu, kenapa Palestina tak segera menuntutnya?

Sabar, sabar. Kami hanya ingin memastikan ketika menuntutnya. Kami sudah membawa bukti dalam jumlah banyak dan sulit dibantah. Selain itu, gerakan yang kami lakukan tak hanya sekadar menuntut Israel ke Mahkamah Internasional. Keadilan tak hanya bisa ditemukan di pengadilan. Kami juga melakukan hal-hal lain terkait masalah itu. (el)


http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=48119

HAMAS Beri 1.000 Euro Untuk Setiap Korban Tewas di Gaza

HAMAS Beri 1.000 Euro Untuk Setiap Korban Tewas di Gaza



Kota Gaza, (ANTARA News) - HAMAS pada hari Kamis mengemukakan akan memberi 1.000 Euro untuk setiap keluarga yang anggotanya tewas dalam penyerbuan Israel. HAMAS juga akan memberi 4.000 euro bagi setiap keluarga yang rumahnya hancur dibom Israel.

Seperti dilaporkan AFP, Jurubicara HAMAS, Taher Al-Nunu mengemukakan pihaknya juga akan memberi 5.000 euro bagi setiap korban luka dan 2.000 euro bagi keluarga yang rumahnya mengalami kerusakan.

Otoritas Palestina mengemukakan serangan 22 hari oleh Israel ke Jalur Gaza menewaskan 1.330 orang dan melukai 5.430 jiwa lainnya selain menghancurkan 4.000 rumah dan merusak 17.000 rumah lainnya.(*)




COPYRIGHT © 2009



http://antara.co.id/arc/2009/1/23/hamas-beri-1000-euro-untuk-setiap-korban-tewas-di-gaza/

Simplifikasi Audit Dana Kampanye

Desakan supaya Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) sebagai aturan pengganti atas pelaksanaan audit dana kampanye kian kuat.


Undang- Undang Pemilu No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif yang terkait langsung dengan aturan audit dana kampanye memang sangat tidak realistis. Bayangkan, akuntan publik yang ditunjuk oleh UU untuk menjalankan fungsi audit laporan dana kampanye jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah laporan dana kampanye.

Estimasi dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menyebutkan bahwa jumlah kantor akuntan publik (KAP) di seluruh Indonesia hanya berkisar 400. Sementara jumlah laporan dana kampanye secara keseluruhan, baik laporan partai politik maupun calon perseorangan, bisa mencapai 20.000.Kondisi ini diperparah dengan batas pelaksanaan audit yang sangat minim,yakni hanya 30 hari.

Mustahil bagi KAP untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dengan aturan yang menyulitkan. Sudah dapat diduga, aturan demikian lahir karena proses penyusunan UU tersebut minim proses penyerapan usulan dari berbagai pihak, khususnya kelompok profesi akuntan, baik publik maupun negara.

Menurut pengakuan IAPI,selama ini pihaknya tidak pernah diajak urun rembuk membahas substansi audit dana kampanye dalam RUU Pemilu Legislatif oleh anggota DPR. KPU sendiri sudah memastikan bahwa perppu audit dana kampanye akan diajukan ke Presiden supaya pelaksanaan audit dana kampanye tidak terhambat.

Dalam usul perppu ke Presiden, KPU menilai besarnya jumlah laporan dana kampanye yang harus diaudit KAP merupakan pangkal masalahnya.Karena itu KPU mengajukan solusi dengan membatasi pelaksanaan audit dana kampanye hanya sampai provinsi dan pusat. Laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/ kotadijadikansebagailampiran laporan di tingkat provinsi.Dengan cara ini,menurut KPU,akan ada penghematan anggaran dan efektivitas. ***

Sebagaimana diketahui,UU No 10 Tahun 2008 Pasal 134 ayat (1) dan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (3) mengatur kewajiban partai politik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota untuk menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada KAP untuk dilakukan audit.

Bagi peserta pemilu partai politik yang mengabaikan kewajiban ini akan diberi sanksi administratif yang cukup tegas,yakni dibatalkannya partai politik yang bersangkutan sebagai peserta pemilu (Pasal 138 ayat 1) dan tidak ditetapkannya calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota menjadi calon terpilih (Pasal 138 ayat 3).

Dari substansi UU, aturan mengenai kewajiban pembuatan laporan awal maupun laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang akan diaudit oleh KAP merupakan kemajuan pesat dari aturan pemilu sebelumnya.Semangat untuk mendesentralisasi pertanggungjawaban keuangan kampanye pemilu kepada masing-masing pengurus partai politik secara eksplisit muncul dalam aturan tersebut.

Dengan aturan ini,jika pada akhirnya semua proses dapat dilaksanakan dengan baik akan melecut masingmasing pengurus partai politik untuk lebih profesional dalam mengelola dana kampanyenya. Harus pula disadari aturan ini tidak serta-merta membuat semua dana kampanye menjadi transparan dan akuntabel.

Perlu diingat bahwa audit dana kampanye hanya menjadi satu bagian kecil dari faktor-faktor lain yang akan memengaruhi seberapa transparan dan akuntabel dana kampanye dikelola oleh partai politik.Akan tetapi paling tidak aturan ini, mau tidak mau, dapat mendorong partai politik di masing-masing tingkatan untuk memiliki pembukuan dana kampanye, meski dalam tingkat yang paling sederhana.

Karena itu,sudah semestinya KPU menyediakan pedoman pelaporan dana kampanye bagi peserta pemilu sehingga pelaporan dana kampanye yang asal-asalan dapat dicegah sedini mungkin. Dengan mempertimbangkan substansi aturan main yang akan memberikan dampak positif bagi kebiasaan pengelolaan dana kampanye yang lebih tertata, sekaligus adanya kewajiban mempertanggungjawabkan setiap penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pada masing-masing tingkatan partai politik,memangkas gagasan ini melalui perppu bukanlah langkah yang tepat. ***

Jika KPU tetap kokoh pada pendirian semula bahwa laporan dana kampanye yang akan diaudit cukup dilaksanakan di tingkat provinsi dan pusat, ada beberapa dampak tidak menyehatkan bagi peningkatan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye peserta pemilu.

Pertama, ada kesan kuat perppu versi KPU yang menginginkan supaya audit laporan dana kampanye hanya dilaksanakan di tingkat provinsi dan pusat merupakan cara untuk mengakali supaya audit bisa dilaksanakan tanpa melanggar aturan.Dengan kata lain,KPU hanya berharap capaian dari perppu ini supaya secara formal audit dana kampanye bisa dilaksanakan dan tidak dinyatakan cacat hukum.

Kedua,memangkas audit dana kampanye hingga tingkat provinsi dan pusat telah menempatkan KAP sebagai kantor pos.Mengapa demikian? Argumentasinya sederhana.Memangkas audit laporan dana kampanye hanya di level provinsi dan pusat tidak akan menghilangkan kewajiban bagi adanya pelaporan dana kampanye peserta pemilu partai politik di masing-masing tingkatan.

Ini artinya,partai politik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tetap memiliki obligasi untuk menyusun laporan awal dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang nantinya akan diserahkan kepada KPU dan KAP. Jika KAP harus menerima laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, akan tetapi mereka tidak perlu mengauditnya, apakah ini bukan artinya KAP hanyalah kantor pos belaka?

Pertanyaan mendasarnya, untuk apa KAP harus tetap menerima laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat,jika yang akan diaudit hanya di tingkat provinsi dan pusat? Bagi partai politik, ancaman terbesarnya bukan pada apakah kelak laporan mereka akan diaudit KAP atau tidak, tapi sanksi administratif yang akan dapat membatalkan partai politik sebagai peserta pemilu dan membatalkan calon terpilih jika mereka tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Ketiga, karena yang akan diaudit hanya laporan dana kampanye pada tingkat provinsi dan pusat, kemungkinan besar penyusunan laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/kota menjadi sulit dipertanggungjawabkan, baik dari sisi metode maupun kebenaran laporan. Akibatnya yang sangat mengkhawatirkan adalah dana kampanye ilegal yang dikelola oleh partai politik di tingkat pusat dan provinsi akan dikelola oleh pengurus kabupaten/kota.

Itu pasti akan meningkatkan praktik politik uang dan suap dalam pelaksanaan Pemilu 2009. Karena itu,simplifikasi audit dana kampanye bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah teknis audit dana kampanye.Menggandeng auditor lain seperti BPK atau BPKP akan memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi KAP untuk sanggup melaksanakan audit laporan dana kampanye di seluruh tingkatan partai politik.Cara ini memang belum teruji, tapi KPU juga belum pernah mengambil jalan ini sebagai solusi.(*)

Adnan Topan Husodo
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207171/