BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Firman Noor : Berbagai Sisi Proporsional Terbuka

Written By gusdurian on Sabtu, 27 Desember 2008 | 12.36

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sistem nomor urut calon legislatif (caleg) membawa angin segar bagi kehidupan politik Indonesia.
Kebijakan itu membawa bangsa ini pada sebuah fase baru kehidupan demokrasi di mana secara esensial makna pemerintahan dari rakyat (from the people) akan semakin terealisasi. Dengan dibatalkannya Pasal 214 UU Pemilu Legislatif yang menggiring sistem politik nasional ke dalam praktik pemilu dengan model proporsional terbuka menyebabkan rakyat benarbenar menjadi variabel yang menentukan tentang siapa yang akan menjadi wakil dirinya dalam parlemen. Sebegitu besar makna positif yang terkandung di dalamnya beberapa kalangan menyebutnya sebagai ”kado akhir tahun” MK kepada bangsa ini. Makna Positif Setidaknya ada empat hal yang patut dilihat sebagai sisi positif dari keputusan MK ini. Pertama, kebijakan ini lambat tapi pasti akan cenderung memutus rantai oligarki partai politik. Fenomena oligarki yang selama ini terjadi disebabkan terutama karena penentuan nomor urut seorang calon anggota legislatif (caleg) kerap tidak didasarkan pada kerjakerja konkret mereka di lapangan, namun lebih karena kedekatan caleg tersebut dengan jajaran pimpinan partai. Kedua, dampak yang kemudian muncul dari situasi di atas adalah caleg dipaksa untuk lebih bekerja keras. Dia tidak lagi dapat mengandalkan partainya ataupun para petinggi partai. Tentu saja diharapkan tidak sebatas spanduk-spanduk yang merusak pemandangan itu.
Namun lebih kepada gerakan mendengar dan memperjuangkan aspirasi rakyat secara lebih konkret. Ketiga, fenomena ini akan dengan sendirinya membangun akuntabilitas antara wakil rakyat dengan rakyat yang diwakilinya. Karena sifatnya yang institusional, secara individual, wakil rakyat tidak merasa berkewajiban untuk memenuhi janji-janji tersebut dan berkecenderungan untuk berlindung di balik ketiak partai dalam menghadapi tuntutan rakyat. Di masa yang akan datang kedekatan yang dibangun akan memudahnya rakyat untuk menuntut apa yang pernah dijanjikan seorang caleg semasa kampanye. Di sisi lain seorang caleg pun dipaksa untuk terbiasa menyampaikan gagasan yang komprehensif, namun juga logis untuk dilaksanakan. Di sinilah pada akhirnya diharapkan terjadi ”perang program” antar sesama caleg menggantikan ”perang jargon” yang hingga saat ini masih ramai berlangsung. Keempat, lebih dari itu mekanisme yang menghapus nomor urut ini akan memenuhi asas keadilan dan proporsionalitas. Semangat ini adalah inti dari sistem proporsional itu sendiri sebagai kritik atas sistem distrik yang bersendikan ”the winner takes all” (yang memungkinkan terjadinya ketimpangan antara jumlah suara dan kursi yang didapat). Asas keadilan ini pada akhirnya akan lebih menggairahkan semangat fair play caleg . Beberapa Tantangan Namun demikian, perubahan legal- formal di atas tidak dengan segera menghasilkan sebuah kondisi yang benar-benar kondusif bagi pengembangan demokrasi rasional-partisipatif di Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang berpotensi menjadi tantangan bagi kehidupan politik dalam waktu dekat. Pertama,tantangan bagi proses kaderisasi dan soliditas partai.Kepentingan partai untuk menempatkan kader sebanyak-banyaknya dalam badan legislatif adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi seperti ini muncul godaan bagi sebuah partai untuk mengakomodir seseorang yang mengakar di masyarakat atau memiliki popularitas di atas rata-rata untuk duduk sebagai caleg, meskipun keberadaannya dalam partai tersebut belum lama bahkan sesungguhnya memiliki track record yang berlawanan dengan idealisme partai.
Menguatnya fragmentasi dan rivalitas internal bukan tidak mungkin akan semakin tumbuh subur. Kedua, tantangan untuk memunculkan wakil rakyat yang populer dan sekaligus kapabel. Sayangnya mekanisme proporsional terbuka memberikan peluang lebih besar bagi munculnya seseorang yang sekadar mengandalkan popularitas (yang sejatinya tidak berhubungan langsung dengan tugas-tugas yang nantinya akan diemban sebagai seorang wakil rakyat). Dalam konteks Indonesia saat ini kepopuleran yang tidak dilandaskan oleh track record namun oleh hal-hal lain entah karisma, uang atau keturunan kerap masih menghantui situasi politik di akar rumput.Hal ini pada akhirnya memberikan peluang munculnya fenomena yang ditakutkan oleh Alexander Hamilton sebagai pemerintahan ”kaum rendahan”,di mana yang dia maksud sebagai kalangan populis yang sejatinya tidak memahami politik secara komprehensif. Ketiga, tantangan bagi para caleg perempuan. Dengan budaya politik yang belum ”ramah”terhadap kepentingan kaum perempuan,mekanisme baru ini akan cenderung mengorbankan aspirasi dan caleg dari kalangan tersebut. Sistem pemilu ini akan cenderung menguatkan ”budaya politik mayoritas”.Dalam lingkungan politik yang belum akomodatif terhadap kepentingan perempuan, bahkan antar sesama perempuan sendiri, mekanisme baru ini sejatinya bernuansa ”setback”.Tanpa adanya pembelaan legal-formal,terkaman ”pasar bebas” publik dengan budaya politik mayoritas yang cenderung tidak ramah gender akan menggerus eksistensi caleg perempuan. Pendewasaan politik publik adalah syarat mutlak yang harus dikembangkan dalam menyikapi pengambilalihan peran political society yang sudah matang dan ”tahu medan” kepada rakyat banyak dalam menentukan nasib wakil rakyat.Akselerasi legal-formal untuk menciptakan demokrasi yang lebih partisipatif oleh MK,jelas membutuhkan pula percepatan dalam konteks lingkungan politik yang melingkupi kebijakan itu agar rasionalitas demokrasi tetap dapat terjaga.
Peran partai politik pun jelas semakin signifikan dalam upaya melakukan pencerahan baik kepada anggotanya maupun masyarakat awan.Tanpa itu kekhawatiran hadirnya pembusukan politik baik pada level masyarakat, partai politik maupun pemerintahan bukan tidak mungkin justru akan mewujud.(*) Firman Noor, MA Peneliti P2P LIPI, Dosen Ilmu Politik FISIP UI

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/199481/

Politik Itu Bersih

Politik Itu BersihAbdul Majid K - suaraPembaca


Jakarta - Memang aneh kalau ada yang mengatakan bahwa politik itu bersih. Realita hari ini hampir semua orang mengatakan bahwa politik itu kotor. Politik itu kejam. politik itu menghalalkan segala cara. Itulah yang terjadi pada dunia perpolitikan Indonesia saat ini.Tetapi bukankah setiap 'sesuatu' itu awalnya bersih kemudian dengan berjalannya waktu dan akibat perbuatan manusia 'sesuatu' itu menjadi kotor. Awalnya --dan seharusnya, setiap rumah itu bersih. Tetapi, seiring berjalannya waktu maka rumah itu akan kotor. Apalagi ditambah perilaku penghuni rumah yang tidak cinta dengan kebersihan. Maka rumah itu akan semakin kotor. Namun, ada rumah yang tetap bersih yaitu rumah yang penghuninya cinta kebersihan dan menjaga agar rumahnya bersih dari segala kekotoran.
Begitu pula dengan politik. Awalnya dan seharusnya politik itu bersih. Namun, seiring berjalannya waktu maka politik akan berubah menjadi kotor. Apalagi ditambah dengan perilaku politikus yang memang berpolitik dengan cara-cara yang kotor dan memang tidak punya kemauan dan kemampuan berpolitik secara bersih. Bahkan, politikus yang dari awal berniat melakukan politik yang bersih namun toh akhirnya larut juga karena terlalu besar godaan yang dialami.Seperti saat ini kita banyak disuguhkan oleh media tentang perilaku pejabat dan anggota dewan yang tak seharusnya mereka lakukan. Seperti korupsi, selingkuh, memakai narkoba, dan lain-lain. Dan, lebih parahnya lagi perilaku pejabat dan anggota dewan yang tidak pantas itu menghinggapi hampir di semua partai politik.Namun, sebenarnya di setiap zaman selalu ada politikus yang tetap bertahan dengan cara-cara berpolitik yang sehat. Tidak tergoda untuk berpolitik secara kotor --walaupun jumlahnya sangat sedikit. Politikus bersih seperti ini bisa dikenali dengan penampilannya yang bersahaja. Bukannya dia miskin tetapi memang begitulah pilihan hidup orang yang tetap konsisten dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Yang berjuang demi kepentingan bangsanya. Bukan untuk pribadi atau golongannya.Satu di antara orang yang sedikit itu adalah proklamator RI Moh Hatta. Beliau adalah politikus yang dikenal sebagai politikus yang tetap konsisten dengan cara berpolitik yang bersih dan bermoral. Berbagai media massa mengkampanyekan paling tidak tiga nilai baik Bung Hatta. Santun, jujur, dan hemat.Dalam sebuah situs online disebutkan bahwa sepanjang hidupnya Bung Hatta berperilaku senantiasa menampilkan sikap yang santun terhadap siapa pun. Baik kawan maupun lawan. Terhadap Bung Karno yang pada masa sebelum kemerdekaan melakukan kerja sama cukup erat. Namun, kemudian mereka tidak dapat bekerja sama secara politik. Tetapi, sebagai sesama manusia, Bung Hatta masih menghormatinya. Ketika Bung Karno sakit Bung Hatta menengoknya. Demikian pula sebaliknya. Kesantunan menjadi sikap dalam hidupnya untuk saling menghargai.
Bila ada pejabat negara yang paling jujur semua orang Indonesia akan menyebut nama Bung Hatta. Bukan hanya jujur tetapi ia juga uncorruptable. Tak terkorupsikan. Demikian menurut Jacob Utama wartawan senior Indonesia. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya melakukan tindak korupsi. Sebagai seorang mantan wakil presiden ternyata tidak mampu hanya untuk sekadar membeli sepasang sepatu bermerek terkenal. Bahkan, dalam berbagai versi disebutkan untuk membayar rekening air dan listrik Bung Hatta yang mengandalkan hidupnya dari uang pensiunan seorang wakil presiden ternyata tidak cukup. Apalagi untuk membeli keperluan lain, seperti sepatu, yang dianggap oleh dirinya sebagai pemenuhan kebutuhan pribadi. Ia masih memikirkan kehidupan keluarga, istri, dan tiga orang anaknya. Dan, sampai akhir hayatnya Bung Hatta dikenal sebagai orang yang tetap sederhana. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa pernah ada politikus yang bersih danbermoral. Pertanyaannya sekarang adalah masih adakah politikus yang bersih dan bermoral dan bersahaja seperti Bung Hatta. Masih adakah harapan kita mempunyai politikus yang santun, jujur, dan hemat. Saya yakin 'harapan' itu masih ada. Abdul Majid KJl Gotong Royong Pondok Ranggon Jakartaibnuqomar@gmail.com
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/12/26/180402/1059779/471/politik-itu-bersih

SEJENAK TERANG, TERBITLAH GELAP

SEJENAK TERANG, TERBITLAH GELAP
Agus Sudibyo, Deputi Direktur Yayasan SET Jakarta.
Sejarah telah dicatatkan oleh Indonesia pada 2008, dengan menempatkan diri sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di dunia, yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. April 2008, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand, dan Nepal dalam satu pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan hak-hak publik untuk mengakses proses-proses penyelenggaraan pemerintahan. Cukup membanggakan dan dapat mengangkat citra Indonesia terkait dengan isu pemberantasan korupsi, transparansi, dan kebebasan pers.
Undang-Undang KIP secara cukup memadai mengatur kewajiban badan atau pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka kepada masyarakat. Kewajiban memberikan informasi, dokumen, dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas untuk pelanggarannya. Undang-Undang KIP juga mengatur klasifikasi informasi sedemikian rupa sebagai upaya memberikan kepastian hukum tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan yang bisa dikecualikan dengan alasan tertentu. Secara teoretis, UU KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti, dan masyarakat yang selama ini menghadapi klaim rahasia negara atau rahasia instansi ketika mengakses dokumen-dokumen badan publik.
Kultur kerahasiaan
Pemberlakuan UU KIP harus melewati masa transisi 2 tahun sejak disahkan. Namun, urgensi pemberlakuan UU KIP sudah dapat kita rasakan sejak sekarang jika becermin pada realitas betapa lembaga-lembaga publik kita masih menunjukkan kecenderungan kuat untuk menutup diri dari masyarakat dan tidak menempatkan pelayanan informasi yang terbuka sebagai bagian integral dari fungsi birokrasi. Lembaga-lembaga publik secara umum masih menunjukkan bekerjanya mekanisme atau kondisi-kondisi rezim kerahasiaan: proses penyelenggaraan pemerintahan yang kurang-lebih bersifat tertutup, eksklusif, dengan akuntabilitas yang buruk karena tidak dapat diakses dan dikontrol oleh publik.

Pada 2008, buruknya kinerja KPU dalam mendistribusikan informasi tentang pemilu kepada masyarakat bisa menjadi contoh bekerjanya rezim kerahasiaan. Informasi-informasi tentang pemilu sangat menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu. Masyarakat jelas membutuhkan basis informasi dan pemahaman yang cukup tentang tahap-tahap, problem, dan perubahan-perubahan sistem pelaksanaan pemilu. Persoalannya, urgensi informasi tentang pemilu ini tidak diimbangi dengan kesigapan KPU untuk menyediakan sistem pelayanan dan akses informasi yang terbuka, efektif, dan cepat untuk masyarakat. KPU secara kelembagaan maupun individu justru menunjukkan sikap yang reluctant dan menutup diri dari akses pers. Kritisisme dan upaya media menggali informasi tentang persiapan pemilu dianggap sebagai gangguan atas kinerja KPU.
Tak pelak, dalam setahun terakhir terjadi kekacauan dan simpang-siur informasi tentang seluk-beluk pemilu. Sosialisasi dan diseminasi informasi-informasi seputar pemilu tidak dilakukan secara sistematis dan terencana. Penyelenggaraan pemilu semakin dekat, ada banyak aspek yang berubah dalam pelaksanaan pemilu, namun begitu sedikit penjelasan yang sampai ke masyarakat tingkat bawah. Publik juga tidak paham benar sejauh mana akuntabilitas KPU sebagai pemegang otoritas penyelenggaraan pemilu. Jika rezim pemilu cenderung menjadi rezim kerahasiaan, patut dipertanyakan sejauh mana kualitas penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan.
Implementasi prinsip-prinsip UU KIP juga sangat mendesak jika merujuk pada politik legislasi yang dari segi substansi dan proses pembahasannya belum sepenuhnya menempatkan keterbukaan informasi sebagai bagian integral dari reformasi tata-kelola pemerintahan. Satu contoh yang menarik pada 2008 adalah Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan, yang saat ini proses pembahasannya masih berlangsung. RUU Susunan dan Kedudukan belum menempatkan kewajiban untuk terbuka dan "accessible" kepada publik sebagai bagian integral dan eksplisit dari kewajiban anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Rumusan kewajiban anggota badan-badan ini sangat luas dan tidak operasional. Misalnya saja pasal 31 mengatur kewajiban anggota DPR: memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan, mempertahankan kerukunan dan keutuhan NKRI, mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan, menaati prinsip-prinsip demokrasi, dan seterusnya.

RUU Susunan dan Kedudukan juga belum menjamin partisipasi publik dalam proses-proses legislasi perundang-undangan. Hak publik atas informasi mencakup hak untuk terlibat dalam pertemuan-pertemuan publik, termasuk dalam hal ini proses persidangan DPR. Namun, tidak ada pasal dalam RUU Susunan dan Kedudukan untuk sementara ini yang menegaskan bahwa proses-proses persidangan di DPR secara umum bersifat terbuka bagi publik. Masalah ini akan diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR (pasal 118). Persoalannya, masalah terbuka atau tertutupnya proses persidangan DPR bukan murni urusan intern DPR. Masalah ini berurusan langsung dengan kepentingan publik. Fakta menunjukkan, proses-proses persidangan yang tertutup, eksklusif, dan tidak melibatkan publik menjadi salah satu penyebab lahirnya banyak undang-undang yang kontroversial dan ditolak masyarakat, sebagaimana UU Anti-Pornografi dan UU Badan Hukum Pendidikan.
Rahasia negara
Kondisi lembaga publik dan praktek legislasi seperti di atas menunjukkan urgensi implementasi UU KIP, tapi juga bisa memantik kekhawatiran atas rekonsolidasi menuju rezim kerahasiaan. Apalagi, pada sisi lain, implementasi UU KIP juga dihadapkan pada masalah lebih serius: rencana pengesahan RUU Rahasia Negara. Hanya sebulan setelah UU KIP disahkan, pemerintah telah mengusulkan pembahasan RUU Rahasia Negara. Persoalannya, dalam hampir semua aspek, RUU Rahasia Negara bertentangan dengan prinsip-prinsip keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam UU KIP. Pertama, RUU Rahasia Negara merumuskan ruang lingkup tentang rahasia negara secara sangat luas dan elastis. Rahasia negara adalah "informasi yang dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan NKRI, yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, ketertiban umum dan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga negara" (Pasal 1). Selain terlalu luas, ruang lingkup rahasia negara ini dirumuskan secara absolut dan kategoris murni, tanpa melalui uji publik dan uji konsekuensi sebagai prinsip universal pengklasifikasian informasi.

Kedua, dapat dibayangkan betapa berbahayanya jika seluruh pimpinan instansi pemerintah, di semua lini dan semua level birokrasi, mempunyai otoritas melakukan klaim rahasia negara atas informasi dan aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Namun, rumusan inilah yang kita dapati pada Pasal 1 RUU Rahasia Negara. Ketiga, RUU Rahasia Negara akan membentuk Badan Pertimbangan Rahasia Negara dengan tugas merumuskan kebijakan dan melakukan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan rahasia negara (Pasal 23). Anggota Badan Pertimbangan Rahasia Negara semuanya dari unsur pemerintah (Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Kepala Polri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Kepala Lemsanek). Dengan tidak melibatkan unsur publik sama sekali, dapatkah kita berharap Badan Pertimbangan Rahasia Negara mempertimbangkan kepentingan publik terhadap pelembagaan keterbukaan informasi? Problem lain, fungsi Badan Pertimbangan Rahasia Negara niscaya akan berbenturan dengan fungsi Komisi Informasi.
Keempat, proses-proses persiapan pembahasan RUU Rahasia Negara dilakukan secara eksklusif. Sejauh ini, belum terlihat forum-forum konsultasi publik untuk menghimpun masukan dan aspirasi masyarakat tentang RUU Rahasia Negara. Secara substansial, publik belum dilibatkan dalam proses perumusan RUU Rahasia Negara. Pembahasan RUU Rahasia Negara tampaknya hampir pasti dilaksanakan DPR dan pemerintah pada 2009. Persoalannya, sekali lagi, dengan semangat dan substansi yang terkandung di dalamnya, RUU Rahasia Negara sangat kontraproduktif bagi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. RUU Rahasia Negara secara spesifik juga menghadirkan ancaman langsung bagi komunitas pers, yang selama ini paling rentan terhadap klaim-klaim pembocoran rahasia negara oleh para pejabat publik. Ibaratnya, sejenak dalam terang keterbukaan informasi, dengan munculnya RUU Rahasia Negara ini kita kembali kepada bayang-bayang kegelapan rezim kerahasiaan. *

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/27/Opini/krn.20081227.152114.id.html

Surplus Beras tapi Tetap Miskin

Written By gusdurian on Jumat, 26 Desember 2008 | 13.07

Surplus Beras tapi Tetap Miskin
Khudori, pemerhati masalah sosial-ekonomi pertanian
Menutup akhir tahun 2008, muncul berita gembira: lebih dari 24 tahun menunggu, akhirnya Indonesia kembali bisa surplus beras. Pencapaian ini, seperti klaim Presiden Yudhoyono, cukup membanggakan. Berbeda dengan swasembada beras 1984 yang masih disertai impor beras 414.300 ton, prestasi kali ini bahkan memungkinkan Indonesia mengekspor beras. Presiden merujuk pada Angka Ramalan III Badan Pusat Statistik: produksi padi tahun ini diperkirakan mencapai 60,28 juta ton gabah kering giling (GKG), setara dengan 35,26 juta ton beras. Dengan tingkat konsumsi sekitar 32 juta ton, berarti ada surplus 3 juta ton.
Pemerintah telah menetapkan, ekspor akan dilakukan jika surplus bisa mencapai 3 juta ton beras. Dengan harga rata-rata beras kualitas patah 25 persen saat ini mencapai US$ 464 per ton free on board (FOB), berarti harga beras di pasar dunia setara dengan Rp 5.104 per kilogram, lebih tinggi ketimbang harga pembelian pemerintah (Rp 4.300 per kg). Harga beras dunia yang masih tinggi itu memungkinkan Indonesia meraih surplus ekonomi dari ekspor beras. Jika itu terlaksana, ini sebuah prestasi yang membanggakan, terutama bagi petani.
Sebenarnya, sejumlah pihak ragu pada klaim surplus beras tersebut. Alasannya amat masuk akal: luas lahan dan produksi dilaporkan terus mengalami kenaikan, padahal konversi lahan dengan tingkat masif jalan terus dan pencetakan lahan atau sawah baru amat lambat. Di sisi lain, produktivitas sawah, terutama di Jawa, sudah melandai, bahkan leveling off, karena lahan letih dan terdegradasi kualitasnya. Pencatatan data atau statistik beras/padi kita juga lemah karena data tidak dikumpulkan berdasarkan survei statistik, melainkan lewat pendekatan administratif yang tidak reliable dan besar peluangnya untuk salah.
Terlepas dari keraguan terhadap klaim surplus beras, dari sisi petani sebetulnya prestasi itu tidak membawa dampak ikutan (contagion effect) apa-apa. Mari kita utak-atik angka! Dengan tingkat pertumbuhan rumah tangga petani 2,2 persen per tahun (Sensus Pertanian 2003), saat ini diperkirakan jumlah rumah tangga petani mencapai 28 juta. Dengan asumsi satu keluarga terdiri atas empat orang, berarti jumlah petani mencapai 112 juta jiwa atau 48,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Apabila 60,28 juta ton padi dibagi jumlah petani, masing-masing kepala kebagian 538 kg per tahun. Jika dikalikan dengan harga gabah Rp 2.840 per kg, pendapatan petani Rp 1,527 juta per kepala per tahun atau Rp 4.365 per hari.
Ironisnya, dari tahun ke tahun kemiskinan yang menjerat petani padi ini tidak tersentuh. Menurut survei Patanas terakhir (2006), pendapatan per kapita per hari petani padi Rp 3.065-8.466 (kurang dari US$ 1). Dengan mengacu pada kriteria kemiskinan Bank Dunia (orang dikategorikan miskin bila pendapatan per kapita per hari kurang dari US$ 2), dapat diketahui betapa miskinnya petani kita. Ini juga bukan hal baru. Survei Patanas tahun 2000 sudah menggambarkan betapa ekonomi petani padi berada di tubir jurang: lebih dari 80 persen pendapatan rumah tangga tani disumbang dari kegiatan di luar pertanian, seperti mengojek, berdagang, dan menjadi pekerja kasar. Secara evolutif, sumbangan usaha tani padi dalam struktur pendapatan rumah tangga merosot: dari 36,2 persen pada 1980-an, tinggal 13,6 persen.
Dalam kategori seperti itu sebenarnya bisa dikatakan tidak ada lagi "warga tani", yakni mereka yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu. Jika kemudian pertanian pangan, terutama padi, tak lagi menarik bagi lulusan terdidik, itu adalah dampak ikutan yang logis. Pertanian padi akhirnya identik dengan miskin, udik, dan gurem. Salah satu penyebab hal ini adalah dominannya petani dengan kepemilikan lahan sempit/gurem. Hasil penelitian Departemen Pertanian (2000) menunjukkan, 88 persen rumah tangga petani cuma menguasai lahan kurang dari 0,5 hektare. Pada 1995 jumlah petani di Jawa yang “tuna-tanah” sebanyak 48,6 persen, meningkat jadi 49,5 persen pada 1999. Meski tidak separah di Jawa, di luar Jawa terjadi kecenderungan yang sama. Pada 1995 jumlah petani tuna-tanah 12,7 persen, meningkat menjadi 18,7 persen pada 1999.
Sejak 2001, insentif harga mendominasi kebijakan perberasan. Dengan mengutak-atik harga, penguasa yakin kesejahteraan petani bisa didongkrak. Bagi penguasa, beleid harga gampang diukur (tangible) dan berdampak seketika: penguasa akan meraih simpati. Padahal, insentif nonharga (non-price factor) lebih mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan dan sekaligus membangun daya saing industri. Tanpa insentif non-harga, mustahil kebijakan harga bisa berhasil. Insentif non-harga diperlukan agar ada ruang bagi petani untuk merespons kebijakan harga (price creates it own supply). Insentif itu terkait erat dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Hal itu hanya mungkin diwujudkan dengan memberi prioritas kegiatan dan dana guna menekan konversi lahan, kehilangan hasil pascapanen, penggunaan teknologi kapital intensif pada kegiatan panen dan pengolahan lahan, perbaikan kualitas lahan serta irigasi, modernisasi penggilingan padi, riset, dan reforma agraria. Rentang 1992-2002, laju tahunan konversi lahan baru 110 ribu hektare, kini naik menjadi 145 ribu hektare per tahun. Bersama fragmentasi lahan, konversi membuat usaha tani kian gurem dan jauh dari skala yang efisien. Reforma agraria tak bisa ditawar agar usaha tani mencapai skala ekonomi.
Tingkat kehilangan hasil panen padi kita masih tinggi: 20,42 persen, setara dengan 6,2 juta ton beras per tahun. Dengan harga beras Rp 4.000 per kg, nilai kehilangan itu setara dengan Rp 24,8 triliun. Rendemen padi kita merosot: dari 70 persen pada 1950-an jadi 62 persen pada 1999. Padahal, tiap penurunan rendemen 1 persen, kita kehilangan beras 0,5 juta ton (Amang dan Sawit, 2001). Penurunan rendemen terjadi karena kehilangan hasil saat penggilingan gabah jadi beras dan akibat pemupukan yang tidak berimbang. Rendemen bisa didongkrak lewat program revitalisasi industri penggilingan padi dan massalisasi pemupukan berimbang.
Infrastruktur irigasi banyak yang rusak. Waduk-waduk besar di Jawa--Jatiluhur, Kedungombo, Gajah Mungkur, dan Bengawan Solo--kian kritis. Sekitar 25 persen jaringan irigasi tak berfungsi dan 35 persen rusak parah. Bagaimana mungkin bisa menanam kalau air tidak tersedia? Temuan varietas unggul baru mandek. Sampai kini sebagian besar petani masih bergantung pada varietas IR-64 hasil rekayasa 1986. Padahal tingkat produksi varietas ini sudah meluruh: dari 8 ton menjadi 6 ton gabah per hektare. Tampak jelas, jalan lempang menyejahterakan petani justru terbentang luas di insentif nonharga, bukan beleid harga. Masalahnya, karena hasilnya tidak seketika, penguasa justru menghindari pendekatan ini.
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/26/Opini/krn.20081226.152003.id.html

