BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Banjir bisa lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya, menurut pemodelan ITB.

Banjir bisa lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya, menurut pemodelan ITB.

Written By gusdurian on Sabtu, 31 Januari 2009 | 11.54

FEBRUARI SUDAH TIBA
Banjir bisa lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya, menurut pemodelan ITB.
JAKARTA -- Februari kembali menjelang. Jakarta, seperti biasa, bakal menerima kiriman spesial berupa banjir. Bedanya, tahun ini kiriman bukan cuma datang dari hulu-hulu sungai, tapi juga dari laut dan langitnya sendiri. Ya, awal Februari nanti banjir di ibu kota bisa lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya.

Isyarat itu dilontarkan Armi Susandi, Ketua Program Studi Meteorologi di Institut Teknologi Bandung. Berdasarkan sistem pemodelan mutakhir yang dikembangkannya, Armi yang ditemui beberapa kali sejak pekan lalu mengungkapkan bahwa potensi wilayah cakupan banjir di Jakarta tahun ini naik 20-30 persen. "Jakarta bakal lumpuh di pekan pertama Februari," katanya.

Armi menyatakan bahwa angka curah hujan bulanan pada periode Januari-Februari dari tahun ke tahun semakin pasti merangkak meninggalkan kisaran tradisionalnya: 300-400 milimeter. Tahun ini, Armi menambahkan, model prediksi cuaca yang dia modifikasi menggunakan rumus-rumus lama dan baru matematika serta perhitungan Fast Fourier Transform memberikan konfirmasi kisaran rata-rata curah hujan pada periode itu hanya berkutat di angka 400 milimeter.

Angka itu ikut disumbang dari awan yang diendus Armi bakal berkumpul di atas Laut Jawa pada periode yang sama. Kawanan awan, yang sejatinya berarak ke selatan itu, keburu menumpahkan isinya di atas Jakarta karena beratnya muatan uap air. Tingginya tingkat polusi di udara Jakarta memungkinkan tumpahan itu. Dalam hal ini, polutan SO2 (sulfur dioksida) berperan menjadi inti pembentukan titik-titik hujan.

Merangseknya hujan ke tengah kota--tidak lagi terbatas di sekeliling Jakarta--juga merupakan kecenderungan baru. Perpaduan konsentrasi awan hujan di langit Jakarta dan Laut Jawa itu diperhitungkan berpotensi mengguyur wilayah utara, timur, dan selatan Jakarta dengan hujan yang lebih deras.

"Kombinasi ini tidak muncul tahun lalu sehingga Jakarta luput dari ancaman banjir besar walau intensitas hujan cukup merata di semua wilayah hingga mencapai 400 milimeter per bulan pada Februari," jelas Armi.

Armi, yang juga Wakil Ketua Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim di Dewan Nasional Perubahan Iklim, mengatakan kumpulan awan hitam di utara itu semestinya bisa diterima sebagai sinyal bagi warga ibu kota untuk siaga banjir. Hujan yang mungkin tertumpah di laut, katanya lagi, juga bisa bahu-membahu dengan gaya tarik bulan untuk membangkitkan rob yang akan memperparah banjir di dalam kota.

Jika hujan yang jatuh di hulu sungai (selatan) dan dari langit Jakarta disusul siraman hujan di laut (utara) serta rob menerjang dalam kurun kurang dari enam jam, inilah yang diprediksi Armi bakal melumpuhkan Jakarta. Berdasarkan pola hujan yang dirumuskannya sampai "begadangan" bersama para ahli matematika, informatika, dan koleganya di bidang meteorologi itu, genangan diperkirakan bisa bertahan hingga empat hari. "Seminggu atau dua minggu setelah kejadian mungkin baru akan pulih," kata doktor ilmu cuaca itu.

Menilik klaim yang diajukan bahwa tingkat akurasi model itu mencapai 90 persen, warga Jakarta mungkin cuma bisa berdoa agar selang jatuhnya hujan di lokasi-lokasi itu tidak terlalu dekat. "Jika ketiganya muncul dalam selang 12 jam atau lebih, kondisi Jakarta tidak bakal separah yang diperkirakan," begitu kata Armi.

Karena kalau jaraknya cuma enam jam, fasilitas sekaliber kanal banjir sekalipun tak bisa menolong. Sebaliknya, dengan kondisi yang sudah separah itu, kanal justru bisa beralih rupa menjadi sumber masalah lain dengan gerakan balik airnya.

Armi mengatakan tidak ada cara dan rekayasa yang bisa mengurangi curah hujan di Jakarta. Pemakaian teknologi modifikasi cuaca terlalu mahal pun tingkat keberhasilannya kecil. Lagi pula, katanya, jarang ada orang yang memakai alat tersebut ketika sudah masuk musim hujan.

"Satu-satunya cara adalah menyiapkan sarana dan prasarana mengatasi banjir di dalam kota," katanya. Sarana itu bisa berupa jebakan air yang berfungsi mengurangi debit banjir. "Jebakan air adalah semacam kolam berukuran 200-1.000 meter persegi sedalam enam meter. Entah kenapa pemerintah belum membuatnya juga sampai sekarang," katanya lagi.

Heru Widodo, meteorolog yang juga spesialis pemodelan di Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, mengungkapkan pihaknya pernah diundang rapat kerja oleh Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah DKI Jakarta. "Mereka sudah tahu kok tentang pemodelan-pemodelan ini," katanya. Tapi, sekali lagi, entah kenapa belum ada aksi pemanfaatannya. WURAGIL | ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Banjir Jakarta Versi Lainnya

Februari, dua tahun lalu. Sebuah anomali terjadi di tengah musim hujan. Massa udara dingin yang melaju kencang dari Laut Cina Selatan terpecah dan bablas "menabrak" Pulau Jawa. Jakarta lumpuh dibekap banjir.