Seruan Damai di Malam Kudus

Seruan Damai di Malam Kudus
Ahmadinejad menyampaikan pesan Natal kepada rakyat Inggris.
Pesan damai keluar dari mulut pemimpin Katolik Roma sedunia, Paus Benediktus XVI, saat misa tengah malam pada Rabu lalu di Basilika Santo Petrus, Vatikan. Puluhan ribu jemaat berkumpul hingga ke Lapangan Santo Petrus.
Sebagian besar dari 2,1 miliar penganut Kristen di seluruh dunia merayakan Natal kemarin. Namun, bagi 200 juta umat Kristen Ortodoks yang menggunakan penanggalan Julian baru merayakan hari kelahiran Yesus itu pada 7 Januari.
Paus berdarah Jerman itu menyerukan agar bangsa Palestina dan Israel segera mengakhiri kekerasan dan kebencian di antara mereka. "Mari kita berdoa perdamaian akan tercipta di sana, kebencian dan kekerasan akan berakhir," katanya dalam bahasa Italia.
Kedua pihak memang sudah bertikai selama 60 tahun. Pelbagai perundingan gagal mencapai perjanjian damai. Yang paling mutakhir, kegagalan memenuhi tenggat akhir tahun ini, seperti komitmen yang disampaikan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dan Presiden Otoritas Palestina Mahmud Rida Abbas pada konferensi perdamaian di Annapolis, Maryland, Amerika Serikat, November tahun lalu.
Pembicaraan damai yang kembali digelar setelah tujuh tahun mandek terhambat pada tiga isu utama, yakni status Yerusalem, batas wilayah sebelum Perang Enam Hari 1967, dan pemulangan lebih dari 4 juta pengungsi Palestina.
Lelaki berusia 81 tahun itu juga berdoa agar pemerintah negara Zionis segera membuka semua perbatasan darat, laut, dan udara yang mengunci Jalur Gaza sejak pertengahan Juni tahun lalu. Blokade Israel itu telah mengakibatkan krisis kemanusiaan di wilayah berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa itu.
Komite Rakyat Menentang Pengepungan (PCAS) mencatat 250 pasien meninggal dan 1.884 lainnya dalam keadaan sekarat. Sekitar 900 perusahaan tidak lagi beroperasi dan hasilnya 160 ribu orang menganggur. Isolasi ini juga memaksa 3.000 nelayan tidak dapat melaut serta petani stroberi dan bunga rugi US$ 14 juta. Proyek pembangunan US$ 370 juta juga terbengkalai.

Di tengah penderitaan warga Gaza, sekitar 40 ribu umat Kristen berpesta di Betlehem, kota kelahiran Yesus di Tepi Barat. Perayaan ini dijaga ketat 500 personel keamanan. Israel hanya mengizinkan 300 dari 900 orang Kristen Gaza yang ingin datang ke kota itu.
Paus dijadwalkan mengunjungi wilayah konflik itu pada Mei tahun depan. "Paus ingin berdoa untuk kita dan bersama kita dan ingin tahu dari tangan pertama soal kondisi sulit di kawasan kita," ujar Fuad Tuwal, pemimpin Katolik di Yerusalem. Surat kabar Italia, Il Forgilo, melaporkan ia akan mengunjungi Yordania, Israel, dan Palestina pada 8-15 Mei.
Dalam pesan Natal tandingan dengan bahasa Persia, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menegaskan, jika Yesus masih hidup, ia akan menentang kezaliman, penjajahan, serta sistem ekonomi dan politik global saat ini. "Yesus Putra Mariam adalah standar kebenaran dan cinta bagi umat manusia. Ia akan melawan tirani, diskriminasi, dan ketidakadilan."
Sambutan Natal Ahmadinejad ini disiarkan oleh Channel 4. Sejak 1993, stasiun televisi Inggris itu menyiarkan pidato Natal sebagai alternatif dari sambutan Ratu Elizabeth II. Tokoh yang pernah muncul termasuk pemimpin kulit hitam Amerika Serikat, Jesse Jakcson, seorang veteran Perang Afganistan, dan seorang korban selamat dari serangan 11 September 2001.
Pemilihan Ahmadinejad ini mengundang kontroversi. Negara-negara Barat sedang menekan Iran lantaran tuduhan menjalankan program senjata nuklir. Namun, Teheran membantah dan menyatakan proyek nuklir itu bagi kepentingan damai. "Sebagai pemimpin salah satu negara paling berkuasa di Timur Tengah, pandangan Presiden Ahmadinejad amat berpengaruh," ujar Dorothy Byrne, kepala urusan berita dan perkembangan terkini Channel 4.
Namun, Stephen Smith, Direktur Pusat Holocaust Inggris, meminta semua yang mendengarkan pidato Ahmadinejad mencerna secara hati-hati. "Orang mesti diingatkan pada kenyataan ia adalah serigala berbulu domba," katanya.

Ahmadinejad memang pernah membuat sewot kaum Yahudi lantaran menyebut holocaust hanyalah mitos. Ia juga mendesak penghapusan Israel dari peta dunia dan menyebut negara itu sebagai tumor ganas. AFP/Aljazeera/BBC/CNN/Faisal Assegaf
Pesan Natal Tandingan
Natal kali ini, rakyat Inggris disuguhi pidato tandingan dari Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. Stasiun televisi Channel 4 akan menyiarkan pidato pemimpin Negeri Mullah itu.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ratu Elizabeth II juga akan memberikan sambutannya. Disampaikan dari ruang musik Istana Buckingham, Ibu Kota London, sang Ratu akan berdiri di depan sebuah piano besar yang di atasnya terdapat bingkai foto keluarga dengan latar belakang pohon Natal, juga berukuran besar.
Pidato Natal Ratu ini juga disiarkan melalui radio, situs Internet kerajaan, bahkan Youtube. Semua warga di 17 negara Persemakmuran, yang merupakan bekas jajahan Inggris, juga bisa menikmati pesan sang Ratu. Tak ketinggalan para penumpang maskapai British Airways.
Namun, tahun ini bukan diproduksi oleh BBC, yang selama ini memonopoli. Pidato Natal Ratu dibuat oleh stasiun Independent Television News dengan ongkos sekitar 100 ribu pound sterling atau sekitar Rp 1,68 miliar. Mereka dikontrak dua tahun dan akan dikaji kembali.
Selain menyampaikan keteladanan Yesus, pidato Ratu akan menyoroti krisis keuangan global yang dipicu oleh kredit macet perumahan di Amerika Serikat. Ia juga akan bercerita soal masa kecil Pangeran Charles, kini 60 tahun, yang akan mewarisi takhtanya. "Apakah itu krisis ekonomi global atau kekerasan di wilayah yang jauh, pengaruhnya akan sangat terasa di rumah," katanya.
Ratu Elizabeth menyampaikan pidato Natal pertamanya melalui siaran langsung radio BBC pada 1952. Lima tahun kemudian, ia berpesan lewat televisi. Isi pidato selalu rahasia hingga insiden terbongkarnya beberapa poin pidato Ratu pada 1982. Sejak itu, isi sambutan baru dibuka pada malam Natal.

Pidato Natal Ratu adalah tradisi kerajaan. Dimulai oleh Raja George V pada 1932. Ia menyampaikan sambutan buatan pengarang buku ternama Inggris, Rudyard Kipling, dari tempat liburan keluarga kerajaan di Sandringham, Norfolk. Selalu diawali dengan, "Saya sekarang berbicara dari rumah saya dan hati saya untuk kalian semua."BBC/Faisal Assegaf

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/26/Internasional/krn.20081226.151994.id.html

M Fadjroel Rachman : Merayakan Capres Independen 2009

M Fadjroel Rachman
Pemilu Presiden RI 2009-2014 berlangsung 6 Juli 2009, antara calon presiden independen dan capres partai politik.
Mungkinkah demokrasi partisipatif itu terjadi? Amat mungkin jika Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Prof Mahfud MD mengabulkan permohonan uji materi UU No 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berarti MK memenangkan hak konstitusional 171 juta pemilih pada Pemilu 2009, yaitu hak untuk dipilih sebagai calon presiden melalui jalur independen selain jalur parpol. Maka akan bermunculan capres alternatif ke arah Indonesia muda dan progresif, seperti Barrack Obama Jr (AS, 47), Dmitry Medvedev (Rusia, 43), Abhisit Vejjajiva (Thailand, 44).
Tiga tahap perjuangan
Memperjuangkan capres independen untuk Pilpres 2009 berarti harus melalui tiga tahap. Pertama, uji materi UU No 42/2008 di MK, berhadapan dengan sembilan hakim MK. Uji materi itu terkait Pasal 8, ”Calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan dalam satu pasangan parpol atau gabungan parpol”. Kemudian, Pasal 1 Ayat 4, Pasal 9, dan Pasal 13 Ayat 1 dalam UU No 42/2008, pasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 1 UUD 1945, ”Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Lalu, Pasal 1 Ayat 2, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28d Ayat 1 dan Ayat 3, serta Pasal 28 I Ayat 2. Sementara itu, Pasal 6 A Ayat 2, ”Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, secara substantif tidak menghalangi capres independen untuk berlaga pada Pilpres 2009 dan tidak menghapus hak konstitusional warga negara untuk dipilih sebagai presiden.
Kedua, regulasi baru melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang persyaratan capres independen untuk mendaftarkan diri sebagai capres independen setelah MK mengabulkannya, berarti berhadapan dengan Presiden Yudhoyono. Karena pemilihan presiden putaran pertama dijadwalkan 6 Juli 2009, tersisa waktu tujuh bulan lebih. Namun, jika dihitung setelah pemilihan legislatif (DPR, DPD, dan DPRD I/II) 9 April 2009, karena persyaratan capres dari parpol sesuai UU No 42/2008, yaitu 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara pemilih sah (persyaratan capres parpol ini juga sedang diuji materi di MK bersamaan capres independen), pengajuan capres diperkirakan sekitar Mei, berarti sisa waktu lima bulan. Mengingat waktu amat mendesak, bila keputusan MK baru dilakukan 2-3 bulan ke depan, capres independen hanya memiliki 2-3 bulan tersisa untuk mendapat peraturan baru untuk ikut Pilpres 2009. Tak ada jalan lain hanya perpu dari Presiden SBY yang memungkinkan. Sebab, bila parpol menginginkan revisi terbatas UU No 42/2008, diperlukan waktu lama, seperti pengalaman revisi terbatas UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah agar pemilihan kepala daerah (pilkada) bisa diikuti calon gubernur/wali kota/bupati dari jalur independen. Hitunglah, MK mengabulkan pilkada dari jalur independen pada 23 Juli 2007, revisi terbatas DPR diplenokan 1 April 2008 dan ditandatangani Presiden SBY 28 April 2008, serta baru bisa dilaksanakan pertama kali pada Pilkada Wali Kota Bandung, 10 Agustus 2008. Berarti, sejak keputusan MK hingga pelaksanaannya memakan waktu 13 bulan. Karena itu, hanya perpu yang bisa menyelamatkan agar Pilpres 2009 tidak cacat hukum dan cacat konstitusi, tidak mungkin dengan revisi terbatas UU No 42/2008 dari DPR. Semoga parpol bisa memahami mendesaknya waktu bagi capres independen sehingga tidak menghalangi atau membatalkan Perpu Capres Independen.

Ketiga, memenuhi persyaratan capres independen dan bertarung dalam Pilpres 2009 dengan capres dari parpol, berarti berhadapan dengan 171 juta pemilih. Diperkirakan diperlukan waktu 2-3 bulan guna memenuhi persyaratan 1 persen KTP atau 2 juta pemilih di 50 persen provinsi dan kabupaten/kota atau batas terendah UU No 12/2008 tentang Pemda, yaitu 3 persen KTP populasi atau 7 juta penduduk di 50 persen provinsi dan kabupaten/kota, setelah itu berkampanye dan dipilih rakyat.
Keputusan bersejarah MK
Apakah hak konstitusional 171 juta warga negara untuk dipilih sebagai capres independen 2009 akan dipulihkan setelah dua kali pemilihan presiden (1999 dan 2004) diamputasi dan dikebiri?
Amat tergantung pada sembilan hakim MK. Hak konstitusional tiap warga negara Indonesia, termasuk hakim MK juga, ditentukan kearifan hakim MK untuk melihat konstitusi yang hidup sesuai perkembangan sosial dan politik nasional ataupun internasional. Sebanyak 171 juta warga negara kini bisa menikmati kembalinya hak konstitusionalnya untuk dipilih sebagai gubernur, wali kota/bupati karena keputusan MK pada 23 Juli 2007, dan kini menunggu keputusan bersejarah MK untuk dipilih sebagai capres independen pada 2009 dan seterusnya. Dengan keyakinan penuh MK akan mengabulkannya.
Keputusan bersejarah itu tentu akan diikuti perpu oleh Presiden SBY dan akan dirayakan oleh 171 juta pemilih pada Pilpres 6 Juli 2009. Tak ada yang lebih membahagiakan warga kecuali saat menerima pengakuan atas hak-hak asasi dan hak-hak konstitusionalnya. Pada 6 Juli 2009, sebanyak 171 juta warga negara Indonesia akan merayakan kembalinya hak konstitusional untuk dipilih sebagai capres independen, merayakan keputusan bersejarah Mahkamah Konstitusi.
M Fadjroel Rachman Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia); Ketua Gerakan Nasional Calon Independen


http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/26/00340335/merayakan.capres.independen.2009

Hasil Survei CNN, Obama Presiden Terpopuler

Hasil Survei CNNObama Presiden TerpopulerWashington, 26 Desember 2008 06:54Barack Hussein Obama menjadi presiden baru terpopuler di Amerika Serikat (AS) setelah menempati peringkat tertinggi yang bisa dicapai presiden baru terpilih dalam beberapa dekade terakhir, demikian jajak pendapat teranyar yang hasilnya dikeluarkan saat Obama menikmati liburan Natal di Hawaii.Kurang dari sebulan sebelum Obama resmi menduduki Gedung Putih untuk kemudian dihadapkan pada persoalan ekonomi terburuk sejak 1930an, sebuah survai gabungan CNN-Opinion Research menyebutkan 82% orang AS mengaku puas atas bagaimana Obama menangani masa transisi kekuasaannya.Angka ini jauh lebih tinggi dibanding saat George W. Bush berada di momen sama dengan tingkat kepuasaan 65% dan juga dibanding Bill Clinton pada 1992 yang cuma 67%.Jajak pendapat ini diselenggarakan Jumat dan Sabtu di akhir priode di mana Obama berhasil menuntaskan penyusunan kabinetnya yang high profile dan masa di mana hampir setiap hari diadakan jumpa pers guna menginformsikan kondisi ekonomi AS yang terus memburuk. "Barack Obama menikmati bulan madu bersama rakyat AS yang lebih hangat ketimbang presiden AS mana pun dalam tiga dekade terakhir," kata Direktur Jajak Pendapat CNN Keating Holland, dalam situs internet CNN.Obama selalu mendapat angka lebih baik, kerap hingga dua digit, dibandingkan Bill Clinton, Ronald Reagan, dan George Bush. Angka tersebut, kata Keating, terjadi dalam masalah apapun yang biasanya menjadi parameter jajak pendapat.Jajak pendapat ini juga menemukan fakta 56%, warga AS mendukung rencana Obama meluncurkan paket stimulus ekonomi besar-besaran untuk menghidupkan lagi ekonomi AS yang tengah dihantam krisis. Sementara 42% penduduk AS tidak mendukung rencana itu.Selama libur Natal ini, presiden terpilih AS menghabiskan itu waktu bersama keluarga di Hawaii, setelah sehari sebelumnya berziarah ke makam mendiang neneknya, Madelyn Dunham, yang telah membesarkannya dan meninggal dunia di usia 86 tahun, dua hari sebelum Obama terpilih menjadi presiden AS pada 4 November.
Obama menghadiri upacara mengenang Madelyn yang dipanggilnya "Toot" di sebuah gereja di Honolulu, Selasa (23/12), sebelum kemudian debu jenazahnya ditaburkan ke tengah samudera oleh keluarga dan karib-karib almarhumah.Meskipun sedang berlibur, Rabu (24/12), Obama masih mengikuti perkembangan terakhir yang menjadi tantangannya nanti segera setelah disumpah menjadi presiden AS ke-43 pada 20 Januari 2009.Melalui radio dan tayangan video online, Obama mengajak rakyat AS untuk bersatu menuju babak baru guna mengeluarkan negeri itu dari krisis ekonomi yang menderanya. "Kita mesti mengeluarkan semua kemampuan kita untuk membantu yang lainnya, mendapatkan pikiran-pikiran segar dan inovasi-inovas untuk memulai babak baru bagi negara kita yang besar ini," kata Obama.Obama menyebut, ide-ide segar itu sebagai semangat yang akan menuntun pemerintahnya di Tahun Baru."Jika rakyat AS bergandengan tangan bahu membahu sambil berpijak pada landasan sejarah, maka saya tahu kita akan bisa mendorong rakyat untuk bekerja lagi dan menghela negara kita ke arah baru. Itu adalah cara bagaimana kami akan melewati masa krisis seperti ini, dan menggapai sebuah hari yang lebih baik," papar Obama.Jajak pendapat CNN ini menunjukkan kepuasan publik terhadap Obama tidak berkurang karena meledaknya skandal jual beli kursi Senat yang melibatkan Gubernur Illinois yang juga dari Partai Demokrat.Sebuah laporan internal telah memastikan bahwa Obama dan para penasehat utamanya, bebas dari skandal kursi Senat ini karena tidak pernah melakukan kontak tidak wajar dengan tersangka korupsi Gubernur Illinois Rod Blagojevich.Skandal ini menjadi sorotan dalam sejarah politik Illinois yang cemar di mana Obama meniti karir politiknya, sekaligus menjadi ujian bagi pembuktikan janji Obama selama kampanye mengenai penciptaan kepemimpinan yang transparan. [EL, Ant]

http://gatra.com/artikel.php?id=121401

Fuad Bawazier : Krisis 1998 vs Krisis 2008

Ketika Thailand terkena krisis moneter 1997, seketika itu pula Tim Ekonomi Pemerintah Indonesia mengumandangkan pernyataan bahwa Indonesia tidak perlu khawatir karena, katanya, fundamen ekonomi kita kuat.
Presiden Soeharto dan rakyat pun tenang mendengar penegasan itu. Tapi tak lama kemudian, krisis moneter melanda Indonesia yang menunjukkan fundamen ekonomi kita rapuh. Pernyataan fundamen ekonomi Indonesia kuat hanya dikenang bak lagu Melayu tua atau propaganda ala pedagang obat kuat di pasar malam di alun-alun. Makroekonomi Indonesia pada saat itu (1997/98) memang rapuh karena banyak faktor seperti banyaknya utang dalam valas, proyek jangka panjang yang dibiayai dengan utang jangka pendek, proyek berpenghasilan rupiah dibiayai valas, pengambilan kredit perbankan yang jauh melebihi nilai proyeknya,APBN defisit yang tidak efisien dan efektif,devisa hasil ekspor yang disimpan di luar negeri,perbankan yang kurang sehat, jumlah orang miskin dan pengangguran yang relatif masih besar, dan seterusnya. Dalam banyak hal, kondisi ekonomi Indonesia sekarang ini sebenarnya belum banyak berubah dari kondisi 11 tahun yang lalu. Bahkan kini daya beli masyarakat relatif menurun, semakin banyak porsi APBN yang dialokasikan untuk birokrasi dan penyelenggara negara, serta defisit APBN, dan utang negara meningkat/ bertambah. Menjelang maupun setelah krisis 1997/1998 maupun krisis 2008, neraca perdagangan sama-sama surplus dengan kecenderungan ekspor menurun drastis, kurs rupiah dan IHSG sama-sama melemah, bunga sama-sama naik meski tidak segila kenaikan 1998. Tetapi harga komoditas primer Indonesia pada 1998 naik tajam (utamanya karena kenaikan kurs rupiah), sementara dalam krisis keuangan global sekarang ini justru volume dan harganya anjlok. Kedua krisis ini sama-sama telah menaikkan angka inflasi dan seretnya kredit perbankan yang melemahkan sektor riil.Kondisi perbankan juga sama-sama kurang sehat, meski dengan tingkat kekhawatiran yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya tidak banyak beda dengan sebelum krisis 1997/98 maupun krisis 2008. Bedanya justru pada saat krisis dan periode-periode sesudahnya. Krisis 1998 telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi negatif, sedangkan dalam krisis 2008, pertumbuhan ke depan diperkirakan masih tetap positif,meski menurun. Tetapi hal ini tidak berarti karena fundamen ekonomi 2008 lebih baik dari fundamen ekonomi 1997. Bila pertumbuhan ekonomi 2009 masih diharapkan positif semata-mata karena krisis sekarang ini bukan krisis orisinal kita seperti tahun 1997/1998, tetapi cuma (kena) imbas dari krisis keuangan Amerika Serikat. *** Krisis moneter (krismon) 1997/98 berdaya rusak luar biasa besarnya karena persoalannya tidak cuma ekonomi, tapi juga politik, yaitu agenda kekuatan tertentu dalam negeri dan asing untuk menumbangkan pemerintahan Soeharto yang diikuti dengan penjarahan aset-aset nasional. Selain itu, krisis 1997/98 tidak ditangani dengan benar, tetapi dengan resep-resep sesat IMF atau yang sengaja dikelirukan. Dalam krisis keuangan sekarang ini seharusnya SBY dapat lebih bebas dan berdaulat mengatasinya karena tidak ada lagi LoI-IMF. Yang penting SBY harus berangkat dari pengakuan bahwa lagu “fundamen ekonomi kita kuat” itu keliru dan membuat kita lengah. Fundamen ekonomi yang masih rapuh itulah yang menyebabkan nilai tukar rupiah merosot melebihi merosotnya mata uang negara sekitar terhadap dolar Amerika dan bunga rupiah harus dinaikkan ketika di negara-negara lain diturunkan antara 40–90%.Selain itu, inflasi naik tajam meski realisasi pembelanjaan APBN terseok-seok. Itulah sebabnya meski APBN dirancang defisit, tapi dalam realisasinya sering surplus. Sebenarnya kalau mengikuti RJPM 2004– 2009, seharusnya APBN sudah zero deficit, tetapi pemerintah tetap saja mengajukan APBN defisit dan stok utang terus bertambah. Untuk 2009, ekspor dan investasi diprediksi menurun. Kedua krisis ini juga sama-sama menimbulkan gelombang PHK dan logikanya sama-sama menambah jumlah orang miskin.Bedanya,dalam periode sebelum krisis 1997/1998 APBN tidak mempunyai pos anggaran penanggulangan kemiskinan, sedangkan sebelum krisis keuangan global 2008 APBN telah lama menganggarkannya. Dalam tahun 2007 dan 2008 anggaran penanggulangan kemiskinan masing-masing Rp50 triliun dan Rp78 triliun yang disalurkan dalam bentuk bantuan tunai langsung (BLT), beras untuk masyarakat miskin, dan lain-lain.Anggaran ini akan terus meningkat signifikan yang mengindikasikan antisipasi pemerintah terhadap kenaikan jumlah orang miskin, atau sekurang-kurangnya untuk menekan jumlah orang miskin. Bila diasumsikan jumlah orang miskin versi BPS 35 juta, maka bila dirata-ratakan per orang mendapat bantuan dana kemiskinan Rp2.200.000/tahun. Artinya, tanpa dana bantuan penanggulangan kemiskinan itu sebenarnya jumlah orang miskin di Indonesia 2007/2008 jauh lebih besar lagi. Bisa jadi jumlahnya seperti yang pernah diasumsikan dalam perhitungan Askin bahwa terdapat 19 juta keluarga miskin.Bila satu keluarga terdiri atas 5 orang, berarti jumlah orang miskin 95 juta. Itu jumlah yang tidak jauh beda dengan hasil perhitungan kemiskinan ala Bank Dunia yang menggunakan batas USD2/orang/hari. *** Untuk mengklarifikasi keraguan ini, pemerintah dan BPS seharusnya menghitung jumlah orang miskin dengan mengeluarkan pos anggaran penanggulangan kemiskinan agar diperoleh angka yang tidak bias.Jangan sampai pemanfaatan uang anggaran negara untuk dibagi-bagi pada si miskin diklaim seolah-olah sebagai sukses partai politik tertentu. Membagi uang tunai dari APBN adalah suatu pekerjaan populer yang amat mudah—yang dapat dilakukan oleh siapa pun presidennya.Tetapi harus diingat bahwa policyseperti ini bukan saja tidak mendidik, tetapi juga identik dengan tindakan putus asa pemerintah.Artinya,pemerintah bukannya memerangi kemiskinan, tetapi justru “memelihara” kemiskinan tersebut, dan menggunakannya sebagai alat propaganda murahan untuk memperoleh dukungan politik. Kesimpulannya, krisis ekonomi 2008 bagaimanapun akan berdampak serius kepada perekonomian Indonesia khususnya jumlah pengangguran dan kemiskinan yang akan meningkat tajam. Karena itu, sebaiknya langkah-langkah yang diambil pemerintah harus dilandasi kejujuran dan pemahaman bahwa fundamen ekonomi Indonesia tidak sekuat yang dipropagandakan tim ekonomi pemerintah.(*) DR Fuad Bawazier Mantan Menkeu, Ketua DPP Hanura

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/199286/

Saatnya Bertindak Kreatif dan Progresif

Tahun 2008 segera berlalu, datang 2009.Saatnya meninggalkan kenangankenangan buruk tahun lalu untuk memupuk optimisme bersama.Banyak peristiwa di bidang ekonomi,politik,dan hukum bisa menjadi pelajaran dalam mengarungi perjalanan tahun depan. SINDO menurunkan opini dari pakar di bidang politik, ekonomi,dan hukum sebagai bahan refleksi sebelum menyiapkan proyeksi menghadapi tahun depan.
HUKUM Indonesia adalah hukum yang mengalir, karena itu tak dapat dipotongpotong dalam bilangan tahunan. Kendati demikian, orang terbiasa membuat neraca pada akhir tahun sehingga hukum hanya bernilai sebagai semacam laporan saja. Perjalanan hukum Indonesia yang utuh baru dapat dituliskan nanti satu abad atau lebih yang akan datang. Catatan hukum yang dapat dibuat sekarang adalah perjalanan hukum Indonesia yang mengalami momentum Reformasi sejak 1998. Gerakan reformasi itu masih berlangsung terus sampai sekarang dan bertahuntahun mendatang. Singkat kata, reformasi berjalan terus, termasuk reformasi hukum. Oleh karena itu, laporan hukum 2008 ini merupakan satu bagian kecil saja dalam konteks reformasi yang masih berjalan. Catatan terhadap hukum sepanjang 2008 hanya sepotong atau riak kecil saja dari gelombang besar reformasi hukum selama 10 tahun terakhir. Satu dekade terakhir ini kita belajar bahwa hubungan antara hukum dan politik sangat erat dan hal itu benar-benar dirasakan. Reformasi hukum bukan dimulai dari hukum sendiri, melainkan dari politik. Cara berpolitik lama yang otoriter dan sentralistik dirasakan tidak benar dan karena itu diubah dan ditinggalkan. Kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto yang waktu itu masih ingin memperpanjang kekuasaannya menjadi simbol dan awal dari reformasi.
Terbukalah lembaran baru sejarah negeri kita yang diisi dengan gerakan demokratisasi, civil society, transparansi, dan seterusnya. Hukum bisa bekerja dengan langgam business as usual sehingga bersifat konvensional dan mandek. Maka,gelombang perubahan politik tersebut sangat menentukan arah perjalanan (course) hukum di Indonesia. Sekalian ciri perubahan tersebut di atas mengetuk pintu hukum dan ingin diterjemahkan ke dalam cara berhukum bangsa kita. Akhirnya gelombang perubahan politik itu mampu menggerakkan perubahan dalam hukum. Kita melihat banyak institusi baru didirikan yang mencerminkan perubahan tersebut seperti Komisi Hukum Nasional,Komisi Reformasi Hukum Nasional, Judicial Watch, Judicial Review, dan banyak lagi lainnya. Suatu masyarakat madani (civil society) mulai bangkit dan itu sangat memengaruhi (arah) perjalanan hukum. Selama beberapa tahun terakhir ini,korupsi menjadi fokus dan sasaran tembak hukum.Korupsi ini merupakan (legacy) masa lalu, terutama karena kekuasaan waktu itu tidak mau tunduk kepada kontrol publik. Sekarang keadaan sudah berbalik. Namun, sindrom kebebasan masa reformasi juga membawa efek negatif lantaran korupsi kemudian menyebar ke mana-mana, tidak hanya di tingkat pusat.Otonomi daerah yang merupakan anak reformasi ternyata juga menjadi jalan bagi menyebarnya korupsi tersebut.DPR yang sejak reformasi mendapatkan kekuatan baru untuk menghadapi eksekutif akhirnya menjadi sasaran empuk dari korupsi. Orang makin ingin ”membeli DPR” yang sudah bangkit menjadi pusat kekuasaan baru itu. Hukum tiba-tiba dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan besar yang baru sebagai hasil dari reformasi politik. Pertanyaannya, apakah hukum siap untuk menangani pekerjaan rumah yang baru tersebut? Di muka sudah dikatakan bahwa hukum itu memiliki watak yang lamban apabila dihadapkan pada perubahan. Maka berbagai persoalan baru dan besar tersebut juga masih dihadapi dengan berhukum yang lama.
Untuk menghadapi persoalan yang harus diselesaikan hukum tersebut, perlu ditempuh cara-cara progresif dan luar biasa.Alasan untuk itu sederhana saja, yaitu persoalan seperti korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa itu perlu dihadapi dengan cara-cara luar biasa pula. Untuk mendukung usaha tersebut, diperlukan perubahan cara berpikir (mindset) menjadi progresif. Ini memang pekerjaan tidak mudah karena para aktor hukum sangat gamang dengan pikiran progresif, luar biasa, dan sebagainya. Sikap seperti itu tidak dapat terlalu disalahkan karena sejak di bangku kuliah, para mahasiswa hukum sudah mengalami ”cuci otak” menjadi bagian dari mesin hukum. Produk pendidikan hukum yang demikian itu lebih menjadikan para pelaku hukum sebagai bagian dari mesin daripada berani berpikir dan bertindak kreatif progresif. Inilah pekerjaan rumah yang kita hadapi sejak reformasi dan sampai hari ini belum kunjung teratasi dengan baik. Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Komisi Yudisial, dan lainnya hanya akan berfungsi efektif apabila disertai dan didukung perubahan cara berhukum menjadi progresif, kreatif, dan berani keluar dari cara berhukum konvensional (out-of-the box lawyering). Koruptor diwajibkan mengenakan baju dengan cap ”koruptor” adalah langkah yang sangat kecil dibandingkan dengan tantangan untuk mengubah cara berhukum kita menjadi lebih progresif. Untuk 2009, diperkirakan hukum masih harus berkutat dengan agenda besar tersebut, yaitu membuat hukum itu menjadi lebih efektif dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Untuk itu, sebaiknya kita tidak beranggapan bahwa hukum itu bekerja dengan cara yang tetap, ajek, dan tidak pernah berubah. Sesungguhnya,hukum itu juga tunduk pada hukum challenge and response (tantangan dan jawabannya). Hukum tidak statis, melainkan dinamis. Pada saat hukum tetap bekerja dengan cara lama dan konvensional, padahal persoalan yang dihadapi berubah, sesungguhnya ia berhenti menjadi institusi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakatnya.
Menghadapi pekerjaanpekerjaan besar, para pemimpin penegakan hukum sebaiknya terdiri atas orangorang yang ”tidak punya beban dan kepentingan” sehingga dapat bekerja dengan penuh amanah dan konsentrasi. Ini menjadi lebih penting lagi sejak hukum yang sekarang tidak hanya harus berhadapan dengan penjahat dan kandidat penjahat nasional, tetapi juga internasional. Mereka memiliki sumbersumber yang melimpah sehingga senantiasa mengancam kejujuran penegakan hukum di negeri ini. Danadana yang diberitakan mengalir ke DPR sebagai institusi pembentukan undangundang membuktikan kebenaran itu. Maka tidak cukup kita memiliki pemimpin penegakan hukum yang profesional, tetapi juga seorang yang berkualitas pejuang (vigilante). Sebagai pejuang, mereka perlu memiliki komitmen, dedikasi,kejujuran, dan keberanian di atas profesionalitas. Jaksa Agung Hendarman Supandji sudah mulai dengan start yang baik ketika berani ”menantang” Presiden saat ditunjuk sebagai Jaksa Agung dengan mengajukan pertanyaan, ”Bagaimana kalau nanti saya harus berhadapan dengan orangorang yang dekat dengan Bapak?” Sungguh suatu pertanyaan yang nakal, tetapi baik. Rupa-rupanya Jaksa Agung ingin memperoleh konfirmasi bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala sebuah institusi yang berada di bawah Presiden, ia tidak akan mengalami hambatan-hambatan. Sejak hukum itu bekerja dalam suatu ruang hampa (vacuum),tidak mudah untuk menilai kebersihannya. Ia tidak sepenuhnya tergantung dan ditentukan oleh para pemimpin penegakan hukum. Di muka sudah disinggung betapa hukum suatu bangsa sekarang harus berhadapan dengan kekuatankekuatan raksasa dunia. Karena sumber-sumber melimpah yang mereka miliki, mereka akan melakukan apa saja agar kepentingannya terjamin dan terlindungi. Dalam keadaan seperti ini, dunia dapat menjadi suatu ”dunia-tanpa-hukum” (lawless world).
Hukum menjadi semacam jaring labalaba yang hanya menangkap nyamuk-nyamuk kecil,tetapi menjadi rusak ditabrak burung yang besar. Korupsi di Indonesia pada era 1950-an masih sangat sporadis dan karena itu hukum Indonesia juga masih lumayan baik. Namun setengah abad kemudian, korupsi sudah merangsek memasuki pusat-pusat hukum seperti DPR, Mahkamah Agung, kejaksaan. Syed Hussein Alatas, seorang sosiolog korupsi, mengatakan bahwa korupsi sudah ibarat benalu yang mulai memakan pohon tempat ia menempel sehingga pohon dan benalu pada akhirnya akan sama-sama mati. Kita sungguh dihadapkan pada persoalan dengan magnitudo luar biasa yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Untuk itu, bekerjanya hukum perlu kita dorong sampai ke titik yang benarbenar optimal.Pada 2009 dan tahun-tahun mendatang, menurut saya,hanya ada satu persyaratan kunci, yaitu kita harus bersatu, bersatu, dan sekali lagi bersatu. Dari pengalaman-pengalaman yang lalu, kebersatuan ini masih menjadi titik yang sangat lemah dalam kehidupan berbangsa, termasuk kehidupan berhukum. Ketidakbersatuan dan kekompakan antara kita sendiri menjadikan hukum kita lemah berhadapan dengan penjahat-penjahat yang memiliki sumber hampir tak terbatas itu.Mereka ini, baik dari dalam maupun luar negeri, sangat berkepentingan agar kita tidak bersatu.Kalau kita benar-benar bersatu, semuanya akan bergerak secara serempak dan tidak ada lagi perkara jegal menjegal antara sesama komponen kekuatan bangsa yang hanya akan melemahkan diri kita sendiri.(*) SATJIPTO RAHARDJO Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/
199302/38/

KOMARUDDIN HIDAYAT : The Art of Happiness

KALAU berbicara kebutuhan dasar manusia, itu mudah dijelaskan. Papan, pangan, pakaian dan kesehatan. Jika keempatnya sudah terpenuhi, seseorang sudah memiliki modal pokok untuk meraih prestasi dan kebutuhan lain yang lebih tinggi, misalnya pendidikan,rekreasi, dan tabungan hari depan.
Tetapi begitu berbicara soal kebahagiaan (happiness), penjelasan dan pemenuhannya cukup rumit. Sulit menjelaskan dan membuat definisi tentang apa itu kebahagiaan serepot membuat definisi agama. Begitu pun definisi cinta dan porno—yang ternyata begitu beragam definisi yang dimunculkan. Secara sederhana, kebahagiaan adalah suasana hati, emosi, dan perasaan nyaman, puas, lega yang sebisa mungkin perasaan itu tidak hilang.Kalaupun hilang,ingin dihadirkan lagi dan lagi.Hanya saja, tingkat kebahagiaan orang berbeda-beda,begitu pun sumbernya. Lebih dari itu sesungguhnya, sulit untuk membanding-bandingkan kebahagiaan orang mengingat setiap pribadi punya hak dan kebebasan untuk membuat ukuran dan memaknai kebahagiaannya sendiri. Perlu seni untuk mendapatkan kebahagiaan. Sekadar contoh, mari bayangkan, ada lima orang yang masingmasing diberi hadiah gitar. Meski wujud barangnya sama, pasti makna dan fungsinya akan berbeda-beda ketika masing-masing telah memilikinya. Mungkin saja ada yang kemudian menjualnya karena sama sekali tidak pintar memainkan. Namun, bagi seorang gitaris yang kebetulan tidak punya, pasti akan sangat senang lalu dimainkannya untuk menghibur diri dan orang lain. Coba bayangkan lagi sebuah gitar, jumlah senarnya ada tujuh sesuai dengan not lagu, namun sudah berapa ribu jumlah nyanyian yang tercipta dengan nada yang tujuh itu?
Jadi, hal-hal kecil, ketika bertemu dengan mereka yang memiliki keterampilan olah seni, hal yang tampaknya kecil dan sepele itu,akan berubah jadi indah, mendatangkan senang dan bahagia bagi dirinya dan bagi orang lain. Mereka yang memiliki seni melukis, dengan modal kanvas, cat dan kuas, akan mendatangkan sumber kebahagiaan, bahkan nilai komersial yang tinggi ketika melahirkan lukisan yang bagus.Tetapi bagi yang tidak memiliki bakat seni, kuas, cat, dan kanvas tidak banyak berarti.Sekarang ada sebuah teori, melukis merupakan salah satu cara untuk melepaskan berbagai rasa stres yang mengendap dalam diri seseorang. Dalam sebuah kreasi seni, unsur perasaan, imajinasi, dan pemaknaan sangat penting, di samping keterampilan tangan. Hal-hal yang kelihatannya kecil dan kurang berharga secara materi bisa berubah menjadi karya seni yang indah dan penuh makna bagi orang-orang yang pandai menggubah dan memaknainya. Nah, bukankah hidup tak ubahnya dengan seni melukis ataupun memainkan gitar? Bukankah kehidupan layaknya sebuah permainan sepak bola ataupun golf? Ruang dan waktu yang tersedia merupakan kanvas yang di atasnya akan kita lukis dengan beraneka ragam aktivitas. Kita memiliki batasan sekaligus kebebasan, sebagaimana dalam seni bermain catur.Ataupun dalam bermain sepak bola. Di sana ada ketentuan berapa luasnya lapangan, jumlah pemain dan sekian aturan yang mesti ditaati. Dalam lingkup keterbatasan dan peraturan itulah sebuah permainan diselenggarakan dan berubah menjadi sebuah perjuangan untuk berprestasi sekaligus panggung festival seni yang mengasyikkan dijalani dan ditonton. Disayangkan, permainan sepak bola kita belum sampai pada tingkat sebuah festival seni yang begitu indah dinikmati sebagaimana klub-klub Eropa.Yang kadang terjadi justru tawuran dan perkelahian. Di sini, tanpa disadari, menunjukkan tingkat kecerdasan, etika, dan seni bangsa ini yang masih rendah. Ingin menang, namun tidak siap kalah. Padahal kekalahan dalam sebuah permainan tak kalah penting dari keinginan untuk menang.
Di situ terdapat dimensi lain yang sangat substansial, yaitu seni dan festival kehidupan. Demikianlah, untuk meraih kebahagiaan perlu melibatkan keterampilan dan penghayatan seni, kecerdasan, dan keterampilan sebagaimana dalam sport.Yang tak kalah unik dan menarik adalah permainan golf yang sarat makna. Objek yang dimainkan adalah bola kecil dalam lapangan yang begitu luas, tujuan akhirnya bagaimana memasukkan bola ke lubang tujuan yang juga kecil, dengan jumlah pukulan sesedikit mungkin. Namun, di depannya dihadang dengan berbagai rintangan yang sengaja dibuat, semisal kolam, semak-semak dan lapangan yang berkelokkelok. Ketika berhasil memukul bola lalu bola itu terbang lurus dan tinggi mendekati target,muncul rasa bahagia sekali pada diri seorang golfer. Begitu pun ketika berhasil melayangkan bola melewati berbagai jebakan dengan jarak dan arah yang tepat, di situ muncul kebahagiaan dan kepuasan batin yang hanya bisa dimengerti oleh golfer.Yang tak kalah membahagiakan, ketika dari jauh bisa memasukkan bola yang kecil itu ke lubang akhir yang juga kecil.Sejak dari pukulan pertama sampai tujuan akhir merupakan serial perjuangan berkesinambungan yang menantang. Di situ diperlukan kesabaran, konsistensi, antusiasme menghadapi tantangan, dan sikap rendah hati, serta harus memegang prinsip kejujuran dalam menghitung skornya. Demikianlah, bukankah hal serupa juga terjadi pada kehidupan? Untuk meraih bahagia, diperlukan sebuah seni untuk merangkai dan memaknai potongan serta serial aktivitas kita sehari-hari dengan kecerdasan, kejujuran pada diri sendiri, serta kreativitas untuk menggubah hal-hal yang tampaknya kecil agar menjadi besar dan bermakna. Dalam bahasa agama, ada beberapa kata kunci untuk mendapatkan kebahagiaan yang bermakna. Kata kunci itu antara lain ialah ikhlas dalam melakukan setiap tindakan.
Didasari niat sebagai pengabdian dan rasa syukur pada Tuhan (ibadah), setiap tindakan hendaknya bermanfaat bagi diri dan orang lain. Ada rasa senang dalam melakukan karena yakin Tuhan dan para malaikat senantiasa mengawasinya dan menjanjikan imbalan sekecil apa pun yang dilakukan. Di atas semua itu, suatu perbuatan akan mendatangkan rasa bahagia kalau dilakukan berdasarkan dorongan hati kecilnya yang senantiasa mengajak pada kebaikan,kebenaran, dan keindahan. Perbuatan ikhlas yang membahagiakan bagaikan putik bunga yang sedang berproses mekar. Setelah mekar bunga itu membuat sekitarnya kagum dan senang melihatnya, bahkan orang pun akan memetik untuk memilikinya. Bunga tadi mekar bukan untuk pamer, tetapi menjadi dirinya sendiri karena dia tercipta untuk menghiasi kehidupan. Sesungguhnya setiap orang memiliki putik bunga yang jauh lebih indah yang bersemayam di hati dan pikiran yang ditanamkan oleh Tuhan ke dalam fitrah manusia.Kalau keduanya mekar, maka tangan, kaki, mata, dan mulut serta organ tubuh lain akan membantu mengekspresikannya menjadi tutur kata dan tindakan yang indah dan menyenangkan dilihat dan dirasakan, baik oleh diri maupun orang lain. Di situ muncul sebuah karya lukis kehidupan yang membahagiakan. Untuk meraihnya tidak mesti mengeluarkan biaya mahal. Kapan pun dan di manapun kita bisa berkarya dan menciptakan kebahagiaan, asal memiliki kepekaan, kehalusan rasa, dan kecerdasan untuk merajut potongan-potongan aktivitas hidup agar bermakna dan indah bagaikan sekuntum bunga yang mekar. (*) PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT REKTOR UIN SYARIF HIDAYATULLAH

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/
199301/38/

Jousairi Hasbullah : Pola Pengeluaran Orang Kaya Indonesia

Masih sekitar 35 juta atau 15,4% penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Di sisi lain, yang jarang dibahas, cukup banyak jumlah penduduk yang sejahtera bahkan tergolong hidup bergelimang uang.
Data terbaru dari salah satu lembaga penelitian internasional menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan jumlah penduduk jutawan di Indonesia rata-rata sebesar 15% per tahun. Ini melebihi tingkat pertumbuhan jumlah jutawan Singapura yang hanya di kisaran angka 7%. Persoalannya, mengapa jumlah jutawan yang begitu besar hampir tidak memberi dampak pada pengurangan penduduk miskin? Bagaimana sesungguhnya penduduk kaya Indonesia mengelola pengeluaran rumah tangga? Uang untuk Benda Di abad ke-18 dan ke-19, di beberapa tempat di Indonesia terdapat kemakmuran. Para petani karet dan kopi di Sumatera, petani rempahrempah di Indonesia Timur, petani lada di Bangka,dan petani kopra serta cengkih di Minahasa menikmati berlimpah ruahnya pendapatan. Uang yang diperoleh umumnya dipergunakan untuk tiga hal, membangun rumah dengan perabotan mahal, biaya menunaikan ibadah haji, dan memenuhi kebutuhan konsumsi melebihi kemampuan konsumsi makanan rata-rata orang Indonesia yang lain. Jika ada kelebihan uang, ada juga yang disimpan untuk persiapan mengadakan berbagai jenis kenduri. Kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh para petani. Setelah Indonesia merdeka, terutama sejak awal dekade 1980-an banyak orang Indonesia yang hidup dengan uang berlimpah, entah diperoleh dari korupsi atau dari tumbuhnya kesempatan kerja di sektor modern perkotaan.Pola pengeluaran tidak mengalami perubahan. Uang tersebut dibelanjakan dengan pola pengeluaran yang hampir sama dengan pola pengeluaran masyarakat pada 200 tahun yang lalu, yaitu untuk membangun rumah mewah, membeli kendaraan dan perabot rumah tangga yang mahal.
Fungsi uang terbatas sebagai alat pengeluaran untuk mendapatkan benda-benda guna dipertontonkan kepada masyarakat sebagai bagian dari status sosial. Pola pengeluaran rumah tangga orang kaya Indonesia tersebut sejak awal dekade 1980-an secara tidak resmi telah mendapat pengakuan internasional. Orang Indonesia dikenal di Singapura sebagai konsumen atau pembelanja terbesar di mal dan tokotoko di negeri tersebut.Konon,banyak warga Singapura yang terkesima, betapa sebuah bangsa yang sebagian besar rakyatnya masih miskin begitu royal menghamburkan uang. Ada indikasi kuat bahwa belanja barang konsumsi orang Indonesia melebihi rata-rata uang yang dikeluarkan oleh para turis dari negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang,dan Australia.Citra yang kuat tentang Indonesia di luar sana, yaitu suatu bangsa dengan manusianya yang memperoleh uang dengan cara gampang dan menghamburkan uang dengan cara yang gampang pula. Saat ini, di tengah kemiskinan sebagian besar penduduk, di beberapa wilayah perdesaan Indonesia terjadi kemakmuran baik yang bersifat absolut maupun yang bersifat relatif. Petani padi yang menguasai tanah luas memiliki kondisi kehidupan yang cukup berlimpah kemewahan dibandingkan para petani penggarap, buruh tani,dan petani gurem. Petani karet Sumatera saat ini sedang menikmati kemakmuran. Sekadar ilustrasi kecil,di wilayah sentra perkebunan karet rakyat di daerah Komering dan Banyuasin di Sumatera Selatan, Jambi, dan di kawasan pantai timur Sumatera, misalnya, rata-rata seorangpetanikaret,denganluaslahan hanya sekitar satu hektare dapat menghasilkan Rp4 sampai Rp5 juta per bulan. Untuk ukuran setempat, sangat makmur. Kelimpahruahan uang tersebut dapat dibuktikan misalnya dengan mewahnya kehidupan sehari-hari sebagian penduduk desa.Para petani membeli sepeda motor dan bergantiganti merek.
Mereka merehabilitasi rumah dengan bahan bangunan yang mahal.Ponsel yang dipakai melebihi harga dan kualitas para pekerja profesional yang ada di Jakarta.Uang itu minimal sekali yang digunakan untuk investasi bagi penyerapan tenaga kerja kelompok bawah. Di daerah perkotaan,mereka yang mendapat berkah juga sebagian hidup dalam kelimpahruahan. Kita saksikan, misalnya, harga BBM boleh naik atau turun tidak membawa pengaruh. Keluarga Indonesia memenuhi tempat-tempat belanja dan rekreasi. Kota Bandung, Surabaya, Yogyakarta,Bali,dan beberapa tempat lain mengalami kemacetan parah oleh para pembelanja dan pelancong lokal maupun pendatang dari berbagai penjuru. Hari libur adalah pertunjukan yang sangat menakjubkan bagaimana uang dihambur-hamburkan oleh jutaan manusia Indonesia. Tidak Berbagi Kecenderungan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia tersebut sebetulnya bukan fenomena yang aneh. Dulu, ketika Eropa masih berada di abad pertengahan, sekitar 600 tahun yang lalu, keadaannya hampir sama.Pada saat itu apa yang disebut kepemilikan adalah sejumlah harta yang gampang dilihat. Sangat wajar jika pada saat itu para orang kaya Eropa merealisasikan kepemilikan uangnya dalam wujud kastil, bangunan-bangunan mewah, tandatanda kebesaran dan tingkat konsumsi barang-barang mewah serta pesta dan upacara besar-besaran. Tetapi dalam hal pengelolaan uang dan pengeluaran rumah tangga, masyarakat Eropa cepat berubah. Masyarakat belahan dunia yang lain tidak, itu yang ditulis oleh Richard Heillbroner dalam The Making of Economic Society. Seperti itulah kirakira yang saat ini terjadi di Indonesia. Pola-pola penggunaan uang pada 200 tahun yang lalu untuk sekadar pemuas nafsu kebendaan (dan di Eropa 600-700 tahun yang lalu) tampaknya masih mirip dan tidak banyak mengalami perubahan.Persoalan kita saat ini adalah betapa sulitnya mengelola pengeluaran rumah tangga dan menjadikan uang sebagai modal. Terkait dengan investasi, menabung memang telah tumbuh, tetapi walaupun bunga bank telah diturunkan pada level yang sangat rendah, masyarakat tidak tertarik untuk menginvestasikan uangnya. Uang itu akan ditarik jika kelak akan ada kenduri, akan berbelanja ke luar negeri, atau akan membeli rumah yang lebih bagus.
Dalam konteks ini pula kita semakin menyadari bahwa persoalan pengelolaan pengeluaran adalah persoalan yang berhubungan dengan kebudayaan, nilai-nilai dan kepedulian, serta perasaan empati yang ada di masyarakat yang kian hari terasa kian melemah. Kita miskin sense of reciprocity(semangat berbagi). Dalam konteks ini, kita pun maklum jika kemiskinan sulit dikurangi. Program-program antikemiskinan yang ada akan kesulitan mengurangi kemiskinan secara maksimal tanpa dukungan masif masyarakat dalam bentuk investasi dan semangat saling berbagi. Di 2009 angka kemiskinan tampaknya masih akan tetap tinggi.(*) Jousairi Hasbullah Kepala Biro Humas dan Hukum Badan Pusat Statistik (BPS)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/199285/

Gurat Natal Ahmadinejad

Gurat Natal Ahmadinejad
Zulfirman


INILAH.COM, London – Reaksi berlebihan pemerintah Inggris atas pesan Natal Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, memperjelas sikap Barat terhadap pemimpin negara Islam selama ini. Bahwa musuh Inggris bukanlah kebatilan, melainkan orang-perorang.
Adakah ini sebuah ide yang nakal? Tidak begitu sepenuhnya. Ide Channel 4, stasiun televisi publik di Inggris, menghadirkan Ahmadinejad menyampaikan pesan Natal, dari banyak sisi, adalah ide brilian. Dari sudut pandang berbeda, televisi yang mengudara sejak 2 November 1982 itu ingin menghadirkan perspektif berbeda tentang pemimpin Iran itu.
Tetapi toh pemerintah Inggris merasa kecolongan dengan ulah Channel 4. Muka mereka memerah. Pemerintah Inggris mengecam keras keputusan saluran televisi publik itu.
Pejabat Kementerian Luar Negeri dan Commonwealth menyebutkan memberi kesempatan kepada Ahmadinejad bisa menyebabkan serangan yang luas. Ini, karena sekali waktu, Ahmadinejad pernah menyinggung Inggris dan sekutunya, bahwa peristiwa Holocaust hanyalah sebuah mitos. Pesan damai Ahmadinejad menjadi terabaikan.
“Presiden Ahmadinejad pernah membuat sejumlah pernyataan anti-Semit. Media Inggris punya kebebasan membuat pilihan editorial mereka, tapi undangan ini akan mengakibatkan serangan dan kekagetan, tak hanya di dalam negeri, tapi juga negara-negara sahabat,” bunyi pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri dan Commonwealth.
Channel 4 memang memiliki tradisi menyampaikan pesan Natal melalui figur-figur pilihannya. Kali ini, mereka memilih Ahmadinejad.
Dalam pesan Natalnya, Ahmadinejad memang membuat pernyataan politis. Dia, misalnya, menyerang Amerika Serikat, menyatakan Yesus Kristus menantang kekuatan ekspansif, pengganggu, dan emosional.

“Jika Kristus ada di bumi hari ini, tak diragukan lagi, Dia akan berkampanye untuk keadilan dan rasa cinta umat manusia, melawan penghasut perang, penjajah, teroris, dan pengganggu di seluruh dunia. Jika Kristus ada di bumi hari ini, percayalah, Dia akan berjuang melawan kebijakan tiranis yang memanfaatkan sistem politik dan ekonomi global, sebagaimana yang dia lakukan saat masih hidup,” tutur Ahmadinejad.
Tendensius? Sejatinya tidak juga. Bukankah perdamaian umat manusia yang memang diidamkan Kristus selama ini?
Dan, Ahmadinejad pun mencoba memberi pesan damai itu. Dia pun menyampaikan salam hangat kepada masyarakat Inggis yang merayakan Natal. Menurutnya, situasi dunia yang kacau balau, disebabkan bangsa-bangsa di dunia tak mengikuti ajaran Nabi, termasuk Yesus Kristus.
“Selamat buat pengikut kepercayaan Ibrahim, khususnya pengikut Yesus Kristus, dan masyarakat Inggris,” katanya.
Toh, tetap saja ada yang mencurigai pesan-pesan Natal Ahmadinejad, khususnya dari kalangan Yahudi. Mereka berpikir bahwa pesan-pesan keagamaan masih dimanfaatkan Ahmadinejad untuk kepentingan politik.
Dengarlah reaksi Duta Besar Israel di London, Ron Prosor. “Di Iran, beralih ke agama Kristen menghadapi ancaman hukuman mati. Salah jika si lalim ini dibiarkan menafsirkan pandangan-pandangan Yesus, sementara pemerintahannya mengantar pengikut Kristen ke tiang gantung,” ujar Prosor.
Reaksi keras juga muncul dari pejuang hak asasi manusia, Peter Tatchell. “Penampilan Ahmadinejad dengan kata-kata yang masuk akal itu murni propaganda. Tindakannya jauh dari kecintaan, keadilan, kemanusiaan, dan persaudaraan. Mereka terlibat represi brutal terhadap masyarakatnya sendiri,” tegasnya.
Toh, Channel 4 bergeming dengan semua kecaman itu. Mereka sudah bekerja keras untuk meminta kesediaan Ahmadinejad. Mereka pun menolak merilis detil pesan Natal itu sampai seorang kru ITN mendapatkan pesan itu lewat kamera.
Channel 4 sadar betapa sensitifnya memberi kesempatan kepada Ahmadinejad. Karena itu, mereka pun mengambil jalan tengah, mematahkan tradisi dengan tidak menjadikan pesan Natal itu
head to head dengan pesan Natal Ratu Elizabeth II.
“Sebagai salah satu pemimpin negara paling berpengaruh di Timur Tengah, cara pandang Presiden Ahmadinejad sangat berpengaruh. Karena kita menghadapi kritisnya relasi internasional, kami menawarkan kepada pemirsa kami sebuah cara pandang alternatif terhadap dunia,” tutur Dorothy Byrne, Kepala News dan Current Affairs Channel 4. [I4]
http://inilah.com/berita/politik/2008/12/26/71473/gurat-natal-ahmadinejad/

JOKO WIDODO, WALI KOTA SURAKARTA

JOKO WIDODO, WALI KOTA SURAKARTAWali Kaki Lima
Di banyak daerah, pedagang kaki lima digusur dan dikejar-kejar. Di Surakarta, mereka dijamu makan Wali Kota.
SEMUANYA berawal pada 2005. Joko Widodo, yang baru dilantik menjadi Wali Kota Surakarta, membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya: kebanyakan orang Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan.
Joko bingung. Ia tak ingin menempuh cara gampang: panggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi. ”Dagangan itu hidup mereka. Bukan cuma perut sendiri, tapi juga keluarga, anak-anak,” katanya.
Tak bisa tidak: pedagang itu harus direlokasi. Tapi bagaimana caranya? Tiga wali kota sebelumnya angkat tangan. Para pedagang kaki lima mengancam akan membakar kantor wali kota kalau digusur. Di Solo, ancaman bakar bukan omong kosong. Sejak dibangun, kantor wali kota sudah dua kali—1998 dan 1999—dihanguskan massa.
Lalu muncul ide: untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama. Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus. Sebagai eksportir mebel 18 tahun, Joko tahu betul ampuhnya ”lobi meja makan”.
Rencana disusun. Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari—kawasan paling elite di Solo. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban.
Aksi dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung, rumah dinas wali kota. Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengutus lembaga swadaya masyarakat. Joko menahan diri. Seusai makan, dia mempersilakan mereka pulang. Para pedagang kaki lima kecele. ”Enggak ada dialog, Pak?” tanya mereka. ”Enggak. Cuma makan siang, kok,” jawab Joko.
Tiga hari kemudian, mereka kembali diundang. Lagi-lagi cuma SMP—sudah makan pulang. Ini berlangsung terus selama tujuh bulan. Baru pada jamuan ke-54—saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir—Joko mengutarakan niatnya. ”Bapak-bapak hendak saya pindahkan,” katanya. Tak ada yang membantah.

Para pedagang minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Joko tak berani. Dia cuma berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan—yang khusus dibangun untuk relokasi—selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal. Janji itu dia tepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota.
Terakhir, mereka minta kios diberikan gratis. ”Ini berat. Saya sempat tarik-ulur dengan Dewan,” kata Joko. Untungnya, Dewan bisa diyakinkan dan setuju. Jadilah para pedagang tak mengeluarkan uang untuk kios barunya. Sebagai gantinya, para pedagang harus membayar retribusi Rp 2.600 per hari. Joko yakin dalam delapan setengah tahun modal pemerintah Rp 9,8 miliar bisa kembali.
Boyongan pedagang dari Banjarsari ke Pasar Klitikan pada pertengahan tahun lalu berlangsung meriah. Bukannya dikejar-kejar seperti di kota lain, mereka pindah dengan senyum rasa bangga. Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng—simbol kemakmuran. Mereka juga dikawal prajurit keraton berpakaian lengkap.
”Orang bilang mereka nurut saya karena sudah diajak makan. Itu salah. Yang benar itu karena mereka diwongke, dimanusiakan,” kata Joko. Diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menurut Joko, membela wong cilik sebenarnya bukan perkara sulit. ”Gampang. Pokoknya, pimpin dengan hati. Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah,” katanya.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur. Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman.
Berhasil dengan Banjarsari, Joko merambah kaki lima di wilayah lain. Untuk yang berada di jalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan. Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu.

Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata. Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. ”Sekarang kami yang kewalahan karena belum punya dana,” kata Joko, tertawa. Tapi rencana terus jalan. Januari mendatang, misalnya, akan dibuat Pasar Malam di depan Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan.
Joko juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional yang selama 30-an tahun tak pernah diurus. Tiga tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang. Targetnya, ketika masa jabatannya berakhir pada 2010, sebagian besar dari 38 pasar tradisional Solo telah dibangun ulang.
Ketika masih mengelola sendiri usaha mebelnya, Joko sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain. Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal. Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah.
Di sini kebalikan. Ibu-ibu lebih suka ke mal karena pasarnya kotor dan berbau. ”Makanya pasar saya benahi,” katanya. Agar lebih menarik, tahun depan akan dibuat promosi: belanja di pasar dapat hadiah mobil.
Toh, tak sia-sia Joko ngopeni pedagang kecil. Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja. Mereka juga penyumbang terbesar pendapatan asli daerah. Tahun ini nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.
Luas: 44,04 kilometer persegi
Penduduk: 534.540 jiwa (2007)
Angka Kemiskinan: 29.764 keluarga, 105.603 jiwa (2007)
Kelurahan: 51
Potensi Ekonomi: Usaha kecil dan menengah
Belanja Daerah Vs Pendapatan (Miliar Rupiah)


2005
2006
2007
Pendapatan Asli Daerah
66,1
78,6
88
Anggaran Belanja
351,6
496,2
639,6
Pendapatan per Kapita (Juta Rupiah)
2005: 10,5
2006: 12,1
2007: 13,4
Joko Widodo Tempat dan tanggal lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 Pendidikan: Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1985) Karier: - Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990) - Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996) - Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007) - Wali Kota Surakarta (2005-2010) Penghargaan: - Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah - Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan - Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan - Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/12/22/LU/mbm.20081222.LU129061.id.html

Nasib malang seorang wartawan kontrak

Written By gusdurian on Kamis, 25 Desember 2008 | 13.38

Saya ucapkan terima kasih kepada Allah sebagai dzat segalaMaha segala Maha yang telah melimpahkan rahmat dan barokah kepada segala ciptaannya di segala penjuru jagad raya. Saya ucapkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SWA. Dan saya berterima kasih kepada rekan-rekan HMI Hukum Unibraw yang telah membantu saya.Saya terjun, belajar dan bekerja di dunia jurnalistis Media Online yang bernama www.inilah.com itu atas informasi mantan ketua HMI Komisariat Hukum Unibraw . Atas saya saran itulah saya bekerja di media tersebut. Dan saya mengakui dunia jurnalistis memang jaringan pengopinian yang sangat dasyat.Saya menulis di forum yang terhormat ini BUKAN sebuah meminta perhatian ataupun cari muka, akan tetapi saya menulis di forum yang terhormat ini untuk MENGKLARIFIKASI dan MEMULIHKAN citra nama baik saya dan harga diri saya sendiri, khususnya di jaringan HMI Komisariat Hukum Unibraw. Karena di jaringan HMI inilah saya bisa tumbuh dan berkembang. Dantulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan atau menjelekkan- jelekkan nama tertentu.Saya keluar dari media online tersebut dengan beberapa alasan karena saya merasa di dholimi dan di injak-injak harga diri saya. Dan saya tidak mengharapkan kejadian tersebut. Saya menulis di forum ini atas saran dari beberapa rekan dan kolega saya. alangkah lebih baiknya saya menyampaikan Kronologisnya :Pertama, Bulan Ramadhan Tanggal 11 September 2008.Seusai liputan dari acara Wapres di JCC (Jakarta ConventionCenter) Jakarta, kemudian saya digeser ke Mabes Polri, dan saat itu sayatiba di Mabes Polri pada pukul 11.50 WIB dan saya telat untuk "DOOR STOP PERS" terkait meninggalnya alm. Sophan Sophian dengan Kadiv Humas mabes Polri Irjend Pol Abu Bakar Nataprawira di gedung Mabes Polri Sebelah barat. Akhirnya Saya berhasil menemui Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Abu Bakar Nataprawira dan saya sudah menyodorkan MP3 untuk wawancara. Akan tetapi beliau menjawab "Maaf dek, saya lagi ada rapat jam 12.00 WIB, adek kloning berita aja ke teman-teman lainnya,".Pada saat itu yang ada di lapangan, saat itu hanya ada wartawan dari TEMPOdan SINDO. Saya menanyakan kepada teman dari TEMPO ternyatatidak punya rekaman wawancara dengan Abu Bakar maka teman TEMPOmengarahkan ke temen dari SINDO. Saat rekan dari SINDO di confirm ternyata jugabilang tidak ada rekaman, dan yang ada cuma catatan saja berdasarkanpendengarannya pada saat door stop pers.Saya bilang Kantor (inilah.com) meminta quote Abu Bakar tentang kematian alm. Sophan Sophian dan keterangan pemeriksaan terhadapRoesmanhadi" .

Lalu rekan SINDO memberikan kloningan berita dari catatan tersebut mengatakan "Kalau Sophan Sophian itu motornya terkena lubang danterjatuh dengan posisi jongkok dan kemudian Roesmanhadi sengaja menabrak alm. Sophan Sophian". Dan saya sudah memastikan ke teman SINDO "apa benar pak Abu ngomong gini!!"

Dan teman SINDO mengatakan "Benar Sul".Dari itu diangkat jadi berita dan naik 12.50 Wib. Sekitar13.40 Wib, Saya mendapat telepon dari seorang redakturdan mengatakan"Gimana caranya bisa menolong kamu Sul"!!!.Karena saya mendapatkan feel tidak enak kemudian sayalangsung mengontak kadiv humas mabes polri irjend pol Abu Bakar Nataprawira, "Pak Abu, saya Samsul Hidayat dari inilah.com mau bertemu dengan bapak kapan dan dimana??".Kemudian pak Abu mengatakan "Okay saya tunggu di kantor jam 15.00".Kemudian ketika saya akan memasuki ruangan beliau, sayaditemui oleh ajudan Kadiv Humas. Yang mengatakan kepada saya "Ada apa dek dan bertemu dengan siapa".

Dan saya sendiri "Saya Samsul Hidayat dan sudah sudah janjian untuk bertemu dengan beliau,". Dan ajudan tersebut dengan muka kecut dan raut wajah yang sinis menatap saya dengan tajam. Dan dalam batin saya sendiri pasti terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan. Dan kemudian ajudan tersebutmempersilakan untuk masuk ke ruangan pak Abu Bakar.Setelah itu saya dipersilakan masuk ke ruangan oleh Pak Abu Bakar bilang"Kamu yg namanya Samsul Hidayat, apa2an kamu koq buat quote salah," dengan nada marah dan jengkel.Pada saat setelah saya dipersilahkan duduk di meja kerjanya dan pada Saat itu saya melihat di meja kerjanyanya ada alat bukti berupa tulisan Samsul Hidayat dan surat dari BARESKRIM Mabes Polri dengan nama Samsul Hidayat dengan tuduhan pasal yang dikenakan dan juga tanda tanganKabagreskrim Bamabgn Hendaso Danuri. Pada sudut kanan atas terdapattulisan paraf dan mengetahui Kadiv Humas Mabes Polri Abu Bakar Nataprawira dengan ballpoint parker yang akan memparaf surat tersebut.Abu pun saat itu minta diceritakan kejadian termasuk tentang ia yang meminta dilakukan cloning. Setelah mendengar cerita itu, Abu langsung menelpon Asred dan Pimred SINDO untuk mengklarifikasi berita. Ia menegaskan, yang benar adalah "Roesmanhadi tidak sengaja menabrak Alm Sophan Sophian."Setelah itu, Abu berpesan agar Saya tidak mengulangi kesalahan itu. dan saya secara pribadi meminta maaf kepada kadiv Humas Mabes Polri Irjend Pol Abu Bakar Nataprawira dan seluruh jajaran Mabes Polri terhadap kesalahan pemberitaan.Pada jam 16.00-1700, saya ke masjid Mabes Polri berdoa dan memikirkansurat BARESKRIM tersebut dan saya mengambil keputusan sudah siap untuk di PHK akibat kesalahan pemberitaan tersebut. Dan tanggal 13 September 2008, saya hanya mendapatkan SP-1 (Surat Peringatan Pertama) dariinilah.com, karena dianggap sudah mencemarkan nama inilah.com.Kedua, Suatu hari (tanggal lupa). Saya liputan di Tipikor, pukul 08.30 Wib.Saya menelpon Humas KPK, Johan Budi mengenai jadwalpemeriksaan KPK hari itu. Johan bilang ""maaf dek, saya lagi berada diKomosi III DPR ada RDP, jadi saya masih belum ke KPK". Pada saat yang sama ada sidangnya AZA dan HY. Setelah sidang AZA dan HY kantor meminta Saya ke KPK.Setibanya di KPK Saya langusng mendapat komplain dari wartawan senior. Mereka bilang "Apa2an ini Samsul, loe dapat wawancara dari Johan darimana nih?" Ternyata ada berita naik terkait pemeriksaan BR dan yang terlibat dengan BR. Saya mengatakan pada rekan2 wartawan senior KPK. "Saya tidak pernah tidak pernah membuat berita itu dan mengatakan saat itu berada di Tipikor.Karena merasa kebobolan berita, wartawan senior komplain ke Johan dan Johan bilang berita itu tidak benar. Kemudian Johan telp saya danmemarahi saya dan mengatakan akan melakukan SOMASI. Saya mengatakan pada Johan, "Bang tadi saya konfirmasi ke abang untuk meminta jadwal pemeriksaan KPK saja dan tidak lebih menanyakan hal yang lainnya". Johan balik bertanya "siapa yg buat berita itu". Saya mengatakan, "Yang menulis ituShinta Sinaga dengan memakai namaku dan mengquote Johan". Akhirnya Saya konfirm ke Shinta Sinaga dan bertanya kenapa memakai nama Saya. Shinta menjawab "Tenang aja sul, selamat datang di dunia pers yang kejam".Ketiga, Pasca kejadaian itu, inilah.com mengaku tidak puas di desk politik, hukum dan sosial dengan kinerja Saya dan akhirnya dipindah ke ekonomi.Memang di desk ekonomi itu adalah hal yang baru bagi saya.
Dan saya juga butuh belajar isu ekonomi. Hari ketiga bertugas di Ekonomi,ada liputan di Depkeu ada rapat korrdinasi antar menteri. Ada menteri ESDMPurnomo Sugiantoro, Kepala Bappenas Paskha Suzetta dan Menkeu SriMulyani dan Anggito Abimanyu. Setelah semua statement dicatat, Sayamelakukan riset untuk melengkapi data karena tidak mengetahui isi isuekonomi makro. Setelah itu baru berita dinaikkan. Tiba2 kantor bilang "Loe gak pantas di ekonomi".Ke-empat, Tanggal 26 September 2008,Menjelang libur lebaran saya mendapat libur empat hari dandiberitahu bahwa gaji saya dipotong Rp. 500.000 dengan alasan saya tidakmemiliki track record di journalist. Padahal, setelah satu bulan di inilah.com, saya mendapatkan kontrak 1 tahun dengan perincian gaji pokok Rp.1.500.000 dan uang harian serta pulsa Rp 750.000.Ke-lima, Tanggal 10 Oktober 2008,Saya mendapat info akan ada evaluasi kontrak. Saat itu ia masih tenang mengingat kontraknya berdurasi 1 tahun (April 2008 - April 2009). Dan didalam isi kontrak kerja tersebut tidak mengatakan ada evalusi kontrak.Ke-enam Tanggal 11 Oktober 2008Karena saya mempunyai feel yang tidak enak dan tidak bisa nyenyak karena ada ganjalan yang menggangu di pikiran dan saya sholat malam untuk meminta petunjuk kepada yang Maha Kuasa untuk diberikan jalan yang terbaik dan kemudahan.Ke-enam, Tanggal 12 Oktober 2008Di hari Senin yang cerah, tidak ada mendung dan tidak ada hujan, setelah saya memenuhi order dari semua redaktur, Setelah itutiba-tiba Shinta bilang kepada saya "15 Oktober 2008 itu hari terakhirkukerja" dengan alasan tidak ada kecocokan".Meski demikian dengan bantuan seorang redaktur lainnya, tanggal 15 Oktober 2008 ada kesepakatan bahwa saya selama dua minggu (20-31Oktober 2008) mendapat tugas 6 isu berita yang berbeda dan wilayah dandisanggupi saya dan berita itu tidak boleh dimuat. Namun pada Sabtu 18 Oktober 2008 kantor menelphone Saya dan memintanya mengembalikan ID Pers dan Kartu Nama.Saya berpikiran "Saya masih mempunyai harga diri, dan saya masih punya harga diri, dan saya merasa didholimi". dan setelah keluar dari inilah.com dan saya hanya mendapatkan uang Rp. 1 juta saja.Ke-Tujuh, Tanggal 14 November 2008Saya mendapatkan kesempatan tes di media online terbesar di Indonesia. Kemudian. saya mendapatkan info dari rekan kerja (mohonmaaf saya tidak bisa mengatakannya) di media online tersebut bahwasannya saya sudah keterima kerja diperparah lagi saya mendapatkan info dari rekan saya yang bekerja di media online tersebut yang mengatakan ada orang inilah.com yang "memotong" di media online tersebut dan dia tidak berani menyebutkan namanya.Ke-Delapan, Tanggal 29 November 2008 setelah keluar dari inilah.com,saya mendapat pantulan acara dari Humas PP Muhammadiyah EdyKuscahyono tentang adanya Milad Muhammidyah di PP Muhammadiyah.Pantulan acara tersebut itu pun saya forward ke inilah.com. dan Tanggal 30 November 2008, Saya mendapat telphone dari Edy Kuscahyono tentang adanya kesalahan quote di berita inilah.com. Edy Kuscahyono dan bilang akan mensomasi saya dan untuk mengconfirm lebih lanjut ke pak Bactiar Effendi. Saya mengatakan ke pak bachtiar Effendi bahwasannya saya sudah tidak bekerja di inilah.com dan yang membuat berita itu bukan saya.Demikianlah beberapa goresan tinta yang saya bisa utarakan di surat ini. Oleh karena itu teman-teman saya berpamitan kepada seluruhrekan-rekan sejawat HMI Komisariat Hukum Unibraw atau kolega-kolegasaya dari dunia jurnalistis khususnya di inilah.com. dan saya sampaikanterima kasih yang sebesar-besarnya terhadap rekan, teman sejawat dan kolegakami yang telah membantu saya.NB : Kontrak kerja Saya hilang.Regards,
Samsul Hidayat

2009,KPK Harus Menjauh dari Politik

Written By gusdurian on Rabu, 24 Desember 2008 | 09.33

JAKARTA (SINDO) – Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Antasari Azhar dinilai sudah berada pada jalur yang benar.
Ke depan, hal yang perlu dijauhi komisi adalah benar-benar melepaskan diri dari politik. Ketua Dewan Pengurus Transparansi Internasional Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis mengatakan, 2009 adalah tahun politik karena pemilihan anggota legislatif dan eksekutif akan digelar pada pertengahan tahun.KPK diharapkan tidak bersentuhan dengan politik maupun politikus, sehingga tidak mengganggu agenda pemberantasan korupsi. Jika sampai masuk ke wilayah ini,Todung khawatir KPK dianggap tebar pesona. ”Ini bisa menimbulkan bahaya,” ujar Todung dalam diskusi Refleksi Satu Tahun KPK Jilid II di Jakarta kemarin. Diskusi ini dihadiri Ketua KPK Antasari Azhar, mantan Panitia Seleksi Pimpinan KPK Mas Achmad Santosa,Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsudin, dan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko. Todung berpendapat, tanpa muncul di publik pun pimpinan KPK dan kinerjanya sudah mendapat apresiasi dari masyarakat. Tidak mengherankan jika salah satu majalah terbitan luar negeri menyandingkan Antasari dengan sejumlah tokoh dunia. Hal ini karena di bawah kepemimpinan Antasari KPK berhasil menjerat sejumlah pihak yang selama ini dinilai tidak tersentuh hukum.”Satu kehormatan bagi pemberantasan korupsi Indonesia,”kata Todung. Dalam diskusi juga mengemuka adanya anggapan bahwa kinerja KPK selama ini seakan dimanfaatkan kelompok politik tertentu. Karena itu Todung mengingatkan, di tengah keberhasilan menjalankan tugas, KPK tidak selamanya mendapat dukungan.
Sebaliknya, serangan balik koruptor dipastikan akan menjadi tantangan yang harus dihadapi KPK ke depan. Kinerja KPK yang telah mendapat tempat di hati masyarakat akan dicoba dilemahkan oleh pihak-pihak yang tidak ingin pemberantasan korupsi berjalan baik. Berbagai cara akan dilakukan agar komisi antikorupsi ini semakin sempit ruang geraknya. Bahkan Todung melihat saat ini ada semacam upaya melemahkan sejumlah kewenangan KPK. ”Sudah waktunya KPK berhati-hati terhadap serangan balik koruptor. Banyak pihak yang ingin melemahkan KPK,”ujarnya. Pengacara kondang ini mencontohkan, lambatnya pengesahan Rancangan Undang-Undang(RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan salah satu contoh upaya menghambat pemberantasan korupsi. Sebab, jika Pengadilan Tipikor belum terbentuk hingga 2009, perkara korupsi yang disidik KPK akan disidangkan di pengadilan umum. Kalau tidak, presiden harus membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi hal ini. Masalah yang dihadapi KPK ini, menurut Todung, seharusnya mendapat dukungan dari DPR sebagai representasi rakyat.Namun, jika pada kenyataan Dewan pun tidak memberi dukungan pada KPK, rakyat yang mendukung KPK akan menjadi lawan DPR. ”Jadi, kalau seperti ini rakyat akan menagih DPR,”ujarnya. Mas Achmad Santosa,salah seorang tim Panitia Seleksi KPK yang meloloskan lima pimpinan KPK ke DPR, menilai kinerja lembaga ini pada rel yang benar. Pimpinan KPK dalam satu tahun ini telah berhasil menjawab tantangan dari panitia seleksi dan berhasil mewujudkan harapan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.Paling tidak,indikator naiknya indeks persepsi korupsi Indonesia bisa menjadi acuan.Kondisi ini terjadi karena sejumlah perbaikan birokrasidanpelayananpubliklembaga negara terus diperbaiki. Dalam hal pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik, Mas Achmad meminta KPK agar melakukan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi di Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. ”Sudah ada remunerasi, tapi kinerja belum kelihatan,”ujarnya.
Apresiasi positif terhadap kinerja KPK juga disampaikan Aziz Syamsuddin.Pro dan kontra pencalonan Antasari tepat setahun yang lalu sudah terjawab melalui kinerja KPK.Aziz memberi catatan, kesan tebang pilih dalam menangani kasus korupsi harus benar-benar dihilangkan. Selain itu, fungsi koordinasi dan supervisi terhadap kejaksaan dan kepolisian juga harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan kinerja, Aziz berharap KPK bisa bersinergi dengan Komisi III DPR yang membawahi hukum.”Ke depan kita minta ada cetak biru pemberantasan korupsi dari KPK. Tidak hanya penindakan, tapi juga pencegahan,”kata Aziz. Danang Widoyoko menilai kinerja KPK saat ini sudah bisa berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya. Perbedaannya, KPK saat ini sudah merambah korupsi di legislatif dengan menangkap beberapa anggota DPR yang terlibat suap. Dia harap korupsi di lembaga peradilan yang biasa disebut dengan mafia peradilan juga menjadi fokus KPK. Selama ini KPK belum pernah masuk ke lembaga peradilan dan kepolisian. ”Ini akan menjadi beban untuk kasus KPK selanjutnya,” kata Danang. Danang berharap anggaran penindakan KPK ke depan harus ditingkatkan. Selama ini anggaran penindakan masih lebih kecil dibanding pencegahan korupsi. Mengenai korupsi di daerah, Danang mendesak KPK bisa membuat terobosan dengan memaksimalkan fungsi supervisi. Dengan begitu, kejaksaan dan kepolisian di daerah benar-benar bekerja. Antasari memastikan bahwa lembaga yang dipimpinnya tidak akan terpengaruh dengan perkembangan politik, terutama dalam penanganan perkara.Hal utama yangselaludipegangKPK,jika alat bukti cukup tentu akan ditindaklanjuti. Sebaliknya, KPK tidak akan bersedia dipengaruhi pihak manapun jika suatu kasus tidak memiliki unsur tindak pidana korupsi. Dalam kesempatan itu, Antasari mengakui bahwa KPK menjadi lembaga yang mengalami kesendirian.Karena itu,bergabung dengan KPK menurutnya sudahmerupakan pilihan.
Konsekuensiberatdari tugas itu harus dihadapi pegawai, terutama penyelidik, penyidik, dan penuntut.Bagaimanapun berbagai tantangan dan upaya melemahkan KPK harus siap dihadapi.”Menjadi pegawai KPK itu sudah menjadi pilihan profesi.Tidak ada yang menemani, ya tidak apa-apa,”katanya. (rijan irnnando purba)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/198691/38/