Dengan radar baru, cold surge, nama fenomena itu, bisa dipantau kembali kedatangannya pada tahun ini oleh Fadli Sjamsuddin dan kawan-kawannya di program Harimau (Hydrometeorological Array for Intraseasonal Variation Monsoon Automonitoring) BPPT.

Program yang berusaha memahami variasi-variasi yang mungkin terjadi dalam setiap musim itu bekerja sama dengan JAMSTEC, Jepang, mengungkap bahwa hujan deras pada 12-15 Januari lalu adalah buah tangan angin kesasar itu.

Tapi, kali ini, cukup sampai di sana. "Dalam satu sampai dua pekan ke depan, ada kemungkinan cold surge lebih rendah sehingga kami memprediksi tidak ada banjir besar lagi (awal Februari)," kata Fadli, ahli oseanografi fisik dan pemodelan laut secara numerik, kemarin.

Prediksi yang sama juga diberikan Heru Widodo, ahli meteorologi di Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan di BPPT. "Banjir Februari tahun ini kami prediksi tidak sampai sebesar 2002 dan 2007," kata Koordinator Prediksi Banjir dengan metode kecerdasan buatan ANFIS (Adaptive Neurobased Fuzzy Inference System) di kantornya itu.

Peta potensi banjir senada juga dihasilkan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Institusi ini bahkan sudah punya peta untuk Maret. Hanya, Endro Santoso, Kepala Bidang Informasi Klimatologi dan Kualitas Udara BMKG di Jakarta, mengungkapkan bahwa peta-peta itu dibangkitkan pada lokasi-lokasi yang memang sudah langganan banjir.

Data curah hujan yang diperhitungkan juga insitu. Belum memperhitungkan hujan yang jatuh di laut ataupun hulu sungai. "Itu sebabnya, kami selalu memperbaruinya menggunakan data ramalan yang lebih jangka pendek," katanya. WURAGIL | TJANDRA

Masih Berani Bilang Cuma Hujan Air?

Januari, terutama Februari, adalah periode ketika Jakarta biasa dikepung banjir. Utara, selatan, belakangan malah dari pusatnya juga. Armi Susandi dan timnya mengaku harus begadang selama empat hari untuk menghasilkan rumus pola hujan yang akurat untuk menyusun modelnya.

Pekerjaan sendiri sudah dimulai sejak tahun lalu. "Akurasinya baru 90 persen, karena data di BMG (sekarang BMKG) masih kurang," katanya. Idealnya, tim itu membutuhkan data curah hujan Jakarta hingga 30 tahun ke belakang dan berlaku harian, bukan bulanan seperti yang digunakan saat ini.

Berikut adalah potensi hujan dan banjir Jakarta, Februari 2009, keluaran dari model itu.

MEMBACA AWAN

Hujan di Jakarta, Bogor, dan di Laut Jawa biasanya terjadi pada sore atau malam. Untuk mengetahui lebat-tidaknya hujan dan potensi banjir yang mungkin ditimbulkan, bacalah tanda-tanda awan itu pada pagi-siang hingga sore.

Jika awan gelap dan menggumpal luas di atas Laut Jawa, itu artinya bakal turun hujan lebat. Lamanya berkisar 4-8 jam. Intensitasnya 100-150 milimeter per hari. Potensi menimbulkan rob sangat tinggi. Mereka yang di pesisir bisa bersiap.

Awan tebal yang menggantung di atas kota biasanya merepresentasikan hujan selama 2-5 jam, dengan intensitas umumnya 80 milimeter per hari. Tapi bisa saja sampai 150 milimeter.


Curah hujan di Bogor masih cukup tinggi seperti tahun lalu. Intensitasnya mencapai 100 milimeter per hari. Dengan curah hujan sebesar itu, volume air yang mengalir dari hilir ke muara mencapai 1.600 meter kubik per detik. Untuk diketahui, daya tampung banjir kanal dan timur masing-masing hanya 300 meter kubik air per detik.
Intensitas curah hujan akan turun beragam di lima wilayah Jakarta. Kisarannya 50-400 milimeter per bulan.
Intensitasnya 200-350 milimeter atau hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu (100-200 milimeter). Berpotensi menyebarkan rob di wilayah utara Jakarta. BMKG juga memprediksi bahwa bibit-bibit badai di utara Australia bisa menularkan awan di tempat ini.
Jika rob sampai bertabrakan dengan arus air dari utara dan hasil hujan di kota, jantung ibu kota yang berada di dataran rendah bisa terendam tiga sampai empat hari.
"Ini serupa dengan kondisi banjir 2007," kata Armi. Ada kemungkinan terjadinya 52 persen. Sedangkan perkiraan untuk kondisi lumpuh mencapai 20 persen.
Sedikit berbeda dengan tahun lalu, wilayah banjirnya agak bergeser ke timur karena perubahan pola tekanan angin laut. Pergerakan hujan dari laut ke arah selatan itu juga berubah. Bentuknya agak melengkung ke timur sehingga warga di wilayah Bekasi dan Cibubur harus siap berkemas. Wilayah barat bisa dituju karena selain kontur yang tinggi, curah hujannya juga tidak lebat.


http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/30/Ilmu_dan_Teknologi/krn.20090130.155218.id.html
Share this article :

0 komentar: